Tak ada rencana untuk berkunjung ke Masjid Jannatul Firdaus Laweyan di Solo ini, namun Pak Jum menghentikan mobil di depan masjid dan berkata bahwa inilah satu-satunya Masjid Laweyan yang ia tahu. Pernyataan yang meragukan, apalagi setelah melihat bentuk luar masjid yang tak terlihat tanda ketuaannya.
Bagaimanapun saya turun dan masuk ke ruangan masjid untuk melihat. Ukuran Masjid Jannatul Firdaus Laweyan ini tidaklah terlalu besar, namun sangat cantik dan artistik lantaran sebagian besar bangunannya menggunakan bahan kayu jati yang diukir dengan ornamen halus dan indah.
Setelah melihat dalaman masjid, juga nama masjid yang bukan Masjid Laweyan, saya semakin yakin bahwa ini bukan masjid yang saya cari. Syukurlah Masjid Laweyan yang asli saya temukan belakangan, dengan satu kejutan menyenangkan yang akan saya ceritakan pada tulisan lain, sesuai urutan perjalanan selama di Solo dan daerah sekitarnya beberapa waktu lalu.
Tengara Masjid Jannatul Firdaus yang dibuat dari logam warna tembaga, terlihat bersih dan relatif masih baru. Tak ada informasi tentang kapan dibangunnya masjid ini, namun mungkin berbarengan dengan revitalisasi Kampung Batik Laweyan atau setelah menggeliatnya kembali industri Batik Laweyan.
Masjid Jannatul Firdaus berada persis di tepi Jl Dr. Rajiman, dengan sedikit area lapang di depan masjid yang bisa digunakan bagi parkir kendaraan. Di bagian depan ada dua pintu masuk ke halaman masjid. Pintu sebelah kiri pagarnya ditutup, namun tidak digembok.
Dengan arsitektur kayu khas Jawa yang cantik, Masjid Jannatul Firdaus Laweyan rupanya juga menjadi salah satu tempat pilihan di Kota Solo untuk acara ijab kabul pernikahan, serta foto-foto pra-pernikahan. Namun karena lahan yang terbatas saya kira tidak memungkinkan untuk dikembangkan menjadi tempat resepsi pernikahan sekaligus.
Tampak samping Masjid Jannatul Firdaus Laweyan yang memperlihatkan bagian serambi masjid, pintu yang royal dengan kaca tembus pandang, serta atap tumpang dengan puncak limasan serta mustaka berbentuk kubah kecil dengan lafal Arab berbunyi "Allah".
Siapa pun yang merancang dan membuat masjid ini, ia adalah orang yang memiliki selera seni yang baik serta menjaga dan menghidupkan budaya leluhur yang tinggi dan elok. Menjaga dan mengembangkan warisan budaya leluhur adalah agar bangsa ini bisa tetap menjaga jati dirinya dan tidak kehilangan akar berpijaknya dalam pergaulan dunia.
Pandangan pojok ruang utama Masjid Jannatul Firdaus Laweyan. Kayu partisi adalah untuk memisahkan area pria di bagian depan, dan area wanita di belakangnya. Jika masuk ke dalam masjid dan tempat ibadah lainnya dengan pikiran yang bersih maka pemisahan fisik yang kaku tak diperlukan.
Ruang utama Masjid Jannatul Firdaus Laweyan merupakan satu-satunya ruang yang ada di masjid ini. Hanya ada empat saka guru penyangga atap tumpang masjid yang puncaknya berbentuk limasan dengan mustaka di atasnya, khas masjid tradisional yang ada di Pulau Jawa. Sayangnya, ada banyak masjid yang kemudian atapnya dirubah menjadi bentuk kubah.
Selain lampu gantung besar dengan banyak belalai di tengah ruangan masjid, ada lagi lampu-lampu gantung jenis yang sama namun berukuran lebih kecil di keempat sudut ruangan. Bagian pusat langit-langit berupa susunan kayu segi empat yang semakin mengecil, polos tanpa ukiran. Hanya di bagian pusat langit-langit terdapat ornamen konsentris suluran yang indah. Pada bagian mihrab yang juga terbuat dari kayu jati terdapat ornamen bunga dan suluran. Tak ada yang istimewa pada mimbar.
Meski Masjid Jannatul Firdaus Laweyan relatif baru, suatu ketika akan menjadi masjid tua juga. Sehingga sebuah tengara atau prasasti perlu dibuat pada salah satu bagian masjid, atau di luarnya. Setidaknya memberi informasi dimulai dan selesainya pembangunan, arsiteknya, dan data fisik lainnya.
