Batik, Jawa Tengah, Laweyan, Museum, Solo

Museum Samanhudi Solo

Lokasi Museum Samanhudi Solo berada persis di sebelah Warung Degan Ijo di Jl Samanhudi, Sondakan, Solo, tempat dimana kami mengisi perut di siang hari itu. Sebuah kebetulan yang cukup menyenangkan. Betapa tidak, karena tidak ada alamat jelas tentang lokasi museum ini, tak pula ada informasi koordinat GPS-nya.

Ketika memasuki halaman museum yang tampaknya juga sebagai bagian dari fasilitas kelurahan setempat, terlihat seorang petugas keamanan bertubuh tambun tengah tertidur di sebelah kiri. Beruntung kemudian ia terbangun dan karena petugas museumnya tak ada maka ia mengantar kami masuk.

Samanhudi atau Kyai Haji Samanhudi dikenal sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam, organisasi massa yang awalnya merupakan wadah para pengusaha batik Islam di Solo guna melawan masuknya pedagang asing yang menguasai ekonomi rakyat pada masa itu. Sarekat Dagang Islam didirikan pada 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi, dan merupakan organisasi pertama yang lahir di Indonesia. Nama kecilnya adalah Sudarno Nadi. Ia lahir pada pada 1868 di Laweyan, tak jauh dari lokasi museum ini, dan meninggal di Klaten pada 28 Desember 1956.

Museum Samanhudi Solo

Sebuah bentangan kain batik dengan foto Haji Samanhudi, nama museum, dan nama kelurahan dimana museum berada, menempel pada dinding luar. Tampaknya nama museum sengaja dibuat dengan kain batik karena riwayat Samanhudi memang sangat erat dengan dunia perbatikan.

Memasuki ruangan museum, satu-satunya ruangan yang ada, terlihat bahwa museum ini memang kecil, dan sederhana. Bukan hanya bangunan dan penataan ruangannya, namun koleksi museum pun kebanyakan hanya berupa foto dan dokumentasi tulisan, serta sedikit koleksi lainnya. Menurut pak satpam, museum ini sebelumnya berada di rumah Samanhudi di Laweyan. Namun karena kurang terurus maka akhirnya semua koleksi museum dipindahkan ke tempatnya yang sekarang.

Sejak dulu Kauman dan Laweyan telah menduduki posisi sentral. Meskipun perdagangan batik borongan untuk pasar nasional dikuasai oleh orang Tionghoa dan Arab, namun perdagangan batik untuk pasar lokal dipegang oleh para pedagang Jawa.

Museum Samanhudi Solo

Dokumentasi foto para peserta Kongres Sarekat Dagang Islam pertama di Kota Solo pada 1912 yang diketuai H. Samanhudi saat ia masih menjadi saudagar batik terkemuka. Ada pula dokumentasi foto Veergardening Sarekat Islam di Solo pada 1913 dimana Haji Samanhudi berdiri paling belakang, paling tengah berbaju putih.

Berdirinya Sarekat Dagang Islam tak lepas dari pengalaman Samanhudi sendiri yang merasakan perbedaan perlakuan penguasa Hindia Belanda terhadap pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada waktu itu. Karena alasan itulah Samanhudi berkeyakinan bahwa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka.

Pendidikan terakhir Haji Samanhudi adalah sekolah di HIS Madiun namun tidak lulus. Salah satu dokumentasi naskah di Museum Samanhudi Solo menyebutkan bahwa pada 1859 - 1870 Solo sudah menjadi pusat industri batik dan mendominasi pasar batik nasional. Bagian Timur dan tengah Kota Solo, seperti Kauman, Keprabon, dan Pasar Kliwon terus membuat batik halus. Sedangkan bagian Barat kota, terutama Tegalsari dan Laweyan, lebih banyak membuat batik cap untuk konsumsi massa.

Ada sebuah foto dokumentasi Museum Samanhudi Solo saat Presiden Soekarno menyematkan Bintang Maha Putra kepada Soekamto Samanhudi atas nama keluarga Haji Samanhudi di Istana Merdeka pada 15 Februari 1960, serta menghadiahkan sebuah rumah di Laweyan.

Museum Samanhudi Solo

Sederet koleksi motif Batik Laweyan yang disimpan di dalam sebuah lemari kaca, diantaranya adalah Lar Boket, Parang Klitik, Truntum, Wahyu Tumurun, Wirasat, Kuntum Kuncoro, Sido Mukti, Sido Mulyo, Parang Rio, dan Boket Gala.

Pada 18 September 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam yang dimotori oleh H.O.S. Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Dalam perkembangannya, SI pecah menjadi SI Putih yang dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta, dan SI Merah yang berhaluan sosialisme kiri dan dipimpin oleh Semaun yang berpusat di Semarang.

Pada kongres di Madiun, SI Putih berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI), dan lalu menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada 1927. SI Merah berubah menjadi Sarekat Raya (SR) yang menjadi pendukung Partai Komunis Indonesia.

Industri batik Laweyan pernah mengalami masa-masa sulit akibat serbuan batik dari Tiongkok yang membuatnya mati suri. Atas inisiatif warga, dengan dukungan penuh pemerintah Kota Solo yang waktu itu dibawah Walikota Joko Widodo, industri Batik Laweyan kembali menggeliat dan berkembang. Pak Jum, supir yang menemani saya, memberi testimoni soal peran Jokowi itu.

Jokowi melakukan konservasi terhadap 30 rumah kuno yang memiliki nilai sejarah dalam perkembangan batik di Laweyan untuk mendukung pengembangan wisata heritage di kampung ini. Para pengrajin juga mendapat pinjaman lunak sebagai tambahan modal kerja dan pengembangan. Pemkot Solo ketika itu menggelontorkan dana Rp 200 miliar untuk penataan lingkungan, sementara Kementerian Negara Perumahan Rakyat mengucurkan dana sekitar Rp 600 juta untuk proses konservasi.

Adalah Krisnina Akbar Tandjung melalui Yayasan Warna Warni yang memprakarsai pendirian Museum Haji Samanhudi. Pemerintah Kota Solo dibawah Jokowi pada 2004 mencanangkan Laweyan sebagai kampung batik, dengan memberikan payung hukum terhadap karya cipta batik. Sampai Oktober 2012 sebanyak 215 motif batik dari Laweyan sudah dipatenkan.

Meski sederhana, namun Museum Samanhudi menyimpan informasi penting dan menarik tentang sejarah perbatikan di Solo, Laweyan khususnya, serta riwayat seputar Sarekat Dagang Islam dimana Samanhudi menjadi pendiri dan ketuanya sebelum kemudian akhirnya perkumpulan ini pecah.

Video singkat tentang Museum Samanhudi Solo bisa dilihat di bawah ini, dari kanal Youtube Wonderful Solo.



Saya kira lebih elok jika Museum Samanhudi menempati salah satu bangunan Cagar Budaya di tengah Kampung Batik Laweyan, dibuat dengan rancangan dan isi yang berkelas, sehingga bisa menjadi ikon wisata sekaligus memperkuat akar sejarah dan brand Kampung Batik Laweyan. Masyarakat Batik Laweyan serta pemkot Solo mestinya tidak membiarkan Museum Samanhudi tetap merana.

Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo Museum Samanhudi Solo

Museum Samanhudi Solo

Alamat : Jl Samanhudi, Sondakan, Solo, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.56659, 110.79736, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Desember 18, 2020.