Situs Prasasti Kubu Rajo Tanah Datar saya kunjungi selepas dari Danau Singkarak. Sebuah kunjungan bonus yang ternyata sangat menyenangkan, karena selain hari sudah mulai sore, saya pun tidak tahu sebelumnya bahwa ada prasasti bersejarah di sekitar wilayah Batusangkar.
Ketika masih di Danau Singkarak, Edi Reflan menawarkan untuk membawa kami menyusur tepian Danau Singkarak menuju Solok, dan masuk ke Kota Sawahlunto dari arah sana. Namun saya menolaknya, dengan pertimbangan jarak dan waktu. Mestinya itu akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, karena bisa menikmati pemandangan Danau Singkarak sepenuhnya, sampai matahari tenggelam.
Dalam perjalanan meninggalkan Danau Singkarak itulah saya meminta Edi Reflan membawa kami ke tempat menarik di sekitar Batusangkar, sebelum kembali ke Sawahlunto dimana kami menginap, dan ia pun kemudian mengarahkan kendaraan menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo ini.
Papan penanda Situs Prasasti Kubu Rajo, yang berada di tepian jalan di Nagari Lima Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Tanah Datar. Kadang ada semacam misteri pada penanda semacam ini, oleh sebab ada orang yang puluhan kali lewat dan melihat penanda ini namun tak pernah tergerak untuk singgah, sementara ada orang datang dari jauh dan tak pernah melihatnya tetiba sudah ada di sana.
Tidak jauh dari penanda di atas ada lagi sebuah papan penanda lainnya yang memberi penjelasan singkat mengenai Situs Prasasti Kubu Rajo I dan II. Tulisan di sana menyebutkan bahwa luas situs ini 2.400 m2. Di sebelah barat terdapat Prasasti Kubu Rajo yang berada di dalam lingkup perlindungan, terbuat dari batuan Sandstone atau batu pasir berukuran 1,08x30x10 cm, dan batu prasasti terlihat disambung.
Meskipun tulisannya sudah aus namun masih bisa dibaca yang isi pokoknya adalah tentang anak Adyawarman yang bernama Adityawarman sebagai raja Tanah Emas (Sumatera). Di sisi Timur ada Prasasti Kubu Rajo II dengan batu berpahat Kura-Kura, batu berpahat Bunga Matahari, dan Lumpang Batu.
Ketika masuk ke dalam kawasan situs, saya berbelok ke kiri terlebih dahulu, menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo I, melalui jalanan berundak berlumut, melintasi sebuah pohon beringin yang sangat besar dan terlihat tua. Sulur-sulur pohon beringin itu terlihat cukup menyeramkan, terutama menjelang petang hari. Situs Prasasti Kubu Rajo ini memang terkesan angker.
Kesan angker ini diperkuat dengan adanya beberapa makam tua di sepanjang tepi lintasan jalan menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo I yang berada di dalam sebuah cungkup beratap gonjong dan terlihat mulai menua.
Situs Prasasti Kubu Rajo I ditemukan pada tahun 1877 dan didaftarkan oleh N.J. Krom dalam "Inventaris der Oudheden in de Padangsche Bovenlanden" (OV 1912:41). Prasasti ini merupakan peninggalan Adityawarman, ditulis dengan huruf Jawa Kuno dalam bahasa Sanskerta, dan terdiri atas 16 baris, yaitu:
Om mamia viragara
Advayavarmma
mputra Kanaka
medinindra
sukrta a vila
bdha kusalaprasa
//dhru//maitri karu
na a mudita u
peksa a//yacakka
janakalpatarurupa
mmadana//a??adi
tyavarmma mbhupa kulisa
dharavangsa/o/pra
tiksa avatara
srilokesvara
deva//mai(tra)
yang ditafsirkan:
Om mamia viragara (sapaan dalam agama Budha),
Dengan ikhlas Putra Adwayawarman,
penguasa bumi emas;
Dia yang telah menerima hasil dari jasanya;
Yang teguh dan penuh dengan belas kasih,
yang sabar dan menenangkan;
Yang murah hati bagaikan kalpataru yang memenuhi semua keinginan;
Adityawarman raja dari keluarga Indra;
Reinkarnasi dari Sri Lokeswara;
Dewa yang penuh cinta kasih.
Batu Prasasti Kubu Rajo I ini sempat hilang pada 1987, namun bisa ditemukan kembali setahun kemudian. Batu tegak di sebelah kiri prasasti terlihat seperti sebuah lingga.
Beberapa saat kemudian saya melangkah menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo II, yang berada di sebelah kanan pintu masuk ke kompleks situs, dan juga disimpan di bawah bangunan beratap gonjong.
Prasasti Kubu Rajo II juga disebut juga Prasasti Surya oleh karena hurufnya dipahat di sekeliling pahatan berbentuk matahari yang dibuat di tengah batu. Pahatan matahari ini dilengkapi pahatan empat persegi di dalam lingkaran, dan empat bajra (kilat) di luar lingkaran.
