Museum Kebangkitan Nasional merupakan museum sejarah di Jakarta yang besar dan indah, namun museum ini mungkin merupakan salah satu tempat wisata pendidikan yang paling jarang dikunjungi orang, kecuali barangkali oleh pelajar yang berkunjung karena tugas sekolah.
Bisa jadi karena kurangnya liputan, atau kurangnya membaca tulisan tentang museum, sehingga saya pun baru mengetahui keberadaannya setelah puluhan tahun tinggal di Jakarta, atau bisa karena letak yang memang agak tersembunyi. Papan penanda museum juga tidak membantu, karena cukup sering saya lewat di depan museum tanpa mengenalinya.
Gedungnya mulai dibangun pada tahun 1899, berdiri seluruhnya tahun 1901, dan diresmikan sebagai gedung STOVIA pada bulan Maret 1902. STOVIA merupakan perkembangan dari Sekolah Dokter Djawa yang lokasinya saat itu berada di dekat Rumah Sakit Militer Weltevreden (sekarang RSPAD Gatot Subroto).
Atas gagasan Dokter H.F. Roll yang adalah Direktur Sekolah Dokter Djawa waktu itu, maka kualitas pendidikan kedokterannya di tingkatkan sehingga bisa disetarakan dengan pendidikan Kedokteran yang ada di Belanda.
Sekolah yang semula hanya diperuntukkan bagi orang Jawa itu kemudian dibuka bagi semua orang, baik dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan daerah lainnya di Hindia Belanda, nama Indonesia waktu itu. Sedangkan lama pendidikan yang semula hanya tiga tahun ditingkatkan menjadi 9 sampai 10 tahun.
Gedung STOVIA lama sejak tahun 1926 hingga tahun 1942 dipakai untuk pendidikan MULO (SMP), AMS (SMA) dan Sekolah Asisten Apoteker. Pada tahun 1942 sampai 1945, pemerintah pendudukan Jepang menggunakan gedung itu sebagai tempat untuk menampung tentara Belanda yang ditawan oleh mereka.
Setelah proklamasi kemerdekaan hingga tahun 1973, gedungnya dihuni oleh bekas keluarga tentara Belanda dan masyarakat Ambon. Pada tahun 1973, Pemerintah DKI Jakarta memugar gedung Ex-STOVIA itu dan warga yang tinggal di dalam gedung dipindahkan ke komplek perumahan Cengkareng, Jakarta Barat.
Sejak 12 Desember 1983 Gedung Kebangkitan Nasional Ex-STOVIA ditetapkan sebagai “Cagar Budaya”, dan berdasarkan SK Menteri P dan K No.030/0/1984 tanggal 7 Pebruari 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Kebangkitan Nasional, maka Gedung Kebangkitan Nasional Ex-STOVIA dikelola oleh sebuah museum yang diberi nama Museum Kebangkitan Nasional dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. Pada 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan Nasional bertanggung jawab pada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Ruang Pengenalan adalah ruang pendahuluan atau pengantar yang isinya menyajikan informasi secara garis besar tentang ragam koleksi museum serta informasi tentang ruangan-ruangan apa saja yang ada di Museum Kebangkitan Nasional.
Di ruang Museum Kebangkitan Nasional ini ada miniatur kapal Portugis, yang mengingatkan bahwa mereka pernah mengendalikan pasar rempah-rempah pada tahun 1511 dan menancapkan kaki di Ternate pada tahun 1512, meski mendapatkan perlawanan sengit dari pusat kekuasaan di Aceh, Melayu, Jawa, Makassar, dan Maluku.
Koleksi sejumlah contoh rempah-rempah asli Nusantara juga ada, yang pada masanya merupakan sumber kekayaan sangat berharga yang lalu menjadi kutukan bagi penduduk negeri ini. Sama seperti yang menimpa pada hampir semua sumber kekayaan di banyak tempat lain di dunia.
Namun bangsa-bangsa asing yang kemudian menjajah negeri ini tentu bukan mencari rempah semata. Mereka mengincar sumber kekayaan alam dan tambang yang berlimpah di negeri cincin api ini. Negeri yang diberkahi dengan begitu banyak gunung berapi memang menjadikannya sebagai negeri dengan potensi bencana alam besar, namun sekaligus juga potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa.
Salah satu koleksi yang menarik di ruangan ini berupa salinan lukisan tua tentara Pangeran Diponegoro yang tengah melakukan latihan keprajuritan. Perang Diponegoro adalah perang terbesar di Jawa yang berlangsung di hampir seluruh wilayah, sehingga disebut juga Perang Jawa. Perang tahun 1825-1830 itu menelan korban 200.000 jiwa rakyat Jawa, 7.000 pribumi lain, dan 8.000 serdadu Belanda.
Penangkapan Pangeran Diponegoro pada 1830 mengakhiri Perang Jawa. Sang pangeran dibuang ke Manado, lalu dipindahkan ke Fort Rotterdam, sedangkan Kyai Mojo dibuang ke Minahasa. Makam Pangeran Diponegoro karenanya ada di Makassar. Yang mungkin tidak banyak diketahui adalah bahwa keturunan Diponegoro dilarang masuk ke Keraton Yogyakarta karena dianggap keturunan pemberontak, sampai Sri Sultan Hamengkubuwono IX mencabut larangan itu.
