Cungkup Pesanggrahan Nyi Roro Kidul berada di sisi sebelah kiri pos penjagaan di gerbang dan pembayaran tiket masuk ke Pantai Karangbolong, Kebumen. Tak ada tujuan lain selain hanya memenuhi rasa ingin tahu mengenai apa yang ada di dalamnya oleh sebab saya bukan penggemar mistik. Kami berhenti dan mampir ke tempat ini selama beberapa menit sekembalinya dari kunjungan ke Pantai Karangbolong.
Saya turun dari kendaraan di dekat pintu masuk Pesanggrahan Nyi Roro Kidul yang waktu itu masih digembok. Bambang yang menemani saya berkeliling di Kebumen lalu pergi menuju pos jaga dan meminta bantuan salah satu petugas untuk memberitahu kuncen tentang kedatangan kami. Petugas yang baik hati itu pergi menjemput kuncen dengan motornya.
Sambil menunggu kuncen datang, saya berjalan diantara rimbun pepohonan sambil melihat-lihat bagian depan pesanggrahan yang berupa lapangan sangat luas. Di lapangan ini terdapat sebuah patung berukuran cukup besar, menggambarkan sosok seorang pria bercawat yang tengah mengambil sarang burung walet. Simbol kejayaan bisnis masa lalu yang kini telah pudar.
Tampak depan Pesanggrahan Nyi Roro Kidul dengan gapura candi bentar serta sepasang arca Dwarapala di depannya, dan pagar besi yang digembok di belakangnya. Pada gerbang candi bentar itu terdapat relief sepasang sayap yang indah di masing-masing candi, serta ada pula relief stupa.
Kedua arca Dwarapala digambarkan dengan mata melotot hingga biji matanya keluar, kumis tebal baplang yang naik ke atas di ujungnya, telinga bergiwang, gada di satu tangan sedangkan tangan lainnya menggenggam badan ular. Kepala ularnya tepat di atas kening arca. Satu lutut menyentuh lantai, dan lutut lainnya menyangga tangan.
Rumah kuncen rupanya cukup jauh, sehingga baru beberapa menit kemudian ia datang dengan membonceng motor petugas penjaga pos tiket. Kuncen pesanggrahan ternyata seorang wanita, dengan sorot mata tajam, berusia sekitar 45 tahunan dan masih lumayan menarik. Setelah bersalaman ia membuka pintu pagar dan saya berjalan mengekor di belakangnya untuk masuk ke serambi depan Pesanggrahan Nyi Roro Kidul.
Setelah sekian banyak mengunjungi situs dan tempat yang diantaranya cukup banyak yang dikeramatkan orang, baru kali inilah saya menjumpai ada kuncen seorang wanita. Jika itu berhubungan dengan Ratu Kidul yang juga seorang wanita, namun kedua kuncen Makam Bulupitu yang konon adalah istana gaib adik Nyai Roro Kidul adalah pria dua-duanya.
Sesudah beberapa saat bersahut sapa, saya bisa masuk ke bagian dalam Pesanggrahan Nyi Roro Kidul Kebumen ini setelah Nyi Supariah membukakan kunci pintunya. Ada pintu kecil untuk masuk kamar dimana terdapat tempat tidur, lengkap dengan kasur dan bantal gulingnya, serta ada kain motif parang yang digantung pada tepian kaca ruangan. Tempat yang disediakan untuk sang Nyai.
Jika ada pengunjung datang ke tempat ini, Nyi Supariah yang mengurusnya. Pengunjung yang ingin menginap bertirakat di sini hanya boleh tinggal paling lama 3 hari 3 malam. Namun ada juga tamu yang menginap hanya satu malam. Kebutuhan dan waktu yang tersedia bagi setiap orang memang berbeda-beda, dan pengaturan serta pembatasan tentu dilakukan berdasar pengalaman dan ketersediaan sarana yang ada di Pesanggrahan Nyi Roro Kidul Kebumen.
Nyi Supariah bercerita bahwa di masa jaya bisnis Sarang Burung Walet di Kebumen, di Pesanggrahan Nyi Roro Kidul ini selalu diselenggarakan keramaian tahunan dengan memotong kerbau, menanggap wayang kulit semalam suntuk, topengan, serta kuda lumping. Namun sekarang tidak ada lagi semenjak bisnis sarang burung walet tak lagi mencorong sinarnya seiring menghilangnya burung Walet dari gua-gua di Kebumen.
Pelajaran memang sering sangat pahit jika diterima di ujung, seperti halnya kemunduran kehidupan yang harus ditelan oleh sebab padamnya bisnis sarang burung walet yang sempat sangat fenomenal karena sanggup mengkatrol kehidupan banyak orang di sana dengan cara yang mencengangkan.
