Sebenarnya sudah dekat maghrib, namun sebelum kembali ke Kebumen kota saya meminta Bambang mengarahkan kendaraan ke Kelenteng Hok Tek Bio Gombong. Kelenteng ini merupakan salah satu kelenteng tua di Kebumen, dan sesuai namanya merupakan tempat sembahyang dengan tuan rumah utama Hok Tek Ceng Sin.
Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ada di gang, masuk beberapa meter dari tepi jalan besar, dan perlu bertanya beberapa kali untuk menemukannya. Saat tiba, seorang pengurus menyalami, dan setelah berbincang ia meminta saya menunggu ketuanya yang sedang menuju kelenteng. Ukuran Kelenteng Hok Tek Bio Gombong tidak terlalu besar, dan dalamannya boleh dibilang sederhana. Meskipun Gombong bukan kota besar, namun lokasinya sangat strategis dengan kegiatan perdagangan ramai. Oleh karena itu agak mengherankan saat melihat kondisi kelenteng yang tak sesuai dengan kemakmuran kaum pedagangnya.
Kelenteng Hok Tek Bio Gombong merupakan Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID: Buddha, Konghucu, Tao) yang pertama kali dibangun pada 1952. TTID muncul sejak orde baru melarang semua kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya Tionghoa. Kini kelenteng yang khusus untuk agama Konghucu dan Tao sudah bermunculan, selain wihara Buddha.
Pandangan samping pada altar utama dengan rupang Hok Tek Ceng Sin, dan bendera kelenteng bergambar sepasang singa di sebelah kiri. Kata rupang untuk menyebut patung tampaknya hanya digunakan di kelenteng. Kelancaran usaha, melimpahnya hasil bumi, dan kemakmuran yang menyertainya, adalah tujuan bersembahyang di altar Dewa Bumi ini.
Pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Gombong yang saya tunggu itu seorang wanita bernama Ay Lan (Lina Haryanto). Orangnya ramai ramah. Kami berbincang sambil duduk mengelilingi meja bersama seorang tamu lain. Mereka membicarakan pembangunan kelenteng baru, menggantikan yang sekarang. Ini menjawab keheranan tentang sederhananya kelenteng ini.
Bangunan kelenteng bisa dikatakan semakin mencorong dan elok setelah orde reformasi. Di jaman Orde Baru, menyusul pemberontakan G30S PKI dan berkuasanya Mayjen Seharto di pucuk pemerintahan, sekolah berbahasa pengantar Cina ditutup, dan terbit Inpres No. 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Adalah Gus Dur sebagai presiden yang membatalkan semua peraturan yang bersifat diskriminatif itu.
Di kelenteng ini juga ada altar pemujaan bagi Kwan Tee Kun (Kwan Seng Tee Kun) atau Kwan Kong. Kwan Tee Kun merupakan panglima perang di jaman Tiga Kerajaan (Sam Kok, 165 – 219 M), dan bergelar Bodhisatva Satyakalama setelah mencapai kesempurnaan. Ia Malaikat Pelindung Peperangan bagi kaum Tao, dan teladan kesetiaan, kebenaran dan keberanian bagi penganut Konghucu.
Sebagaimana umumnya kelenteng lainnya, di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong juga ada altar Hauw Ciang Kun (Hu Jiang Jun), harimau pengawal Hok Tek Ceng Sin yang bertugas melindungi umat dari pengaruh roh-roh jahat. Lokasi altarnya berada tepat di bawah altar Hok Tek Ceng Sin karena juga bertugas sebagai pengawal sang Dewa Bumi.
Ada pula altar Hutco di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong dengan rupang atau patung Buddha di sisi sebelah kanan altar Dewi Kwan Im Po Sat, serta altar Khongcu (Konghucu), nabi agung bagi penganut agama Konghucu. Juga ada altar pemujaan bagi Thay Sang Law Kun atau Maha Dewa Thay Siang, yang diwujudkan dalam diri Li Er atau Li Dan alias Lao Tse (Lao Zi) yang adalah pendiri Taoisme.
Ibadah di kelenteng umumnya ada dua, yaitu beribadah untuk memohon keberkahan kepada dewi yang welas asih, dewa penebar rejeki, kesehatan, kebahagiaan, dan umur panjang, serta sembahyang untuk mendapat berkah keteladanan sifat-sifat mulia dari para dewa selama mereka hidup sebagai manusia.