Ruang-ruang lain di Museum Kebangkitan Nasional difungsikan sebagai ruang pendukung, diantaranya adalah Ruang Memorial Budi Utomo yang di masa STOVIA dipakai sebagai tempat praktek anatomi, dan sekarang dipasang instalasi yang menggambarkan pada saat pendirian Budi Utomo oleh pelajar-pelajar STOVIA tanggal 20 Mei 1908.
Di ruangan ini dipajang patung-patung para pendiri Perkumpulan Budi Utomo yang semuanya berjumlah 9 orang, berupa patung sebatas dada yang dibuat dari bahan perunggu. Oleh sebab dulunya merupakan ruang anatomi, maka di ruangan ini dipajang kerangka manusia, tempat tidur, kursi, dan perlengkapan lainnya.
Patung R. Soetomo sendiri sudah saya jumpai di dekat pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional arah ke sebelah kiri. Soetomo lahir di desa Ngepeh, Nganjuk, Jawa Timur pada 30 Juli 1888, dan lulus STOVIA pada 11 April 1911. Ia adalah salah satu pendiri dan ketua pertama Boedi Oetomo, organisasi pemuda modern pertama di Indonesia yang berdiri pada 20 Mei 1908.
Beberapa langkah dari tempat itu ada patung Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889 - 28 April 1959) atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Nama Ki Hajar Dewantara digunakannya saat berusia 40 tahun sesuai penanggalan Jawa, yang membuatnya merasa bebas untuk dekat dengan semua orang. Tanggal lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional mengingat sumbangannya yang besar terhadap kemajuan pendidikan bangsa.
Berdirinya Budi Utomo menjadi pemicu berdirinya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Dagang Islam, Indishe Partji, Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging), Muhammadiyah, dan organisasi pemuda pelajar seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa dan lain-lain. Oleh sebab Budi Utomo merupakan perintis berdirinya organsasi pergerakan, maka tanggal berdirinya ditetapkan pemerintah sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Di Museum Kebangkitan Nasional ada pula Ruang Peragaan Persidangan Pembelaan Dr. H.F. Roll yang menggambarkan kejadian saat berlangsungnya persidangan dosen STOVIA yang merupakan reaksi para pengajar STOVIA terhadap berdirinya Budi Utomo oleh R. Soetomo dan kawan-kawan.
Kemudian ada Ruang Peragaan Kelas STOVIA yang pada masa itu dipergunakan sebagai tempat untuk perkuliahan. Menariknya, instalasi seukuran manusia sebenarnya di ruangan-ruangan itu memperlihatkan para pelajar STOVIA mengenakan pakaian tradisional.
Jika saja sekolah dan perguruan tinggi sekarang ini memperbolehkan atau bahkan mendorong siswanya untuk menggunakan pakaian tradisional ketika mengikuti pelajaran di kelas, terutama di perguruan tinggi, tentu akan menarik. Jangan sampai para mahasiswa justru memakai pakaian yang bukan berasal dari akar budayanya sendiri, sehingga kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Selanjutnya ada Ruang Peragaan Kelas Kartini yang menggambarkan Raden Ajeng Kartini sedang mengawasi murid-muridnya yang belajar di pendopo rumah ayahnya di Jepara. Kartini (1879-1904) telah menjadi simbol bagi wanita Indonesia untuk berjuang mendapatkan pendidikan lebih baik, dan untuk mendapatkan kesetaraan hak.
R.A. Kartini muncul sebagai pelopor kaum wanita dan apa yang diperjuangkannya merupakan bagian penting dalam perjuangan emansipasi wanita. Tanggal lahirnya, 21 April, telah diresmikan menjadi Hari Kartini. Museum Kartini Jepara menyimpan sejumlah peninggalan sosok wanita inspiratif yang wafat di usia masih sangat muda ini.
Di sebuah dinding sayang melihat pajangan foto Raden Mas Tjipto Adi Suryo yang dikenal sebagai jurnalis pelopor bagi pers Indonesia. Pramudya Ananta Toer, terinspirasi oleh RM Tjipto Adi Suryo, membangun cerita dalam karya terkenalnya Buru Kuartet di sekitar tokoh ini.
Selain itu ada patung Maria Josephine Catherine Maramis (1872 - 1924) atau Maria Walanda Maramis, seorang pahlawan nasional yang sangat besar jasa-jasanya dalam mendidik wanita Indonesia. Ia lahir di Kema, sebuah kota kecil di Minahasa, Sulawesi Utara. Maria Walanda Maramis selalu menanamkan jiwa kebangsaan dan menganjurkan murid-muridnya untuk memakai pakaian nasional.
Museum Kebangkitan Nasional merupakan tempat yang baik yang perlu kunjungi bersama keluarga agar mendapatkan pemahaman dan pembelajaran yang lebih baik tentang para tokoh dan peristiwa yang terjadi dalam masa pergerakan nasional.
Patung R. Soetomo di area pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional.
Instalasi para pelajar STOVIA yang sedang mengikuti kuliah dengan pakaian tradisionalnya.
Raden Ajeng Kartini dengan murid-murid di pendopo rumahnya di Jepara.