Selain lukisan Nyi Roro Kidul yang dibuat oleh pelukis supranatural serta dua buah kendi dan sejumlah persembahan, di dalam ruangan juga ada sebuah patung garuda berukuran besar dengan sayap mengepak, berdiri di atas roda yang bisa menggelinding. Patung itu sepertinya menjadi saksi masa-masa kejayaan usaha sarang burung walet.
Saya sempat memotret Ibu kuncen bernama Nyi Supariah, yang saya katakan kepadanya bahwa wajahnya mirip dengan artis film terkenal Christine Hakim. Ini hal yang normal saja, karena bukan sekali dua orang pernah mengatakan bahwa wajah saya pun mirip dengan orang yang mereka kenal. Meskipun tak persis sama, namun kemungkinan kemiripan dengan orang lain yang tak bersaudara selalu ada, apakah sorot mata, raut muka, hidung, dan sebagainya.
Nyi Supariah mengaku berasal dari Cirebon dan waktu kunjungan saya itu ia sudah jalan 10 tahun bertugas merawat Pesanggrahan Nyi Roro Kidul, menggantikan kuncen sebelumnya di saat bisnis sarang burung Walet di Kebumen mulai redup. Bagaimana pun perlu ada semacam panggilan jiwa untuk mau merawat tempat seperti ini, selain keberanian spiritual.
Diluar bersih-bersih pesanggrahan setiap harinya, seminggu sekali Nyi Supariah mengganti sprei dan kain penutup lainnya yang ada di dalam ruangan ini. Di dalam ruangan itu isinya pakaian yang seluruhnya berjumlah 175 buah, berasal dari pengunjung yang merasa sukses setelah bertirakat di tempat ini. Ada kain parang, ikat wulung, selendang mojang, baju lurik, dan benting putih.
Meskipun sudah tidak ada keramaian tahunan di tempat ini, namun Nyi Supariah masih tetap melakukan ritual lek-lekan (tidak tidur) setiap malam 1 Sura dan membuat acara selamatan seadanya. Meskipun tak dikatakannya, namun acara lek-lekan pada malam 1 Sura ini tampaknya juga dihadiri oleh sejumlah peziarah. Setelah merasa cukup kami meninggalkan tempat ini, dan mengantar Nyi Supariah sampai ke rumahnya yang memang lumayan jauh.
Saya turun dari kendaraan di dekat pintu masuk Pesanggrahan Nyi Roro Kidul yang waktu itu masih digembok. Bambang yang menemani saya berkeliling di Kebumen lalu pergi menuju pos jaga dan meminta bantuan salah satu petugas untuk memberitahu kuncen tentang kedatangan kami. Petugas yang baik hati itu pergi menjemput kuncen dengan motornya.
Sambil menunggu kuncen datang, saya berjalan diantara rimbun pepohonan sambil melihat-lihat bagian depan pesanggrahan yang berupa lapangan sangat luas. Di lapangan ini terdapat sebuah patung berukuran cukup besar, menggambarkan sosok seorang pria bercawat yang tengah mengambil sarang burung walet. Simbol kejayaan bisnis masa lalu yang kini telah pudar.
Tampak depan Pesanggrahan Nyi Roro Kidul dengan gapura candi bentar serta sepasang arca Dwarapala di depannya, dan pagar besi yang digembok di belakangnya. Pada gerbang candi bentar itu terdapat relief sepasang sayap yang indah di masing-masing candi, serta ada pula relief stupa.
Kedua arca Dwarapala digambarkan dengan mata melotot hingga biji matanya keluar, kumis tebal baplang yang naik ke atas di ujungnya, telinga bergiwang, gada di satu tangan sedangkan tangan lainnya menggenggam badan ular. Kepala ularnya tepat di atas kening arca. Satu lutut menyentuh lantai, dan lutut lainnya menyangga tangan.
Rumah kuncen rupanya cukup jauh, sehingga baru beberapa menit kemudian ia datang dengan membonceng motor petugas penjaga pos tiket. Kuncen pesanggrahan ternyata seorang wanita, dengan sorot mata tajam, berusia sekitar 45 tahunan dan masih lumayan menarik. Setelah bersalaman ia membuka pintu pagar dan saya berjalan mengekor di belakangnya untuk masuk ke serambi depan Pesanggrahan Nyi Roro Kidul.