Dengan kecantikannya, dan suasana ruangannya yang nyaman dan bersih, akan sayang jika pejalan tidak singgah sejenak di masjid yang kecil namun elok ini bila tengah berkunjung di sekitar Laweyan.
Bagaimanapun saya turun dan masuk ke ruangan masjid untuk melihat. Ukuran Masjid Jannatul Firdaus Laweyan ini tidaklah terlalu besar, namun sangat cantik dan artistik lantaran sebagian besar bangunannya menggunakan bahan kayu jati yang diukir dengan ornamen halus dan indah.
Setelah melihat dalaman masjid, juga nama masjid yang bukan Masjid Laweyan, saya semakin yakin bahwa ini bukan masjid yang saya cari. Syukurlah Masjid Laweyan yang asli saya temukan belakangan, dengan satu kejutan menyenangkan yang akan saya ceritakan pada tulisan lain, sesuai urutan perjalanan selama di Solo dan daerah sekitarnya beberapa waktu lalu.
Tengara Masjid Jannatul Firdaus yang dibuat dari logam warna tembaga, terlihat bersih dan relatif masih baru. Tak ada informasi tentang kapan dibangunnya masjid ini, namun mungkin berbarengan dengan revitalisasi Kampung Batik Laweyan atau setelah menggeliatnya kembali industri Batik Laweyan.
Masjid Jannatul Firdaus berada persis di tepi Jl Dr. Rajiman, dengan sedikit area lapang di depan masjid yang bisa digunakan bagi parkir kendaraan. Di bagian depan ada dua pintu masuk ke halaman masjid. Pintu sebelah kiri pagarnya ditutup, namun tidak digembok.
Dengan arsitektur kayu khas Jawa yang cantik, Masjid Jannatul Firdaus Laweyan rupanya juga menjadi salah satu tempat pilihan di Kota Solo untuk acara ijab kabul pernikahan, serta foto-foto pra-pernikahan. Namun karena lahan yang terbatas saya kira tidak memungkinkan untuk dikembangkan menjadi tempat resepsi pernikahan sekaligus.
Tampak samping Masjid Jannatul Firdaus Laweyan yang memperlihatkan bagian serambi masjid, pintu yang royal dengan kaca tembus pandang, serta atap tumpang dengan puncak limasan serta mustaka berbentuk kubah kecil dengan lafal Arab berbunyi "Allah".
Siapa pun yang merancang dan membuat masjid ini, ia adalah orang yang memiliki selera seni yang baik serta menjaga dan menghidupkan budaya leluhur yang tinggi dan elok. Menjaga dan mengembangkan warisan budaya leluhur adalah agar bangsa ini bisa tetap menjaga jati dirinya dan tidak kehilangan akar berpijaknya dalam pergaulan dunia.
Pandangan pojok ruang utama Masjid Jannatul Firdaus Laweyan. Kayu partisi adalah untuk memisahkan area pria di bagian depan, dan area wanita di belakangnya. Jika masuk ke dalam masjid dan tempat ibadah lainnya dengan pikiran yang bersih maka pemisahan fisik yang kaku tak diperlukan.
Ruang utama Masjid Jannatul Firdaus Laweyan merupakan satu-satunya ruang yang ada di masjid ini. Hanya ada empat saka guru penyangga atap tumpang masjid yang puncaknya berbentuk limasan dengan mustaka di atasnya, khas masjid tradisional yang ada di Pulau Jawa. Sayangnya, ada banyak masjid yang kemudian atapnya dirubah menjadi bentuk kubah.
Selain lampu gantung besar dengan banyak belalai di tengah ruangan masjid, ada lagi lampu-lampu gantung jenis yang sama namun berukuran lebih kecil di keempat sudut ruangan. Bagian pusat langit-langit berupa susunan kayu segi empat yang semakin mengecil, polos tanpa ukiran. Hanya di bagian pusat langit-langit terdapat ornamen konsentris suluran yang indah. Pada bagian mihrab yang juga terbuat dari kayu jati terdapat ornamen bunga dan suluran. Tak ada yang istimewa pada mimbar.
Meski Masjid Jannatul Firdaus Laweyan relatif baru, suatu ketika akan menjadi masjid tua juga. Sehingga sebuah tengara atau prasasti perlu dibuat pada salah satu bagian masjid, atau di luarnya. Setidaknya memberi informasi dimulai dan selesainya pembangunan, arsiteknya, dan data fisik lainnya.
Dengan kecantikannya, dan suasana ruangannya yang nyaman dan bersih, akan sayang jika pejalan tidak singgah sejenak di masjid yang kecil namun elok ini bila tengah berkunjung di sekitar Laweyan.
Masjid Jannatul Firdaus Laweyan
Alamat : Jl. Dr. Rajiman, Solo, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.56930, 110.79580, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.