Propaganda Studiefonds yang dilakukan oleh Dr Wahidin Sudirohusodo.
Berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Area museum tentang peristiwa bersejarah sebelum pergerakan nasional.
Mata uang Hindia Belanda.
Sejarah imperialisme Eropa
Koleksi rempah.
Miniatur kapal Portugis di Museum Kebangkitan Nasional.
Koleksi rempah di Museum Kebangkitan Nasional, diantaranya adalah kayu manis (Glycyrrhiza glabra), adas (Foeniculum vulgare), pala (Myristica fragrans), lada (Piper nigrum), dan cengkeh (Eugenia caryophyllata).
Sejarah kolonialisme Belanda di wilayah Nusantara. Dimulai dengan pelayaran VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yaitu Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602 yang kemudian memonopoli aktivitas perdagangan di Asia.
Kapal Portugis dan poster sejarah imperialisme Eropa di Asia.
Pertempuran sengit antara rakyat Gowa melawan VOC di sekitar benteng Sombaopu.
Pasukan Pangeran Diponegoro sedang berlatih gelar peperangan.
Pejuang Aceh dihukum gantung oleh pemerintahan kolonial. Hukum gantung di muka umum seperti ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa takut dan agar semangat perlawanan rakyat menjadi kendor.
Pelanggaran perjanjian antara Inggris dan Belanda, oleh Belanda, yang mestinya tidak boleh mengganggu Aceh. Namun belakangan Inggris malah memberi kebebasan bagi Belanda untuk menguasai seluruh wilayah Pulau Sumatera, termasuk Aceh.
Pemicu meletusnya Perang Diponegoro, dan tipu licik Belanda.
Sejarah pergolakan di Sulawesi Selatan dan Kepulauan Maluku karena ketamakan Belanda dengan memanfaatkan perseteruan diantara penguasa lokal.
Jubah Sultan Thaha Syaifudin (1816 - 1904). Nama kecilnya adalah Thahaningktar. Setelah naik tahta dan menggunakan gelar Sultan Thaha Syaifudin, ia tak mau melanjutkan perjanjian dengan kompeni, sehingga mendapat ancaman dan serangan armada Belanda. Dengan dukungan rakyat Jambi dan strategi perang yang baik, beliau sanggup melakukan perlawanan dan tak bisa ditangkap sampai wafat pada 26 April 1904 dan dimakamkan di Muaro Tebo, Jambi.
Cut Nyak Dien (1850-1908). Ia terjun langsung di medan pertempuran melawan Belanda. Suaminya tewas pada 1899, dan ia ditangkap pada 1906 lalu dibuang ke Kutaraja, selanjutnya dipindah ke Sumedang hingga wafatnya pada 6 November 1908.
Di sebelahnya adalah Martha Christina Tiahahu (1801-1818) yang mendapat predikat Mutiara dari Nusa Laut. Di sebelahnya lagi adalah Nyi Ageng Serang (1752-1828), yang pada saat Perang Diponegoro dan diangkat sebagai penasehat perang beliau sudah berusia 73 tahun. Atas anjuran beliau, pasukan Diponegoro memakai Daun Lumbu sebagai penyamaran dalam pertempuran.
Miniatur kapal layar VOC Belanda, dan sebuah miniatur meriam kecil di sebelahnya. Di belakang ada lukisan perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah.
Senjata tajam tradisional yang digunakan melawan penjajah. Ketinggalan dalam teknologi persenjataan, dan pertentangan sesama anak bangsa, membuat kerajaan-kerajaan di nusantara akhirnya bisa takluk pada penjajah.
Lorong selasar dan taman yang di tengah gedung Museum Kebangkitan Nasional. Sebuah monumen didirikan di tengah taman, dengan dua tangan saling berpegangan lambang persatuan.
Miniatur Pinisi, perahu layar suku Bugis dan suku Makassar, dari Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Kapal ini umumnya memiliki dua layar utama yang melambangkan 2 kalimat syahadat, dan tujuh buah layar yang melambangkan tujuh samudera besar.
Sebuah kelas STOVIA yang dibuat mirip aslinya. Bangku-bangku seperti ini masih dijumpai pada tahun 70-an.
Kelas Kartini di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Usaha Kartini yang pertama adalah mendirikan kelas di serambi pendopo Kabupaten Jepara yang pelajarannya dilakukan sebanyak 4 kali dalam seminggu.
Patung dada Ki Hajar Dewantara (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat), aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, penulis kolom, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Pengajaran pada era kabinet Revolusi Nasional Indonesia.
Maria Walanda Maramis dan perjuangannya. Ia adalah pendiri Percintaan Ibu Kepada Anak Keturunannya (PIKAT), sebua organisasi wanita pertama di Sulawesi Utara. Gagasannya ia tulis di surat kebar "Tjahaja Siang". Di Sekolah Rumah Tangga yang didirikannya, ia menanamkan rasa kebangsaan pada muridnya, dan menganjurkan mereka untuk memakai kebaya. Beliau wafat pada 22 April 1924.
Para tokoh pendidik dan pejuang dan foto dokumentasi lainnya.
Medan Prijaji, koran pertama penyuluh semangat kebangsaan dengan tokoh pengasuhnya yaitu Raden Mas Tirto Adhi Suryo (RM Djoko Mono).