Setelah sekian banyak mengunjungi situs dan tempat yang diantaranya cukup banyak yang dikeramatkan orang, baru kali inilah saya menjumpai ada kuncen seorang wanita. Jika itu berhubungan dengan Ratu Kidul yang juga seorang wanita, namun kedua kuncen Makam Bulupitu yang konon adalah istana gaib adik Nyai Roro Kidul adalah pria dua-duanya.
Sesudah beberapa saat bersahut sapa, saya bisa masuk ke bagian dalam Pesanggrahan Nyi Roro Kidul Kebumen ini setelah Nyi Supariah membukakan kunci pintunya. Ada pintu kecil untuk masuk kamar dimana terdapat tempat tidur, lengkap dengan kasur dan bantal gulingnya, serta ada kain motif parang yang digantung pada tepian kaca ruangan. Tempat yang disediakan untuk sang Nyai.
Jika ada pengunjung datang ke tempat ini, Nyi Supariah yang mengurusnya. Pengunjung yang ingin menginap bertirakat di sini hanya boleh tinggal paling lama 3 hari 3 malam. Namun ada juga tamu yang menginap hanya satu malam. Kebutuhan dan waktu yang tersedia bagi setiap orang memang berbeda-beda, dan pengaturan serta pembatasan tentu dilakukan berdasar pengalaman dan ketersediaan sarana yang ada di Pesanggrahan Nyi Roro Kidul Kebumen.
Nyi Supariah bercerita bahwa di masa jaya bisnis Sarang Burung Walet di Kebumen, di Pesanggrahan Nyi Roro Kidul ini selalu diselenggarakan keramaian tahunan dengan memotong kerbau, menanggap wayang kulit semalam suntuk, topengan, serta kuda lumping. Namun sekarang tidak ada lagi semenjak bisnis sarang burung walet tak lagi mencorong sinarnya seiring menghilangnya burung Walet dari gua-gua di Kebumen.
Pelajaran memang sering sangat pahit jika diterima di ujung, seperti halnya kemunduran kehidupan yang harus ditelan oleh sebab padamnya bisnis sarang burung walet yang sempat sangat fenomenal karena sanggup mengkatrol kehidupan banyak orang di sana dengan cara yang mencengangkan.
Selain lukisan Nyi Roro Kidul yang dibuat oleh pelukis supranatural serta dua buah kendi dan sejumlah persembahan, di dalam ruangan juga ada sebuah patung garuda berukuran besar dengan sayap mengepak, berdiri di atas roda yang bisa menggelinding. Patung itu sepertinya menjadi saksi masa-masa kejayaan usaha sarang burung walet.
Saya sempat memotret Ibu kuncen bernama Nyi Supariah, yang saya katakan kepadanya bahwa wajahnya mirip dengan artis film terkenal Christine Hakim. Ini hal yang normal saja, karena bukan sekali dua orang pernah mengatakan bahwa wajah saya pun mirip dengan orang yang mereka kenal. Meskipun tak persis sama, namun kemungkinan kemiripan dengan orang lain yang tak bersaudara selalu ada, apakah sorot mata, raut muka, hidung, dan sebagainya.
Nyi Supariah mengaku berasal dari Cirebon dan waktu kunjungan saya itu ia sudah jalan 10 tahun bertugas merawat Pesanggrahan Nyi Roro Kidul, menggantikan kuncen sebelumnya di saat bisnis sarang burung Walet di Kebumen mulai redup. Bagaimana pun perlu ada semacam panggilan jiwa untuk mau merawat tempat seperti ini, selain keberanian spiritual.
Diluar bersih-bersih pesanggrahan setiap harinya, seminggu sekali Nyi Supariah mengganti sprei dan kain penutup lainnya yang ada di dalam ruangan ini. Di dalam ruangan itu isinya pakaian yang seluruhnya berjumlah 175 buah, berasal dari pengunjung yang merasa sukses setelah bertirakat di tempat ini. Ada kain parang, ikat wulung, selendang mojang, baju lurik, dan benting putih.
Meskipun sudah tidak ada keramaian tahunan di tempat ini, namun Nyi Supariah masih tetap melakukan ritual lek-lekan (tidak tidur) setiap malam 1 Sura dan membuat acara selamatan seadanya. Meskipun tak dikatakannya, namun acara lek-lekan pada malam 1 Sura ini tampaknya juga dihadiri oleh sejumlah peziarah. Setelah merasa cukup kami meninggalkan tempat ini, dan mengantar Nyi Supariah sampai ke rumahnya yang memang lumayan jauh.
Pesanggrahan Nyi Roro Kidul Kebumen
Alamat : Desa Karangbolong, Kecamatan Buayan, Kebumen. Lokasi GPS : -7.7567, 109.46129, Waze. Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.