Jawa Tengah, Kebumen, Pantai

Pantai Petanahan Kebumen

Pantai Petanahan Kebumen saya kunjungi setelah ke Makam Syekh Anom Sida Karsa yang berjarak sekitar 6 km dari pantai ini. Meskipun keduanya ada di wilayah kecamatan yang sama, namun untuk memastikan kami sempat bertanya arah di sebuah perempatan yang di salah satu pojokannya terdapat dua buah arca Dwarapala berukuran besar. Memasuki area Pantai Petanahan terlihat bundaran kecil, dan kemudian terlihat tugu cukup tinggi yang dikelilingi tembok pendek.

Di dasar tugu terdapat prasasti dengan tulisan yang berbunyi "Monumen Peringatan Dini Tsunami, Kabupaten Kebumen, Diresmikan tanggal 5 September 2007, oleh, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Drs. H. Ali Mufiz MPA". Tanda koma saya tambahkan untuk menandai pergantian baris pada prasasti. Setelah kejadian tsunami yang meluluhlantakkan pantai Selatan Pulau Jawa pada 2006, rupanya pemerintah daerah Kebumen telah melakukan sejumlah langkah untuk menghadapi bahaya mematikan yang datang dari arah laut ini.

Dari tugu kami mengambil jalan ke arah kiri, dan membayar tiket masuk Rp. 3.500 di pos jaga sederhana yang dijaga seorang pria. Sesaat kemudian kami sampai di tempat parkir kendaraan yang cukup luas, yang di tengahnya terdapat beberapa buah bangunan permanen kecil beratap genteng, berdinding separuh. Tak jelas apakah bangunan ini dimaksudkan sebagai tempat berjualan atau tempat berteduh.

pantai petanahan kebumen

Ada pemandangan menarik yang berlangsung selama beberapa waktu di tepian Pantai Petanahan ini. Saat itu dua orang pria tampak memapah seorang pria tua, membuat galian di pasir, dan si pria tua kemudian masuk ke dalam lubang pasir setinggi pinggang itu. Tampaknya si bapak memiliki masalah dengan kesehatan, dan mungkin sedang melakukan ritual untuk ngalap berkah Ratu Kidul bagi kesehatannya.

Di bagian pantai lainnya seorang pria tengah berdiri sendirian di bibir pantai dengan memegang joran atau tongkat pancing. Entah ikan macam apa yang bisa dipancingnya di tepi laut dengan gelombang cukup dahsyat dan terus menerus berkejaran menghajar pantai ini. Posisi berdiri orang itu cukup jauh dari batas atas gelombang yang ditandai dengan warna coklat tua dari pasir yang basah.


Tak banyak orang yang berkunjung ke pantai saat itu, atau tepatnya sangat sedikit, karena memang bukan akhir pekan. Orang yang berada di tepian pantai masih bisa dihitung dengan jari tangan, namun ada cukup banyak yang terlihat duduk-duduk diantara rimbun Pohon Cemara Udang yang keberadaannya benar-benar sangat menolong pejalan, menjadikan pantai ini lebih layak kunjung.

pantai petanahan kebumen

Pada tengah kaki tugu di Pantai Petanahan Kebumen terdapat tengara tulisan yang berbunyi "YONTARLAT ELANG, LA... TARDANUS XX/III 2007, ... BUMEN 2007". Tanda titik-titik itu saya tambahkan karena merupakan huruf-huruf yang telah hilang.

Perahu yang kondisinya masih sangat baik tampak diparkir dengan terbalik cukup jauh dari bibir pantai. Banyak perahu lainnya juga diletakkan di area yang lebih tinggi dari bibir pantai. Saya juga sempat melihat ada jaring ikan dalam kondisi sangat bagus yang digeletakkan di samping perahu dengan begitu saja. Sebuah indikasi keamanan yang bagus.

Bentang Pantai Petanahan Kebumen ini terlihat sangat panjang dengan bibir pantai berlekuk, yang mungkin terbentuk karena hempasan ombak ke tepi pantai yang berbeda-beda tingkat kekuatannya yang terjadi dalam waktu sangat lama. Saat itu tak terlihat sampah yang mengganggu mata, suatu hal yang baik. Entahlah jika banyak pengunjung datang apakah mereka bisa disiplin, dan juga tersedia tempat sampah yang memadai.