Riwayat koran Medan Prijaji (Priyayi), pelopor pers nasional yang terbit pertama kali pada Januari 1907 untuk menyuarakan keinginan bangsa untuk merdeka.
Studiefonds atau dana pendidikan yang digagas dan diwujudkan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Suasana pertemuan pergerakan Boedi Oetomo.
Lorong di sayap sebelah kiri gedung Kebangkitan Nasional, yang menyimpan patung dada dan sejumlah dokumentasi foto.
Sejumlah tokoh pergerakan, diantaranya RM Suryo Suparto (Mangku Negoro) yang berkumis melengkung ke atas.
Tiga Serangkai, yaitu RM Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), DR E.F.E Douwes Dekker (DR Setia Budhi Danudirdja), dan DR Tjipto Mangun Kusumo, pendiri Indische Partij pada tahun 1912 di Bandung.
Satiman Wiryosanjoyo, ketua dan salah satu pendiri Tri Koro Dharmo yang merupakan organisasi bersifat kedaerahan pertama di Indonesia. Tri Koro Dharmo berdiri di STOVIA pada 17 Maret 1915, dan kemudian berubah menjadi Jong Java pada tahun 1917.
Dr. Sutomo, lulusan STOVIA dan pemimpin berdirinya perkumpulan Budi Utomo. Di Surabaya ia memimpin harian Penyebar Semangat. Pada 1935 Budi Utomo bergabung dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) dan berganti nama menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya).
Patung dada Bung Karno, teks Pidato Proklamasi Bung Karno pada dinding, dan foto Bung Karno - Bung Hatta pada dinding sebelah kanan.
Teks pidato proklamasi yang diucapkan Bung Karno pada 17 Agustus 1945.
Ruangan belajar yang ada sejak jaman STOVIA yang hingga kini dipertahankan dan dijaga agar menyerupai kondisi sewaktu jaman kolonial dulu.
Ruang belajar STOVIA di Museum Kebangkitan Nasional. Tokoh-tokohnya dibuat patung dada dan diletakkan berjejer di ujung depan ruang kelas.
Pandangan yang mengarah ke pintu masuk ke ruang belajar. Di tengah ruangan terdapat tengkorak manusia yang digunakan sebagai salah satu bahan pengajaran. Lukisan Ki Wahidin tampak dipasang di ujung depan ruangan.
Poster tentang koran Medan Prijaji lainnya, yang tampaknya dibuat dalam rangka peringatan Seabad Pers Kebangsaan, dari 1907 - 2007.
Pandangan lain pada halaman tengah Museum Kebangkitan Nasional yang memberi suasana sejuk dan segar di mata.
Tulisan pada monumen di halaman tengah museum, : "1851 - 1976, Peringatan 125 tahun Pendidikan Dokter di Indonesia. Diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto pada 10 November 1976".
Monumen Peringatan 125 tahun Pendidikan Dokter di Indonesia.
Tampak depan gedung peninggalan dari jaman kolonial yang kini digunakan sebagai tempat bagi Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Selama masa pendudukan Jepang, gedung bekas STOVIA ini dipergunakan oleh bala tentara Jepang sebagai tempat tahanan bagi tentara Belanda yang tertangkap selama operasi militer.
Bisa jadi karena kurangnya liputan, atau kurangnya membaca tulisan tentang museum, sehingga saya pun baru mengetahui keberadaannya setelah puluhan tahun tinggal di Jakarta, atau bisa karena letak yang memang agak tersembunyi. Papan penanda museum juga tidak membantu, karena cukup sering saya lewat di depan museum tanpa mengenalinya.
Sejarah Museum Kebangkitan Nasional
Lokasi Museum Kebangkitan Nasional terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 26, dekat Pasar Senen, Jakarta Pusat. Bangunannya yang luasnya 5.294 m2, di atas tanah seluas 15.742 m2, sering disebut Gedung Kebangkitan Nasional - Ex STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau Sekolah Kedokteran Bumi Putra).Gedungnya mulai dibangun pada tahun 1899, berdiri seluruhnya tahun 1901, dan diresmikan sebagai gedung STOVIA pada bulan Maret 1902. STOVIA merupakan perkembangan dari Sekolah Dokter Djawa yang lokasinya saat itu berada di dekat Rumah Sakit Militer Weltevreden (sekarang RSPAD Gatot Subroto).
Atas gagasan Dokter H.F. Roll yang adalah Direktur Sekolah Dokter Djawa waktu itu, maka kualitas pendidikan kedokterannya di tingkatkan sehingga bisa disetarakan dengan pendidikan Kedokteran yang ada di Belanda.
Sekolah yang semula hanya diperuntukkan bagi orang Jawa itu kemudian dibuka bagi semua orang, baik dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan daerah lainnya di Hindia Belanda, nama Indonesia waktu itu. Sedangkan lama pendidikan yang semula hanya tiga tahun ditingkatkan menjadi 9 sampai 10 tahun.
