Gunung, Jawa Tengah, Kebumen

Gunung Rayang Kebumen

Nama Gunung Rayang Kebumen saya ketahui dari seorang ibu yang tengah bersama temannya duduk di dangau pada jalan simpang ke PLTA Waduk Cirata. Adalah karena ada tanda dilarang masuk ke kompleks PLTA Waduk Cirata maka kami berbalik arah, dan saat itulah saya melihat ada bukit yang berbentuk seperti menhir sangat besar.

Si ibu mengatakan bahwa di atas bukit itu ada kawanan monyet liar, dan karena tertarik pada bentuk bukit Gunung Rayang dan monyetnya, serta mungkin saja ada petilasan, maka saya meminta Bambang (Alif Trans, 0819 3250 0909) untuk mengarahkan kendaraan ke arah sana. Sebelumnya kami telah melewati gerbang pertama waduk yang gratis dimana di sebelah kanannya ada undakan tinggi menuju Gardu Pandang Waduk Wadaslintang yang saya kunjungi belakangan.

Ketika sampai di pertigaan, jika lurus menanjak masuk ke Waduk Wadaslintang, dan jika ke kiri menuju ke PLTA Waduk Wadaslintang, saya meminta Bambang untuk belok ke kiri. Begitulah ceritanya sehingga saya sampai mengetahui adanya Gunung Rayang yang namanya pun tak pernah saya dengar sebelumnya. Gunung yang sangat mudah dikenali bentuknya itu belakangan bisa pula saya lihat dengan jelas dari jalan yang berada di atas bendungan Waduk Wadaslintang.

gunung rayang kebumen.

Bukit kecoklatan di sebelah kiri berbentuk seperti menhir raksasa itulah yang rupanya disebut warga setempat sebagai Gunung Rayang. Jalanan yang kami lalui elevasinya menurun untuk menuju ke sana dan lalu menanjak lagi cukup tajam setelah melewati jembatan Sungai Bedegolan.

Di kanan kiri jalan adalah kebun tebu yang sebagian batangnya telah mulai dipanen. Dalam perjalanan ke Gunung Rayang saya melihat beberapa orang wanita dengan gembolan dedaunan pakan ternak di punggungnya berjalan membawa potongan batang tebu, tidak untuk ditanam namun untuk diminum sarinya ketika tiba di rumah.

Wanita-wanita itu harus berjalan kaki sangat jauh untuk mencari pakan buat ternaknya yang dipiara oleh mereka di kandang-kandang belakang rumahnya. Rumput segar mungkin memang sudah sangat susah diperoleh di ujung musim panas seperti ini.

Di daerah seperti ini biasanya ada transportasi publik yang dikenal dengan nama angkutan pedesaan, sebagaimana angkutan kota di perkotaan. Hanya saja oleh karena jumlah penumpangnya yang masih sangat sedikit, frekuensinya keberangkatan angkutan di pedesaan masih sangat kecil.

gunung rayang kebumen

Pemandangan dari ceruk pendek yang menjadi tempat parkir kendaraan Pak Bambang dengan memakai focal length 32 mm, memperlihatkan jembatan Sungai Bedegolan dan saluran buangan air Waduk Wadaslintang sekaligus.

Sejenak kami berhenti di jembatan melintang di atas Sungai Bedegolan yang airnya berasal dari Waduk Wadaslintang. Air ini kemudian mengalir dan dibendung di Bendung Pejengkolan serta Bendung Bedegolan.

Air sungainya tampak jernih meski berwarna kehijauan karena lumut yang tumbuh di dasar sungai. Waktu yang baik untuk berkunjung ke waduk dan bendung adalah di penghujung musim penghujan sampai akhir musim panas ketika air tidak dikotori oleh tanah dan sampah yang terbawa oleh luapan air hujan.

Selewat jembatan kami berbelok ke kiri melewati jalan sempit menanjak curam dan berkelok. Jalan itu hanya cukup untuk satu mobil kecil, namun beruntung kami tidak berpapasan dengan mobil. Di titik tertinggi jalan kami berhenti, namun tak ada orang yang bisa ditanyai. Gunung Rayang terlihat jelas di sebelah kanan.

Kami lalu maju menuruni jalan sejauh beberapa meter dan mobil parkir di lembah di simpangan jalan kampung. Beberapa rumah yang ada di sana semuanya sepi, entah kemana semua penghuninya, hanya ada beberapa ekor sapi yang ada di kandang. Sementara itu Bambang jalan kaki balik ke titik tertinggi jalan.

Belakangan Bambang berhasil mendapat informasi, bahwa akses ke Gunung Rayang ada di sebelah kiri titik tertinggi jalan itu. Saya pun berjalan kaki mendaki jalan hingga sampai di titik itu, sementara Bambang saya minta memutar mobil dan naik ke atas. Di sebelah kanan titik jalan tertinggi itu ada seekor monyet Gunung Rayang yang diikat di sebatang pohon.

Akses jalan setapak ke Gunung Rayang saya pastikan ke penduduk yang baru saja turun dari sana. Meski ia katakan tidak jauh, namun akhirnya saya batal pergi ke sana. Sebagian karena tak yakin dengan jaraknya, sebagian lagi karena air minum ada di mobil, dan Bambang gagal parkir di atas dan terus maju turun ke bawah untuk mencari tempat parkir.

Akibatnya saya harus berjalan kaki menuruni jalan untuk menemukan lokasi parkir kendaraan, yang saya khawatir tidak akan ada karena jalannya sempit dengan tebing di satu sisi dan jurang di sisi lainnya. Setelah berjalan beberapa puluh meter, saya terkejut melihat pemandangan yang tak saya duga-duga, yaitu Waduk Wadaslintang!

Sungguh saya tak menyangka bisa melihat saluran buangan waduk di jalan balik dari Gunung Rayang ini. Jika tak berjalan kaki menuruni puncak jalan belum tentu saya melihat dan bisa memotret pemandangan yang menarik ini. Ketika akhirnya saya sampai di tempat dimana Pak Bambang parkir di ceruk jalan yang sangat sempit, saya juga bisa melihat sekaligus jembatan Sungai Bedegolan yang tadi kami lewati dan saluran buangan Waduk Wadaslintang itu.

Walaupun mungkin pemandangan dari puncak Gunung Rayang akan jauh lebih indah lagi jika tadi saya jadi ke sana, namun bisa mendapatkan sudut pandang ke Waduk Wadaslintang yang elok ini pun sudah memberi kegembiraan yang sangat besar.


Gunung Rayang Kebumen

Alamat : Desa Sendangdalem, Kecamatan Padureso, Kebumen. Lokasi GPS : -7.6162, 109.77663, Waze. Hotel, Tempat Wisata, Peta, Transportasi.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Desember 30, 2019.