Pantai Petanahan memiliki tebing rendah setinggi sekitar satu meter yang memisahkan daerah bibir pantai dengan tempat dimana ada warung terbuka diantara rindang pohon-pohon Cemara Udang. Di salah satu warung terbuka diantara pepohonan itu saya akhirnya tak tahan juga untuk tidak memesan sebutir kelapa muda yang warna hijau serta bentuknya terlihat sangat menggoda.

Ketika sedang duduk di warung itu datang seorang wanita sepuh bercaping menawarkan jajanan yang diletakkanya di atas tampah, sementara di tangan kanannya menjinjing tas anyaman. Saya membeli kacang rebus dua ukuran cangkir darinya. Ibu bernama Ratiyem berparaban Sempret itu usianya 80 tahun, dan sudah mempunyai 2 canggah, namun ia sama sekali tak mengeluh karena masih harus berjualan seperti itu.

Pertemuan dan percakapan pendek itu membuat saya sempat merenung selama beberapa saat. Banyak orang bisa belajar dari Ratiyem yang memilih untuk ngalap berkah dari Yang Mahakuasa dengan berjualan berpanas-panas dan berjalan berkilo-kilo di sepanjang pantai.

Saat itu sudah sekitar jam 10 jelang siang, karenanya tepian pantai menjadi tidak begitu nyaman lagi karena panas matahari yang kering, sehingga sejumlah pengunjung tampak lebih memilih duduk-duduk di bawah rindang Pohon Cemara Udang yang mulai ditanam di tempat ini setahun setelah kejadian tsunami.

Menara pengawas dari kayu menjadi salah satu titik menarik yang ada di tepian pantai. Sayang saya tak melihat ada tangga untuk menuju ke atas sana. Mungkin tangganya hanya dipasang pada waktu akhir pekan saja. Perhatikan tebing pendek yang ada di bawah menara, yang saya kira merupakan batas hempasan ombak ketika air laut tengah pasang.

Beberapa saat kemudian kami kembali ke kendaraan dan menyusur jalan dari parkiran menuju arah ke Barat melewati hutan Cemara Udang yang disebut Hutan Wanagama III dengan luas mencapai 600 hektar. Hutan ini hasil kerja bareng antara Kementerian Kehutanan, Pemda Kebumen serta Fakultas Kehutanan UGM, yang pengerjaanya dimulai pada 2007 dan diresmikan pada 18 Desember 2010. Sebelumnya, Hutan Wanagama I dibuat pertama kali di Gunungkidul, menyusul kemudian dibuat Hutana Wanagama II di Jambi.

Di ujung jalan terdapat sebuah bangunan permanen berbentuk L dengan atap sebagian seng sebagian genteng yang disebut sebagai petilasan Pandan Kuning. Agak ke depan terdapat sebuah sumur, yang terlihat kering di bawah sana ketika saya menengok ke dalam lubangnya. Pintu terkunci, dan tak ada orang di sana. Keberadaan petilasan ini saya ketahui sebelumnya dari penjaga pos ketika membayar tiket.

Petilasan yang dikeramatkan dan menjadi tempet tirakat orang-orang yang masih percaya mistik untuk mendapatkan keinginannya ini terkait kisah seorang wanita bernama Sulastri, anak Citro Kusumo Bupati Pucang Kembar, yang menjadi rebutan dua pria. Namun si wanita akhirnya menikah dengan lelaki pilihan hatinya yang bernama Raden Sujono, anak Demang Wonokusumo.

Pada sebuah kesempatan, pesaingnya yang bernama Joko Puring berhasil menculik Sulastri dan disekap di sekitar Pantai Petanahan (dulu bernama Pantai Karanggadung). Akan tetapi Sulastri tetap setia pada suami yang akhirnya bisa membebaskannya. Warna pandan yang digunakan untuk mengikat Sulsatri konon berubah menjadi kuning ketika dilepaskan oleh suaminya.


Pantai Petanahan Kebumen

Alamat : Desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan, Kebumen. Karcis tiket masuk Rp 3.500. Lokasi GPS : -7.7753, 109.582, Waze. Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Desember 31, 2019.