STOVIA Pindah ke Salemba
Selain dipakai sebagai tempat pendidikan kedokteran, gedungnya juga digunakan untuk asrama pelajar STOVIA yang berlangsung dari tahun 1902 hingga tahun 1925. Karena perkembangannya yang semakin pesat membuat bangunan lama menjadi tidak memadai lagi, sehingga pada tahun 1925 pendidikan STOVIA dipindahkan ke Jalan Salemba No.6 yang sekarang dipakai oleh FK-UI dan merupakan cikal bakal Universitas Indonesia.Gedung STOVIA lama sejak tahun 1926 hingga tahun 1942 dipakai untuk pendidikan MULO (SMP), AMS (SMA) dan Sekolah Asisten Apoteker. Pada tahun 1942 sampai 1945, pemerintah pendudukan Jepang menggunakan gedung itu sebagai tempat untuk menampung tentara Belanda yang ditawan oleh mereka.
Setelah proklamasi kemerdekaan hingga tahun 1973, gedungnya dihuni oleh bekas keluarga tentara Belanda dan masyarakat Ambon. Pada tahun 1973, Pemerintah DKI Jakarta memugar gedung Ex-STOVIA itu dan warga yang tinggal di dalam gedung dipindahkan ke komplek perumahan Cengkareng, Jakarta Barat.
Berdirinya Museum Kebangkitan Nasional
Pada tanggal 20 Mei 1974 Presiden Soeharto meresmikannya sebagai gedung bersejarah dengan nama Gedung Kebangkitan Nasional dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Namun pada tanggal 27 September 1982, pengelolaan Gedung Kebangkitan Nasional Ex-STOVIA itu dialihkan ke pemerintah pusat yang diwakili oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Sejak 12 Desember 1983 Gedung Kebangkitan Nasional Ex-STOVIA ditetapkan sebagai “Cagar Budaya”, dan berdasarkan SK Menteri P dan K No.030/0/1984 tanggal 7 Pebruari 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Kebangkitan Nasional, maka Gedung Kebangkitan Nasional Ex-STOVIA dikelola oleh sebuah museum yang diberi nama Museum Kebangkitan Nasional dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. Pada 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan Nasional bertanggung jawab pada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Koleksi Museum Kebangkitan Nasional
Koleksi museum merupakan benda-benda sejarah yang umumnya berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional Indonesia, yang dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu Ruang Pengenalan, Ruang Sebelum Pergerakan Nasional, Ruang Awal Kesadaran Nasional, dan Ruang Pergerakan Nasional.Ruang Pengenalan adalah ruang pendahuluan atau pengantar yang isinya menyajikan informasi secara garis besar tentang ragam koleksi museum serta informasi tentang ruangan-ruangan apa saja yang ada di Museum Kebangkitan Nasional.
Ruang Sebelum Pergerakan Nasional
Di dalam ruang ini disajikan sejumlah koleksi dan informasi yang mencakup kurun waktu sebelum pergerakan nasional, yaitu sejak kedatangan bangsa Eropa di kawasan Nusantara, munculnya imperialisme dan kolonialisme, hingga perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme oleh kerajaan-kerajaan lokal sampai timbulnya kesadaran nasionalDi ruang Museum Kebangkitan Nasional ini ada miniatur kapal Portugis, yang mengingatkan bahwa mereka pernah mengendalikan pasar rempah-rempah pada tahun 1511 dan menancapkan kaki di Ternate pada tahun 1512, meski mendapatkan perlawanan sengit dari pusat kekuasaan di Aceh, Melayu, Jawa, Makassar, dan Maluku.
Koleksi sejumlah contoh rempah-rempah asli Nusantara juga ada, yang pada masanya merupakan sumber kekayaan sangat berharga yang lalu menjadi kutukan bagi penduduk negeri ini. Sama seperti yang menimpa pada hampir semua sumber kekayaan di banyak tempat lain di dunia.
Namun bangsa-bangsa asing yang kemudian menjajah negeri ini tentu bukan mencari rempah semata. Mereka mengincar sumber kekayaan alam dan tambang yang berlimpah di negeri cincin api ini. Negeri yang diberkahi dengan begitu banyak gunung berapi memang menjadikannya sebagai negeri dengan potensi bencana alam besar, namun sekaligus juga potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa.
Salah satu koleksi yang menarik di ruangan ini berupa salinan lukisan tua tentara Pangeran Diponegoro yang tengah melakukan latihan keprajuritan. Perang Diponegoro adalah perang terbesar di Jawa yang berlangsung di hampir seluruh wilayah, sehingga disebut juga Perang Jawa. Perang tahun 1825-1830 itu menelan korban 200.000 jiwa rakyat Jawa, 7.000 pribumi lain, dan 8.000 serdadu Belanda.
Penangkapan Pangeran Diponegoro pada 1830 mengakhiri Perang Jawa. Sang pangeran dibuang ke Manado, lalu dipindahkan ke Fort Rotterdam, sedangkan Kyai Mojo dibuang ke Minahasa. Makam Pangeran Diponegoro karenanya ada di Makassar. Yang mungkin tidak banyak diketahui adalah bahwa keturunan Diponegoro dilarang masuk ke Keraton Yogyakarta karena dianggap keturunan pemberontak, sampai Sri Sultan Hamengkubuwono IX mencabut larangan itu.
