Lokasi Makam Gesang Solo saya temukan setelah melihat monumen di pinggir jalan ketika Pak Jum menghentikan kendaraan untuk bertanya arah ke peninggalan Keraton Pajang. Arah tak diperoleh, namun saya menemukan monumen yang dibangun pabrik pipa PVC lantaran menggunakan potongan syair Bengawan Solo dalam iklannya.
Monumen yang disebut Monumen Tirta Gesang itu ada di pinggir kiri kompleks luas Pemakaman Pracimaloyo, Pajang, Solo. Monumen yang diresmikan pada Sabtu 18 Februari 2012 itu dilengkapi enam keran yang mengalirkan air gratis bagi siapa pun yang lewat di tempat itu. Entah mengapa monumen ini didirikan di lokasi yang jaraknya cukup jauh dari lokasi Makam Gesang, setidaknya lebih dari 200 meter dan tidak dalam kompleks yang sama. Tidak ada petunjuk pula di monumen ini tentang arah yang harus diambil untuk berkunjung ke makamnya.
Semasa hidupnya, Gesang dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu, serta seorang maestro keroncong. Lagu ciptaannya Bengawan Solo telah diterjemahkan setidaknya ke dalam 13 bahasa, dan sangat populer di luar negeri terutama di Jepang.
Monumen Tirta Gesang dengan tulisan "Mengenang Gesang Pencipta Bengawan Solo". Beberapa tanaman bunga tumbuh di sepanjang pinggiran tembok dalamnya, memberi suasana yang cukup asri, meski tak ada pohon peneduh di sana.
Masuk ke dalam pelataran Monumen Tirta Gesang itu terlihat serangkaian tulisan yang terpahat pada dinding berjudul "Gesang dan Bengawan Solo, Mengenang Legenda", dengan guratan wajah Gesang tengah meniup seruling. Selanjutnya tulisan di bawahnya menyebutkan bahwa Gesang yang bernama lengkap Gesang Martohartono itu lahir di Solo pada 1 Oktober 1917 dan meninggal pada 20 Mei 2010 pada usia 92 tahun.
Keluar dari monumen saya mencegat beberapa orang lewat untuk menanyakan lokasi Makam Gesang lantaran tak saya lihat ada makam di dekat monumen, namun pastilah letak makamnya tak jauh dari lokasi dimana monumen berada. Seorang warga akhirnya memandu kami dengan sepeda motornya menuju pinggiran bagian kompleks kubur dimana Makam Gesang berada. Dari pinggir bagian kompleks kubur Pracimaloyo saya dipandu oleh seorang ibu penjaga kubur yang sudah sepuh, dengan berjalan kaki melewati jalan setapak sampai di depan pintu cungkup bangunan dimana Makam Gesang berada.
Sejumlah 14 kubur ada di cungkup pemakaman Martodihardjo ini. Mulai dari Bpk Martodihardjo di ujung sana, kemudian berturut-turut Ibu Martodihardjo I, Martodihardjo II, Martodihardjo III, mBah Putri Imandimejo, mBah Putri Joyodiwiryo, mBakyu Jumirah, Kamas Ingram, Kamas Kayun, mBok Dibyosumarjo / Karmi, Bpk Atmodiharjo, Ibu Atmodiharjo, mBah Kebon (mBah Bon), dan terakhir adalah makam Gesang Martohartono.
Jasad Gesang mestinya memiliki hak untuk disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Solo. Namun jenazahnya memilih berbaring di pemakaman keluarga ini, sesuai keinginan pihak keluarga almarhum. Hanya saja pemakamannya tetap diselenggarakan dengan upacara militer.
Pada dinding dalam cungkup Makam Gesang itu menempel daftar para penghuni kuburnya, semuanya merupakan keluarga dekat Gesang.
Selama saya berada di dalam cungkup, Ibu penjaga kubur itu duduk menunggu di luar cungkup Makam Gesang setelah sukses mengantarkan saya ke tempat ini. Tentu saya bukan satu-satunya orang yang kesasar di sana untuk mencari makam sang maestro ini.
Lagu Bengawan Solo diciptakan oleh Gesang pada tahun 1940 saat ia masih berumur 23 tahun. Inspirasinya datang ketika Gesang duduk di tepi Bengawan Solo, dan lagu itu selesai dibuatnya dalam waktu sekitar 6 bulan. Gesang berpisah dengan istrinya pada 1962 tanpa mempunyai anak, dan sejak itu ia hidup sendiri.
