TPI Pasir Kebumen adalah salah satu dari sangat sedikit Tempat Pelelangan Ikan yang pernah saya kunjungi dan tulis di catatan perjalanan ini. Mungkin karena ikan laut tak menjadi makanan harian selama puluhan tahun lantaran reaksi alergi kulit, bahkan ikan masih di depan mulut pun kadang kulit sudah gatal.
Namun beberapa bulan terakhir saya lebih sering meminta ada ikan di meja makan. Sekitar 2.8 km dari Pesanggrahan Nyi Roro Kidul arah ke Barat kami belok kiri di pertigaan gedung SDN Pasir . Setelah 900 m berkendara kami sampai di TPI Pasir Kebumen. Halaman TPI Pasir Kebumen lumayan luas, dengan panjang sekitar 50 meter dan lebar 25 meter. Gedung terbuka TPI Pasir-nya sendiri panjangnya sekitar 40 meter dengan lebar 20 meter.
Saat itu sudah lewat tengah hari ketika saya sampai, sehingga suasana di TPI Pasir terlihat tak begitu sibuk. Nelayan mendarat ke Pantai Pasir mulai dari sekitar jam 11 hingga sore hari. Selain Ikan Layur, di TPI Pasir orang juga bisa memperoleh ubur-ubur jika masa panennya tiba. Saat itu ada juga Ikan Tunul (baracuda), Pe (Ikan Pari) Totol, Pe Kodok, Pe Lawet, Lanjam Ginggo, dan ikan lainnya. Namun yang menyedihkan adalah saya melihat ada Ikan Pari kecil yang ditangkap juga.
Suasana yang tertangkap di TPI Pasir Kebumen siang itu. Kesibukan tampak sudah reda, beberapa orang hanya terlihat duduk-duduk di bangku, mungkin menunggu kapal nelayan tersisa yang belum datang untuk menurunkan hasil tangkapan ikannya.
Kotak-kotak stereoform putih digunakan sebagai wadah ikan, sedangkan kotak plastik kuning biasanya dipakai nelayan untuk menyimpan ikan hasil tangkapannya dengan menambahkan es balok. Dua orang tampak berjongkok menata ikan di lantai yang sudah menua dan belang.
Di sebelah kiri yang dibatasai dengan deretan kayu pipih panjang lengkung adalah tempat penimbangan ikan dengan rantai timbangan tradisional yang menggelantung pada blandar. Di ujung sana adalah ruangan yang digunakan sebagai kantor pengelola TPI Pasir.
Ketimbang sepenuhnya berharap pada kemurahan penguasa laut, sudah saatnya pemerintah dan nelayan berpikir untuk melakukan budidaya ikan laut semacam Ikan Layur. Jika pun itu belum bisa dilakukan, penelitian terhadap perilaku ikan sangat penting untuk segera dilakukan, terutama adalah pola kembang biaknya, untuk menjamin agar jumlahnya tidak terus menyusut sampai pada titik yang berbahaya bagi keberlangsungan hidup mereka.
Seorang pria dengan celana nyaris melorot tengah memindahkan ikan layur ke keranjang untuk ditimbang. Jika ikan-ikan sekecil ini sudah ditangkap maka akan sangat jarang bisa ditemui ikan layur sepanjang 2 meter. Kabarnya jumlah Ikan Layur yang bisa ditangkap pun sudah mulai menurun drastis. Ini tentu merupakan akibat penangkapan secara sangat berlebihan tanpa memperhatikan pola kembang biaknya. Para nelayan harus berpikir keberlangsungan hidup ikan itu, tidak dengan cara sesuka hati mengeruknya dari laut.
Oleh orang Jepang Ikan Layur digunakan sebagai sashimi yang dimakan mentah. Tak heran jika orang Jepang ikut kelimpungan saat Menteri Susi Pudjiastuti gencar menggasak pencuri ikan di perairan Indonesia dengan menenggalamkan kapal mereka, yang membuat pasokan ikan ke negeri itu menyusut secara sangat signifikan.
Layur (Trichiurus lepturus) memiliki badan panjang ramping yang bisa mencapai 2 m panjangnya, dengan berat sampai 5 kg dan umurnya bisa sampai 15 tahun. Selain dimakan segar, ikan layur dijadikan ikan asin, juga untuk umpan pancing. Dagingnya terbilang kenyal dan mudah dilepas dari tulangnya.
Seorang pria lainnya tengah menata sejumlah Ikan Layur yang digeletakkan begitu saja di atas lantai gedung TPI Pasir yang terlihat masih kotor. Entah ia tengah menunggu pembeli, atau mungkin juga orang itu adalah pembelinya yang tengah menghitung jumlah ikan yang baru saja dibayarnya.
Jejeran ikan yang diasinkan dan dikeringkan di udara terbuka dengan panas matahari ini adalah sisa-sisa ikan yang tak laku pada saat dilelang di TPI Pasir Kebumen. Mesti suatu saat nanti ada cara lain selain diasinkan agar nelayan bisa mendapat manfaat lebih dari berkah rejeki yang berasal dari perut Laut Selatan ini.
Salah satunya adalah ruang simpang dingin (cold storage) yang telah dianggarkan (waktu itu) Menteri Susi Pudjiastuti. Mestinya TPI Pasir Kebumen menjadi salah satu yang mendapatkannya karena merupakan TPI utama. Akan lebih baik lagi jika ada roda berjalan dari pantai ke TPI untuk mengangkut boks ikan setelah turun dari kapal.
Kebijakan Menteri Susi yang mesti dudukung adalah agar dalam menangkap ikan para nelayan menjaga kelestarian, memperhatikan siklus kembang biak, dan tidak memakai pukat harimau yang bakal menghancurkan kelestarian ikan. Nelayan harus berpikir apa yang mereka akan tinggalkan buat nelayan anak keturunan mereka nanti.