Ruang Awal Kesadaran Nasional
Di ruangan ini disajikan informasi, instalasi dan koleksi benda bersejarah yang ada dalam kurun waktu sejak awal kesadaran nasional hingga berdirinya organisasi Boedi Oetomo 1908. Ruang ini merupakan transisi dari ruang sebelum pergerakan nasional ke ruang pergerakan nasional, dengan koleksi terkait dengan pendidikan dan kedokteran. Ada sebuah lukisan di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta yang menggambarkan propaganda Studiefonds oleh Dr Wahidin Sudirohusodo. Dalam usaha menyebarluaskan atau mencari dana bagi para pelajar, ia mendatangi para bangsawan dan kaum cerdik pandai di Pulau Jawa pada tahun 1906-1907. Tujuan yang mulia ini kemudian diperluas jangkauannya yang menjadi cikal bakal lahirnya organisasi Budi Utomo.Ruang Pergerakan Nasional
Di ruang ini disajikan informasi, instalasi, dokumentasi dan benda bersejarah dari mulai berdirinya Boedi Oetomo 1908 sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945. Berdirinya organisasi-organisasi di bidang sosial budaya, politik, ekonomi, pendidikan dan agama merupakan perjuangan bangsa untuk mencapai Indonesia Merdeka.Ruang-ruang lain di Museum Kebangkitan Nasional difungsikan sebagai ruang pendukung, diantaranya adalah Ruang Memorial Budi Utomo yang di masa STOVIA dipakai sebagai tempat praktek anatomi, dan sekarang dipasang instalasi yang menggambarkan pada saat pendirian Budi Utomo oleh pelajar-pelajar STOVIA tanggal 20 Mei 1908.
Di ruangan ini dipajang patung-patung para pendiri Perkumpulan Budi Utomo yang semuanya berjumlah 9 orang, berupa patung sebatas dada yang dibuat dari bahan perunggu. Oleh sebab dulunya merupakan ruang anatomi, maka di ruangan ini dipajang kerangka manusia, tempat tidur, kursi, dan perlengkapan lainnya.
Patung R. Soetomo sendiri sudah saya jumpai di dekat pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional arah ke sebelah kiri. Soetomo lahir di desa Ngepeh, Nganjuk, Jawa Timur pada 30 Juli 1888, dan lulus STOVIA pada 11 April 1911. Ia adalah salah satu pendiri dan ketua pertama Boedi Oetomo, organisasi pemuda modern pertama di Indonesia yang berdiri pada 20 Mei 1908.
Beberapa langkah dari tempat itu ada patung Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889 - 28 April 1959) atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Nama Ki Hajar Dewantara digunakannya saat berusia 40 tahun sesuai penanggalan Jawa, yang membuatnya merasa bebas untuk dekat dengan semua orang. Tanggal lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional mengingat sumbangannya yang besar terhadap kemajuan pendidikan bangsa.
Berdirinya Budi Utomo menjadi pemicu berdirinya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Dagang Islam, Indishe Partji, Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging), Muhammadiyah, dan organisasi pemuda pelajar seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa dan lain-lain. Oleh sebab Budi Utomo merupakan perintis berdirinya organsasi pergerakan, maka tanggal berdirinya ditetapkan pemerintah sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Di Museum Kebangkitan Nasional ada pula Ruang Peragaan Persidangan Pembelaan Dr. H.F. Roll yang menggambarkan kejadian saat berlangsungnya persidangan dosen STOVIA yang merupakan reaksi para pengajar STOVIA terhadap berdirinya Budi Utomo oleh R. Soetomo dan kawan-kawan.
Kemudian ada Ruang Peragaan Kelas STOVIA yang pada masa itu dipergunakan sebagai tempat untuk perkuliahan. Menariknya, instalasi seukuran manusia sebenarnya di ruangan-ruangan itu memperlihatkan para pelajar STOVIA mengenakan pakaian tradisional.
Jika saja sekolah dan perguruan tinggi sekarang ini memperbolehkan atau bahkan mendorong siswanya untuk menggunakan pakaian tradisional ketika mengikuti pelajaran di kelas, terutama di perguruan tinggi, tentu akan menarik. Jangan sampai para mahasiswa justru memakai pakaian yang bukan berasal dari akar budayanya sendiri, sehingga kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Selanjutnya ada Ruang Peragaan Kelas Kartini yang menggambarkan Raden Ajeng Kartini sedang mengawasi murid-muridnya yang belajar di pendopo rumah ayahnya di Jepara. Kartini (1879-1904) telah menjadi simbol bagi wanita Indonesia untuk berjuang mendapatkan pendidikan lebih baik, dan untuk mendapatkan kesetaraan hak.
R.A. Kartini muncul sebagai pelopor kaum wanita dan apa yang diperjuangkannya merupakan bagian penting dalam perjuangan emansipasi wanita. Tanggal lahirnya, 21 April, telah diresmikan menjadi Hari Kartini. Museum Kartini Jepara menyimpan sejumlah peninggalan sosok wanita inspiratif yang wafat di usia masih sangat muda ini.
Di sebuah dinding sayang melihat pajangan foto Raden Mas Tjipto Adi Suryo yang dikenal sebagai jurnalis pelopor bagi pers Indonesia. Pramudya Ananta Toer, terinspirasi oleh RM Tjipto Adi Suryo, membangun cerita dalam karya terkenalnya Buru Kuartet di sekitar tokoh ini.