Prasasti ini ditulis pada permukaan batu andesit hitam keabuan, dengan huruf Jawa Kuno berbahasa campuran Jawa Kuno dan Sanskerta, tinggi 145 cm, lebar 93 cm, dan tebal 84 cm. Tulisan di kiri, kanan dan bawah lingkaran sudah aus, sedangkan tulisan di atas lingkaran masih cukup baik, namun tidak cukup untuk menangkap arti keseluruhan prasasti ini.
Kata yang masih bisa dibaca adalah "rama" (ketua desa, bisa berarti lain bergantung konteks), "puri" dan "sthana" (peristirahatan di istana), dan "srima" (penggalan kata sri maharaja). Tulisan lainnya tidak bisa dibaca lagi. Sayangnya prasasti ini tidak berangka tahun, namun diperkirakan juga dari masa Adityawarman, berdasarkan perbandingan paleografis dengan prasasti lain yang berangka tahun, serta dua buah batu di kiri kanannya yang berunsur candra sangkala.
Batu Kura-Kura yang berada di sebelah kanan Prasasti Kubu Rajo II dilukis dengan kepala di bawah, berbadan segi enam, lingkaran di tengah badan, ekor di atas, dan dua garis lengkung mengapit ekor. Lingkaran di tengah melambangkan surya yang bernilai 12, badannya bernilai 6, dan kepalanya bernilai 1, sehingga tersusun angka 1261 Saka, atau 1339 M, yang merupakan angka tahun tertua dari semua prasasti Adityawarman. Prasasti Adityawarman yang dipahatkan pada Arca Manjusri di Candi Jago, Jawa Timur, berangka tahun 1343 M.
Sedangkan batu bertanda bunga matahari yang berada di sebelah kiri Prasasti Kubu Rajo II melambangkan angka 12, ada tujuh helai daun bernilai 7, dan tiga kuncup bunga bernilai 3, sehingga tersusun angka 1273 Saka, atau 1351 M.
Ketika Kern mempublikasikasikan penemuan prasasti ini pada 1913, ia beranggapan bahwa prasasti itu berasal dari "Kubur Raja" sehingga ia menyimpulan bahwa prasasti itu adalah nisan Adityawarman. Kesalahannya diperbaiki oleh F.D.K. Bosch dalam "Laporan Arkeologi 1930" hal. 150, yang menyimpulkan bahwa prasasti itu adalah prasasti di Kubu (benteng, bahasa Minangkabau) Raja.
Ketika masih di Danau Singkarak, Edi Reflan menawarkan untuk membawa kami menyusur tepian Danau Singkarak menuju Solok, dan masuk ke Kota Sawahlunto dari arah sana. Namun saya menolaknya, dengan pertimbangan jarak dan waktu. Mestinya itu akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, karena bisa menikmati pemandangan Danau Singkarak sepenuhnya, sampai matahari tenggelam.
Dalam perjalanan meninggalkan Danau Singkarak itulah saya meminta Edi Reflan membawa kami ke tempat menarik di sekitar Batusangkar, sebelum kembali ke Sawahlunto dimana kami menginap, dan ia pun kemudian mengarahkan kendaraan menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo ini.
Papan penanda Situs Prasasti Kubu Rajo, yang berada di tepian jalan di Nagari Lima Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Tanah Datar. Kadang ada semacam misteri pada penanda semacam ini, oleh sebab ada orang yang puluhan kali lewat dan melihat penanda ini namun tak pernah tergerak untuk singgah, sementara ada orang datang dari jauh dan tak pernah melihatnya tetiba sudah ada di sana.
Tidak jauh dari penanda di atas ada lagi sebuah papan penanda lainnya yang memberi penjelasan singkat mengenai Situs Prasasti Kubu Rajo I dan II. Tulisan di sana menyebutkan bahwa luas situs ini 2.400 m2. Di sebelah barat terdapat Prasasti Kubu Rajo yang berada di dalam lingkup perlindungan, terbuat dari batuan Sandstone atau batu pasir berukuran 1,08x30x10 cm, dan batu prasasti terlihat disambung.
Meskipun tulisannya sudah aus namun masih bisa dibaca yang isi pokoknya adalah tentang anak Adyawarman yang bernama Adityawarman sebagai raja Tanah Emas (Sumatera). Di sisi Timur ada Prasasti Kubu Rajo II dengan batu berpahat Kura-Kura, batu berpahat Bunga Matahari, dan Lumpang Batu.
Ketika masuk ke dalam kawasan situs, saya berbelok ke kiri terlebih dahulu, menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo I, melalui jalanan berundak berlumut, melintasi sebuah pohon beringin yang sangat besar dan terlihat tua. Sulur-sulur pohon beringin itu terlihat cukup menyeramkan, terutama menjelang petang hari. Situs Prasasti Kubu Rajo ini memang terkesan angker.