Hal yang menyenangkan saat berkunjung ke Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ini adalah bukan saja kami disuguhi minuman, namun juga ada sepiring tempe mendoan panas nikmat yang ikut tersaji, lengkap dengan cabe hijaunya. Sekitar jam 7 malam kami meninggalkan kelenteng dengan langkah ringan karena perut sudah hangat diganjal sepotong mendoan...
Di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ada altar sembahyang bagi Dewi Kwan Im (Kwan Im Poo Sat) yang dipuja karena dipercaya selalu mengabulkan doa dari orang yang meminta pertolongan kepadanya. Selain rupang Kwan Im berukuran besar kecil dalam posisi duduk di atas altar, ada pula sejumlah gambar yang ditempel pada dinding di belakangnya. Salah satunya bertulis "Namo Sarve Bodhisattvaya".
Tulisan itu menjadi judul poster berisi lukisan 20 orang yang semuanya memiliki bulatan putih di belakang kepalanya, tiga yang teratas berwajah mirip Buddha. Di atasnya lagi ada lukisan tiga figur Buddha masing-masing duduk di atas bunga teratai, bertulis Na Mo Omi To Fo, Na Mo Pen Se Se Cia Mo Ni Fo, dan Na Mo Siau Cai Yen So Yok Se Fo.
Na Mo Omi To Fo memiliki makna "pencerahan tanpa batas", yang berarti tidak ada yang tidak diketahui, tidak ada yang tidak tercerahkan, sehingga makna yang terkandung di dalamnya amat luas dan dalam. Bisa pula dikatakan bahwa makna kalimat itu adalah 48 tekad agung yang tertera dalam Sutra Usia Tanpa Batas.
Beberapa minggu sebelum bangunan Kelenteng Hok Tek Bio Gombong yang baru selesai, saya mendapat kabar dari salah seorang pengurus. Sempat meminta foto bangunan yang baru kepada ibu tersebut, namun sampai saat ini saya belum menerimanya. Lokasi bangunan baru berjarak sekitar 50 meter dari bangunan yang lama, lebih masuk lagi ke dalam gang. Persemian Kelenteng Hok Tek Bio Gombong dilakukan pada 22 April 2018, ditandai kirab budaya yang dihadiri oleh perwakilan kelenteng dari berbagai daerah.
Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ada di gang, masuk beberapa meter dari tepi jalan besar, dan perlu bertanya beberapa kali untuk menemukannya. Saat tiba, seorang pengurus menyalami, dan setelah berbincang ia meminta saya menunggu ketuanya yang sedang menuju kelenteng. Ukuran Kelenteng Hok Tek Bio Gombong tidak terlalu besar, dan dalamannya boleh dibilang sederhana. Meskipun Gombong bukan kota besar, namun lokasinya sangat strategis dengan kegiatan perdagangan ramai. Oleh karena itu agak mengherankan saat melihat kondisi kelenteng yang tak sesuai dengan kemakmuran kaum pedagangnya.
Kelenteng Hok Tek Bio Gombong merupakan Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID: Buddha, Konghucu, Tao) yang pertama kali dibangun pada 1952. TTID muncul sejak orde baru melarang semua kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya Tionghoa. Kini kelenteng yang khusus untuk agama Konghucu dan Tao sudah bermunculan, selain wihara Buddha.
Pandangan samping pada altar utama dengan rupang Hok Tek Ceng Sin, dan bendera kelenteng bergambar sepasang singa di sebelah kiri. Kata rupang untuk menyebut patung tampaknya hanya digunakan di kelenteng. Kelancaran usaha, melimpahnya hasil bumi, dan kemakmuran yang menyertainya, adalah tujuan bersembahyang di altar Dewa Bumi ini.
Pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Gombong yang saya tunggu itu seorang wanita bernama Ay Lan (Lina Haryanto). Orangnya ramai ramah. Kami berbincang sambil duduk mengelilingi meja bersama seorang tamu lain. Mereka membicarakan pembangunan kelenteng baru, menggantikan yang sekarang. Ini menjawab keheranan tentang sederhananya kelenteng ini.
Bangunan kelenteng bisa dikatakan semakin mencorong dan elok setelah orde reformasi. Di jaman Orde Baru, menyusul pemberontakan G30S PKI dan berkuasanya Mayjen Seharto di pucuk pemerintahan, sekolah berbahasa pengantar Cina ditutup, dan terbit Inpres No. 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Adalah Gus Dur sebagai presiden yang membatalkan semua peraturan yang bersifat diskriminatif itu.