Selain itu ada patung Maria Josephine Catherine Maramis (1872 - 1924) atau Maria Walanda Maramis, seorang pahlawan nasional yang sangat besar jasa-jasanya dalam mendidik wanita Indonesia. Ia lahir di Kema, sebuah kota kecil di Minahasa, Sulawesi Utara. Maria Walanda Maramis selalu menanamkan jiwa kebangsaan dan menganjurkan murid-muridnya untuk memakai pakaian nasional.
Museum Kebangkitan Nasional merupakan tempat yang baik yang perlu kunjungi bersama keluarga agar mendapatkan pemahaman dan pembelajaran yang lebih baik tentang para tokoh dan peristiwa yang terjadi dalam masa pergerakan nasional.
Patung R. Soetomo di area pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional.
Instalasi para pelajar STOVIA yang sedang mengikuti kuliah dengan pakaian tradisionalnya.
Raden Ajeng Kartini dengan murid-murid di pendopo rumahnya di Jepara.
Propaganda Studiefonds yang dilakukan oleh Dr Wahidin Sudirohusodo.
Berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Area museum tentang peristiwa bersejarah sebelum pergerakan nasional.
Mata uang Hindia Belanda.
Sejarah imperialisme Eropa
Koleksi rempah.
Miniatur kapal Portugis di Museum Kebangkitan Nasional.
Koleksi rempah di Museum Kebangkitan Nasional, diantaranya adalah kayu manis (Glycyrrhiza glabra), adas (Foeniculum vulgare), pala (Myristica fragrans), lada (Piper nigrum), dan cengkeh (Eugenia caryophyllata).
Sejarah kolonialisme Belanda di wilayah Nusantara. Dimulai dengan pelayaran VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yaitu Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602 yang kemudian memonopoli aktivitas perdagangan di Asia.
Kapal Portugis dan poster sejarah imperialisme Eropa di Asia.
Pertempuran sengit antara rakyat Gowa melawan VOC di sekitar benteng Sombaopu.
Pasukan Pangeran Diponegoro sedang berlatih gelar peperangan.
Pejuang Aceh dihukum gantung oleh pemerintahan kolonial. Hukum gantung di muka umum seperti ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa takut dan agar semangat perlawanan rakyat menjadi kendor.
Pelanggaran perjanjian antara Inggris dan Belanda, oleh Belanda, yang mestinya tidak boleh mengganggu Aceh. Namun belakangan Inggris malah memberi kebebasan bagi Belanda untuk menguasai seluruh wilayah Pulau Sumatera, termasuk Aceh.
Pemicu meletusnya Perang Diponegoro, dan tipu licik Belanda.
Sejarah pergolakan di Sulawesi Selatan dan Kepulauan Maluku karena ketamakan Belanda dengan memanfaatkan perseteruan diantara penguasa lokal.
Jubah Sultan Thaha Syaifudin (1816 - 1904). Nama kecilnya adalah Thahaningktar. Setelah naik tahta dan menggunakan gelar Sultan Thaha Syaifudin, ia tak mau melanjutkan perjanjian dengan kompeni, sehingga mendapat ancaman dan serangan armada Belanda. Dengan dukungan rakyat Jambi dan strategi perang yang baik, beliau sanggup melakukan perlawanan dan tak bisa ditangkap sampai wafat pada 26 April 1904 dan dimakamkan di Muaro Tebo, Jambi.
Cut Nyak Dien (1850-1908). Ia terjun langsung di medan pertempuran melawan Belanda. Suaminya tewas pada 1899, dan ia ditangkap pada 1906 lalu dibuang ke Kutaraja, selanjutnya dipindah ke Sumedang hingga wafatnya pada 6 November 1908.
Di sebelahnya adalah Martha Christina Tiahahu (1801-1818) yang mendapat predikat Mutiara dari Nusa Laut. Di sebelahnya lagi adalah Nyi Ageng Serang (1752-1828), yang pada saat Perang Diponegoro dan diangkat sebagai penasehat perang beliau sudah berusia 73 tahun. Atas anjuran beliau, pasukan Diponegoro memakai Daun Lumbu sebagai penyamaran dalam pertempuran.
Miniatur kapal layar VOC Belanda, dan sebuah miniatur meriam kecil di sebelahnya. Di belakang ada lukisan perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah.
Senjata tajam tradisional yang digunakan melawan penjajah. Ketinggalan dalam teknologi persenjataan, dan pertentangan sesama anak bangsa, membuat kerajaan-kerajaan di nusantara akhirnya bisa takluk pada penjajah.
Lorong selasar dan taman yang di tengah gedung Museum Kebangkitan Nasional. Sebuah monumen didirikan di tengah taman, dengan dua tangan saling berpegangan lambang persatuan.
Miniatur Pinisi, perahu layar suku Bugis dan suku Makassar, dari Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Kapal ini umumnya memiliki dua layar utama yang melambangkan 2 kalimat syahadat, dan tujuh buah layar yang melambangkan tujuh samudera besar.
Sebuah kelas STOVIA yang dibuat mirip aslinya. Bangku-bangku seperti ini masih dijumpai pada tahun 70-an.
Kelas Kartini di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Usaha Kartini yang pertama adalah mendirikan kelas di serambi pendopo Kabupaten Jepara yang pelajarannya dilakukan sebanyak 4 kali dalam seminggu.