Kesan angker ini diperkuat dengan adanya beberapa makam tua di sepanjang tepi lintasan jalan menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo I yang berada di dalam sebuah cungkup beratap gonjong dan terlihat mulai menua.
Situs Prasasti Kubu Rajo I ditemukan pada tahun 1877 dan didaftarkan oleh N.J. Krom dalam "Inventaris der Oudheden in de Padangsche Bovenlanden" (OV 1912:41). Prasasti ini merupakan peninggalan Adityawarman, ditulis dengan huruf Jawa Kuno dalam bahasa Sanskerta, dan terdiri atas 16 baris, yaitu:
Om mamia viragara
Advayavarmma
mputra Kanaka
medinindra
sukrta a vila
bdha kusalaprasa
//dhru//maitri karu
na a mudita u
peksa a//yacakka
janakalpatarurupa
mmadana//a??adi
tyavarmma mbhupa kulisa
dharavangsa/o/pra
tiksa avatara
srilokesvara
deva//mai(tra)
yang ditafsirkan:
Om mamia viragara (sapaan dalam agama Budha),
Dengan ikhlas Putra Adwayawarman,
penguasa bumi emas;
Dia yang telah menerima hasil dari jasanya;
Yang teguh dan penuh dengan belas kasih,
yang sabar dan menenangkan;
Yang murah hati bagaikan kalpataru yang memenuhi semua keinginan;
Adityawarman raja dari keluarga Indra;
Reinkarnasi dari Sri Lokeswara;
Dewa yang penuh cinta kasih.
Batu Prasasti Kubu Rajo I ini sempat hilang pada 1987, namun bisa ditemukan kembali setahun kemudian. Batu tegak di sebelah kiri prasasti terlihat seperti sebuah lingga.
Beberapa saat kemudian saya melangkah menuju ke Situs Prasasti Kubu Rajo II, yang berada di sebelah kanan pintu masuk ke kompleks situs, dan juga disimpan di bawah bangunan beratap gonjong.
Prasasti Kubu Rajo II juga disebut juga Prasasti Surya oleh karena hurufnya dipahat di sekeliling pahatan berbentuk matahari yang dibuat di tengah batu. Pahatan matahari ini dilengkapi pahatan empat persegi di dalam lingkaran, dan empat bajra (kilat) di luar lingkaran.
Prasasti ini ditulis pada permukaan batu andesit hitam keabuan, dengan huruf Jawa Kuno berbahasa campuran Jawa Kuno dan Sanskerta, tinggi 145 cm, lebar 93 cm, dan tebal 84 cm. Tulisan di kiri, kanan dan bawah lingkaran sudah aus, sedangkan tulisan di atas lingkaran masih cukup baik, namun tidak cukup untuk menangkap arti keseluruhan prasasti ini.
Kata yang masih bisa dibaca adalah "rama" (ketua desa, bisa berarti lain bergantung konteks), "puri" dan "sthana" (peristirahatan di istana), dan "srima" (penggalan kata sri maharaja). Tulisan lainnya tidak bisa dibaca lagi. Sayangnya prasasti ini tidak berangka tahun, namun diperkirakan juga dari masa Adityawarman, berdasarkan perbandingan paleografis dengan prasasti lain yang berangka tahun, serta dua buah batu di kiri kanannya yang berunsur candra sangkala.
Batu Kura-Kura yang berada di sebelah kanan Prasasti Kubu Rajo II dilukis dengan kepala di bawah, berbadan segi enam, lingkaran di tengah badan, ekor di atas, dan dua garis lengkung mengapit ekor. Lingkaran di tengah melambangkan surya yang bernilai 12, badannya bernilai 6, dan kepalanya bernilai 1, sehingga tersusun angka 1261 Saka, atau 1339 M, yang merupakan angka tahun tertua dari semua prasasti Adityawarman. Prasasti Adityawarman yang dipahatkan pada Arca Manjusri di Candi Jago, Jawa Timur, berangka tahun 1343 M.
Sedangkan batu bertanda bunga matahari yang berada di sebelah kiri Prasasti Kubu Rajo II melambangkan angka 12, ada tujuh helai daun bernilai 7, dan tiga kuncup bunga bernilai 3, sehingga tersusun angka 1273 Saka, atau 1351 M.
Ketika Kern mempublikasikasikan penemuan prasasti ini pada 1913, ia beranggapan bahwa prasasti itu berasal dari "Kubur Raja" sehingga ia menyimpulan bahwa prasasti itu adalah nisan Adityawarman. Kesalahannya diperbaiki oleh F.D.K. Bosch dalam "Laporan Arkeologi 1930" hal. 150, yang menyimpulkan bahwa prasasti itu adalah prasasti di Kubu (benteng, bahasa Minangkabau) Raja.
Situs Prasasti Kubu Rajo
Nagari Lima Kaum, Kec Lima Kaum, Tanah Datar, Sumatera Barat. Lokasi GPS: Google Maps, Waze. Tempat Wisata di Tanah Datar, Hotel di Batusangkar.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.