Dokumentasi foto para peserta Kongres Sarekat Dagang Islam pertama di Kota Solo pada 1912 yang diketuai H. Samanhudi saat ia masih menjadi saudagar batik terkemuka. Ada pula dokumentasi foto Veergardening Sarekat Islam di Solo pada 1913 dimana Haji Samanhudi berdiri paling belakang, paling tengah berbaju putih.
Sederet koleksi motif Batik Laweyan yang disimpan di dalam sebuah lemari kaca, diantaranya adalah Lar Boket, Parang Klitik, Truntum, Wahyu Tumurun, Wirasat, Kuntum Kuncoro, Sido Mukti, Sido Mulyo, Parang Rio, dan Boket Gala.
Dokumentasi teks ini menceritakan bagaimana terjadinya pergumulan pendapat tentang kepemimpinan SI.
Sebelum kedudukan CSI ditetapkan, Samanhudi dalam Kongres SI di Yogyakarta tahun 1914 menjelaskan pendapatnya kira-kira seperti ini:
"Tuan-tuan sekalian telah maklum, bahwa saya (H. Samanhoedi) seorang tiada terpelajar, sudah tentu saja buat mengemudikan SI yang sebesar ini, sebenarnya tiada dapat. Akan tetapi tuan-tuan harus ingat juga, apa sebabnya maka leden SI senantiasa bertambah-tambah. Saya ada terlalu cinta kepada SI, sebab SI itu saya yang membuat, jadi dengan sungguh-sungguh saya menjaga SI. Itu sehingga SI menjadi baik. Sebab itu saya minta dengan keras, retel CSI itu supaya tetap di Solo, dan bestuurnya baik dilanjutkan bestuur lama saja".
Samanhudi lalu meminta kepada Mas Marco untuk membacakan surat dari DK Ardiwinata di Weltevreden, Batavia, yang menyatakan bahwa si pengirim merasa sayang sekali jika Samanhudi meletakkan jabatan sebagai Presiden SI. Pidato itu ditanggapi oleh M. Ng. Dwijosewoyo yang mendapat tepuk tangan dari kaum terpelajar:
"Kaum SI telah mengerti bahwa H Samanhudi itu cinta kepada SI dan juga menganggap bahwa tuan Haji Samanhudi bapa SI. Akan tetapi di sini (saya) akan membuat umpama tentang kecintaan seorang bapa kepada anaknya. Kecintaan seorang bapa kepada itu ada 2 rupa, yaitu
I. Kecintaan yang menuntun kepada kesengsaraan, dan
II. Kecintaan yang menuntun kepada kemulyaan.
Sekarang: Apakah sebabnya kalau tuan H Samanhudi memang sungguh cinta kepada SI tiada suka menyerahkan SI itu kepada orang-orang yang pandai-pandai supaya SI itu dapat hidup berpatutan?"
Setelah itu R. Hasan Jayaningrat menerangkan pendapatnya: "Oleh karena itu kita kaum SI cinta kepada tuan Haji Samanhudi, maka baiklah tuan Haji Samanhudi diangkat jadi eerelid (anggota kehormatan) dari semua perkumpulan SI. Biarlah selamanya nama itu tiada akan lupa lagi kita kaum SI sekalian".
Maka itu menjadi ramai dibicarakan, sebagian besar minta dengan keras supaya tuan Haji Samanhudi menjadi Presiden dari CSI, dan sebagian lagi (kaum geleerde) minta supaya tuan Haji Samanhudi ditetapkan serelid atau eerevoorzitter (ketua kehormatan).
Berita itu dimuat dalam Surat Kabar "Darmokondo" pada April 1914, ditulis menggunakan ejaan lama.
Dokumentasi foto Museum Samanhudi yang memperlihatkan Haji Samanhudi tengah berada di ruang kerja Haji Agus Salim, tokoh perjuangan pergerakan Indonesia dari Sumatera Barat yang kemudian menjadi pemimpin Partai Sarekat Islam. Haji Agus Salim adalah tokoh utama menghadapi perpecahan SI Putih - SI Merah. Haji Agus Salim inilah yang mampu mempertahankan serangan SI merah yang dikendalikan Semaun dan Darsono.
Pada tembok di ujung sana ada dokumentasi keluarga H. Samnhudi, yang diapit oleh kedua istrinya. Yang sebelah kiri adalah Suginah istri pertama, dan yang sebelah kanan adalah R. Ngt Marbingah istri kedua. Foto sebelah kiri atas adalah adalah ketika Samanhudi berziarah ke makam HOS Tjokroaminoto, dan di bawahnya adalah saat berziarah ke makam Haji Agus Salim.
Sponsored Link