Patung dada Ki Hajar Dewantara (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat), aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, penulis kolom, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Pengajaran pada era kabinet Revolusi Nasional Indonesia.
Maria Walanda Maramis dan perjuangannya. Ia adalah pendiri Percintaan Ibu Kepada Anak Keturunannya (PIKAT), sebua organisasi wanita pertama di Sulawesi Utara. Gagasannya ia tulis di surat kebar "Tjahaja Siang". Di Sekolah Rumah Tangga yang didirikannya, ia menanamkan rasa kebangsaan pada muridnya, dan menganjurkan mereka untuk memakai kebaya. Beliau wafat pada 22 April 1924.
Para tokoh pendidik dan pejuang dan foto dokumentasi lainnya.
Medan Prijaji, koran pertama penyuluh semangat kebangsaan dengan tokoh pengasuhnya yaitu Raden Mas Tirto Adhi Suryo (RM Djoko Mono).
Riwayat koran Medan Prijaji (Priyayi), pelopor pers nasional yang terbit pertama kali pada Januari 1907 untuk menyuarakan keinginan bangsa untuk merdeka.
Studiefonds atau dana pendidikan yang digagas dan diwujudkan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Suasana pertemuan pergerakan Boedi Oetomo.
Lorong di sayap sebelah kiri gedung Kebangkitan Nasional, yang menyimpan patung dada dan sejumlah dokumentasi foto.
Sejumlah tokoh pergerakan, diantaranya RM Suryo Suparto (Mangku Negoro) yang berkumis melengkung ke atas.
Tiga Serangkai, yaitu RM Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), DR E.F.E Douwes Dekker (DR Setia Budhi Danudirdja), dan DR Tjipto Mangun Kusumo, pendiri Indische Partij pada tahun 1912 di Bandung.
Satiman Wiryosanjoyo, ketua dan salah satu pendiri Tri Koro Dharmo yang merupakan organisasi bersifat kedaerahan pertama di Indonesia. Tri Koro Dharmo berdiri di STOVIA pada 17 Maret 1915, dan kemudian berubah menjadi Jong Java pada tahun 1917.
Dr. Sutomo, lulusan STOVIA dan pemimpin berdirinya perkumpulan Budi Utomo. Di Surabaya ia memimpin harian Penyebar Semangat. Pada 1935 Budi Utomo bergabung dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) dan berganti nama menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya).
Patung dada Bung Karno, teks Pidato Proklamasi Bung Karno pada dinding, dan foto Bung Karno - Bung Hatta pada dinding sebelah kanan.
Teks pidato proklamasi yang diucapkan Bung Karno pada 17 Agustus 1945.
Ruangan belajar yang ada sejak jaman STOVIA yang hingga kini dipertahankan dan dijaga agar menyerupai kondisi sewaktu jaman kolonial dulu.
Ruang belajar STOVIA di Museum Kebangkitan Nasional. Tokoh-tokohnya dibuat patung dada dan diletakkan berjejer di ujung depan ruang kelas.
Pandangan yang mengarah ke pintu masuk ke ruang belajar. Di tengah ruangan terdapat tengkorak manusia yang digunakan sebagai salah satu bahan pengajaran. Lukisan Ki Wahidin tampak dipasang di ujung depan ruangan.
Poster tentang koran Medan Prijaji lainnya, yang tampaknya dibuat dalam rangka peringatan Seabad Pers Kebangsaan, dari 1907 - 2007.
Pandangan lain pada halaman tengah Museum Kebangkitan Nasional yang memberi suasana sejuk dan segar di mata.
Tulisan pada monumen di halaman tengah museum, : "1851 - 1976, Peringatan 125 tahun Pendidikan Dokter di Indonesia. Diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto pada 10 November 1976".
Monumen Peringatan 125 tahun Pendidikan Dokter di Indonesia.
Tampak depan gedung peninggalan dari jaman kolonial yang kini digunakan sebagai tempat bagi Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Selama masa pendudukan Jepang, gedung bekas STOVIA ini dipergunakan oleh bala tentara Jepang sebagai tempat tahanan bagi tentara Belanda yang tertangkap selama operasi militer.
Museum Kebangkitan Nasional
Alamat Museum Kebangkitan Nasional berada di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 26, Jakarta Pusat dengan nomor telepon 021-3847975 Fax. 021-3847975. Lokasi GPS : -6.17844, 106.83819, Waze. Jam buka : Selasa - Jumat: 08.30 - 15.00. Sabtu - Minggu: 08.00 - 14.00. Tutup setiap Senin dan Hari Libur Nasional. Harga tiket masuk (2020): Rp2.000; anak dan rombongan Rp1.000; wisman Rp10.000.Panduan di Jakarta
Hotel di Jakarta Pusat / Hotel Melati di Jakarta Pusat / Nomor Telepon Penting / Peta Wisata Jakarta / Peta Wisata Jakarta Pusat / Rute dan Jadwal Lengkap KRL Commuter Line Jabodetabek / Rute Lengkap TransJakarta / Tempat Wisata di Jakarta / Tempat Wisata di Jakarta Pusat / Trayek Bus Damri Bandara Soekarno - Hatta.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.