Di kelenteng ini juga ada altar pemujaan bagi Kwan Tee Kun (Kwan Seng Tee Kun) atau Kwan Kong. Kwan Tee Kun merupakan panglima perang di jaman Tiga Kerajaan (Sam Kok, 165 – 219 M), dan bergelar Bodhisatva Satyakalama setelah mencapai kesempurnaan. Ia Malaikat Pelindung Peperangan bagi kaum Tao, dan teladan kesetiaan, kebenaran dan keberanian bagi penganut Konghucu.
Sebagaimana umumnya kelenteng lainnya, di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong juga ada altar Hauw Ciang Kun (Hu Jiang Jun), harimau pengawal Hok Tek Ceng Sin yang bertugas melindungi umat dari pengaruh roh-roh jahat. Lokasi altarnya berada tepat di bawah altar Hok Tek Ceng Sin karena juga bertugas sebagai pengawal sang Dewa Bumi.
Ada pula altar Hutco di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong dengan rupang atau patung Buddha di sisi sebelah kanan altar Dewi Kwan Im Po Sat, serta altar Khongcu (Konghucu), nabi agung bagi penganut agama Konghucu. Juga ada altar pemujaan bagi Thay Sang Law Kun atau Maha Dewa Thay Siang, yang diwujudkan dalam diri Li Er atau Li Dan alias Lao Tse (Lao Zi) yang adalah pendiri Taoisme.
Ibadah di kelenteng umumnya ada dua, yaitu beribadah untuk memohon keberkahan kepada dewi yang welas asih, dewa penebar rejeki, kesehatan, kebahagiaan, dan umur panjang, serta sembahyang untuk mendapat berkah keteladanan sifat-sifat mulia dari para dewa selama mereka hidup sebagai manusia.
Hal yang menyenangkan saat berkunjung ke Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ini adalah bukan saja kami disuguhi minuman, namun juga ada sepiring tempe mendoan panas nikmat yang ikut tersaji, lengkap dengan cabe hijaunya. Sekitar jam 7 malam kami meninggalkan kelenteng dengan langkah ringan karena perut sudah hangat diganjal sepotong mendoan...
Di Kelenteng Hok Tek Bio Gombong ada altar sembahyang bagi Dewi Kwan Im (Kwan Im Poo Sat) yang dipuja karena dipercaya selalu mengabulkan doa dari orang yang meminta pertolongan kepadanya. Selain rupang Kwan Im berukuran besar kecil dalam posisi duduk di atas altar, ada pula sejumlah gambar yang ditempel pada dinding di belakangnya. Salah satunya bertulis "Namo Sarve Bodhisattvaya".
Tulisan itu menjadi judul poster berisi lukisan 20 orang yang semuanya memiliki bulatan putih di belakang kepalanya, tiga yang teratas berwajah mirip Buddha. Di atasnya lagi ada lukisan tiga figur Buddha masing-masing duduk di atas bunga teratai, bertulis Na Mo Omi To Fo, Na Mo Pen Se Se Cia Mo Ni Fo, dan Na Mo Siau Cai Yen So Yok Se Fo.
Na Mo Omi To Fo memiliki makna "pencerahan tanpa batas", yang berarti tidak ada yang tidak diketahui, tidak ada yang tidak tercerahkan, sehingga makna yang terkandung di dalamnya amat luas dan dalam. Bisa pula dikatakan bahwa makna kalimat itu adalah 48 tekad agung yang tertera dalam Sutra Usia Tanpa Batas.
Beberapa minggu sebelum bangunan Kelenteng Hok Tek Bio Gombong yang baru selesai, saya mendapat kabar dari salah seorang pengurus. Sempat meminta foto bangunan yang baru kepada ibu tersebut, namun sampai saat ini saya belum menerimanya. Lokasi bangunan baru berjarak sekitar 50 meter dari bangunan yang lama, lebih masuk lagi ke dalam gang. Persemian Kelenteng Hok Tek Bio Gombong dilakukan pada 22 April 2018, ditandai kirab budaya yang dihadiri oleh perwakilan kelenteng dari berbagai daerah.
Klenteng Hok Tek Bio Gombong
Alamat : Jl. Mangga No 16, Gombong, Kebumen. Lokasi GPS : -7.6078, 109.51177, Waze. Hotel, Tempat Wisata, Peta.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.