Namun beberapa bulan terakhir saya lebih sering meminta ada ikan di meja makan. Sekitar 2.8 km dari Pesanggrahan Nyi Roro Kidul arah ke Barat kami belok kiri di pertigaan gedung SDN Pasir . Setelah 900 m berkendara kami sampai di TPI Pasir Kebumen. Halaman TPI Pasir Kebumen lumayan luas, dengan panjang sekitar 50 meter dan lebar 25 meter. Gedung terbuka TPI Pasir-nya sendiri panjangnya sekitar 40 meter dengan lebar 20 meter.
Saat itu sudah lewat tengah hari ketika saya sampai, sehingga suasana di TPI Pasir terlihat tak begitu sibuk. Nelayan mendarat ke Pantai Pasir mulai dari sekitar jam 11 hingga sore hari. Selain Ikan Layur, di TPI Pasir orang juga bisa memperoleh ubur-ubur jika masa panennya tiba. Saat itu ada juga Ikan Tunul (baracuda), Pe (Ikan Pari) Totol, Pe Kodok, Pe Lawet, Lanjam Ginggo, dan ikan lainnya. Namun yang menyedihkan adalah saya melihat ada Ikan Pari kecil yang ditangkap juga.
Suasana yang tertangkap di TPI Pasir Kebumen siang itu. Kesibukan tampak sudah reda, beberapa orang hanya terlihat duduk-duduk di bangku, mungkin menunggu kapal nelayan tersisa yang belum datang untuk menurunkan hasil tangkapan ikannya.
Kotak-kotak stereoform putih digunakan sebagai wadah ikan, sedangkan kotak plastik kuning biasanya dipakai nelayan untuk menyimpan ikan hasil tangkapannya dengan menambahkan es balok. Dua orang tampak berjongkok menata ikan di lantai yang sudah menua dan belang.
Di sebelah kiri yang dibatasai dengan deretan kayu pipih panjang lengkung adalah tempat penimbangan ikan dengan rantai timbangan tradisional yang menggelantung pada blandar. Di ujung sana adalah ruangan yang digunakan sebagai kantor pengelola TPI Pasir.
Ketimbang sepenuhnya berharap pada kemurahan penguasa laut, sudah saatnya pemerintah dan nelayan berpikir untuk melakukan budidaya ikan laut semacam Ikan Layur. Jika pun itu belum bisa dilakukan, penelitian terhadap perilaku ikan sangat penting untuk segera dilakukan, terutama adalah pola kembang biaknya, untuk menjamin agar jumlahnya tidak terus menyusut sampai pada titik yang berbahaya bagi keberlangsungan hidup mereka.
Seorang pria dengan celana nyaris melorot tengah memindahkan ikan layur ke keranjang untuk ditimbang. Jika ikan-ikan sekecil ini sudah ditangkap maka akan sangat jarang bisa ditemui ikan layur sepanjang 2 meter. Kabarnya jumlah Ikan Layur yang bisa ditangkap pun sudah mulai menurun drastis. Ini tentu merupakan akibat penangkapan secara sangat berlebihan tanpa memperhatikan pola kembang biaknya. Para nelayan harus berpikir keberlangsungan hidup ikan itu, tidak dengan cara sesuka hati mengeruknya dari laut.
Oleh orang Jepang Ikan Layur digunakan sebagai sashimi yang dimakan mentah. Tak heran jika orang Jepang ikut kelimpungan saat Menteri Susi Pudjiastuti gencar menggasak pencuri ikan di perairan Indonesia dengan menenggalamkan kapal mereka, yang membuat pasokan ikan ke negeri itu menyusut secara sangat signifikan.
Layur (Trichiurus lepturus) memiliki badan panjang ramping yang bisa mencapai 2 m panjangnya, dengan berat sampai 5 kg dan umurnya bisa sampai 15 tahun. Selain dimakan segar, ikan layur dijadikan ikan asin, juga untuk umpan pancing. Dagingnya terbilang kenyal dan mudah dilepas dari tulangnya.
Seorang pria lainnya tengah menata sejumlah Ikan Layur yang digeletakkan begitu saja di atas lantai gedung TPI Pasir yang terlihat masih kotor. Entah ia tengah menunggu pembeli, atau mungkin juga orang itu adalah pembelinya yang tengah menghitung jumlah ikan yang baru saja dibayarnya.
Jejeran ikan yang diasinkan dan dikeringkan di udara terbuka dengan panas matahari ini adalah sisa-sisa ikan yang tak laku pada saat dilelang di TPI Pasir Kebumen. Mesti suatu saat nanti ada cara lain selain diasinkan agar nelayan bisa mendapat manfaat lebih dari berkah rejeki yang berasal dari perut Laut Selatan ini.
Salah satunya adalah ruang simpang dingin (cold storage) yang telah dianggarkan (waktu itu) Menteri Susi Pudjiastuti. Mestinya TPI Pasir Kebumen menjadi salah satu yang mendapatkannya karena merupakan TPI utama. Akan lebih baik lagi jika ada roda berjalan dari pantai ke TPI untuk mengangkut boks ikan setelah turun dari kapal.
Kebijakan Menteri Susi yang mesti dudukung adalah agar dalam menangkap ikan para nelayan menjaga kelestarian, memperhatikan siklus kembang biak, dan tidak memakai pukat harimau yang bakal menghancurkan kelestarian ikan. Nelayan harus berpikir apa yang mereka akan tinggalkan buat nelayan anak keturunan mereka nanti.
TPI Pasir Kebumen
Alamat : Desa Pasir, Pasir Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.7668, 109.43676, Waze. Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.