Keluar dari cungkup Makam Gesang, ada lagi seorang petugas kebersihan kubur wanita bertubuh subur yang ikut duduk di luar cungkup. Wajah para peziarah buat para penjaga kadang kadang hanya berarti sekadar tambahan rizki, tak penting benar siapa dan apa tujuan kedatangan mereka.
Monumen yang disebut Monumen Tirta Gesang itu ada di pinggir kiri kompleks luas Pemakaman Pracimaloyo, Pajang, Solo. Monumen yang diresmikan pada Sabtu 18 Februari 2012 itu dilengkapi enam keran yang mengalirkan air gratis bagi siapa pun yang lewat di tempat itu. Entah mengapa monumen ini didirikan di lokasi yang jaraknya cukup jauh dari lokasi Makam Gesang, setidaknya lebih dari 200 meter dan tidak dalam kompleks yang sama. Tidak ada petunjuk pula di monumen ini tentang arah yang harus diambil untuk berkunjung ke makamnya.
Semasa hidupnya, Gesang dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu, serta seorang maestro keroncong. Lagu ciptaannya Bengawan Solo telah diterjemahkan setidaknya ke dalam 13 bahasa, dan sangat populer di luar negeri terutama di Jepang.
Monumen Tirta Gesang dengan tulisan "Mengenang Gesang Pencipta Bengawan Solo". Beberapa tanaman bunga tumbuh di sepanjang pinggiran tembok dalamnya, memberi suasana yang cukup asri, meski tak ada pohon peneduh di sana.
Masuk ke dalam pelataran Monumen Tirta Gesang itu terlihat serangkaian tulisan yang terpahat pada dinding berjudul "Gesang dan Bengawan Solo, Mengenang Legenda", dengan guratan wajah Gesang tengah meniup seruling. Selanjutnya tulisan di bawahnya menyebutkan bahwa Gesang yang bernama lengkap Gesang Martohartono itu lahir di Solo pada 1 Oktober 1917 dan meninggal pada 20 Mei 2010 pada usia 92 tahun.
Keluar dari monumen saya mencegat beberapa orang lewat untuk menanyakan lokasi Makam Gesang lantaran tak saya lihat ada makam di dekat monumen, namun pastilah letak makamnya tak jauh dari lokasi dimana monumen berada. Seorang warga akhirnya memandu kami dengan sepeda motornya menuju pinggiran bagian kompleks kubur dimana Makam Gesang berada. Dari pinggir bagian kompleks kubur Pracimaloyo saya dipandu oleh seorang ibu penjaga kubur yang sudah sepuh, dengan berjalan kaki melewati jalan setapak sampai di depan pintu cungkup bangunan dimana Makam Gesang berada.
Sejumlah 14 kubur ada di cungkup pemakaman Martodihardjo ini. Mulai dari Bpk Martodihardjo di ujung sana, kemudian berturut-turut Ibu Martodihardjo I, Martodihardjo II, Martodihardjo III, mBah Putri Imandimejo, mBah Putri Joyodiwiryo, mBakyu Jumirah, Kamas Ingram, Kamas Kayun, mBok Dibyosumarjo / Karmi, Bpk Atmodiharjo, Ibu Atmodiharjo, mBah Kebon (mBah Bon), dan terakhir adalah makam Gesang Martohartono.
Jasad Gesang mestinya memiliki hak untuk disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Solo. Namun jenazahnya memilih berbaring di pemakaman keluarga ini, sesuai keinginan pihak keluarga almarhum. Hanya saja pemakamannya tetap diselenggarakan dengan upacara militer.
Pada dinding dalam cungkup Makam Gesang itu menempel daftar para penghuni kuburnya, semuanya merupakan keluarga dekat Gesang.
Selama saya berada di dalam cungkup, Ibu penjaga kubur itu duduk menunggu di luar cungkup Makam Gesang setelah sukses mengantarkan saya ke tempat ini. Tentu saya bukan satu-satunya orang yang kesasar di sana untuk mencari makam sang maestro ini.
Lagu Bengawan Solo diciptakan oleh Gesang pada tahun 1940 saat ia masih berumur 23 tahun. Inspirasinya datang ketika Gesang duduk di tepi Bengawan Solo, dan lagu itu selesai dibuatnya dalam waktu sekitar 6 bulan. Gesang berpisah dengan istrinya pada 1962 tanpa mempunyai anak, dan sejak itu ia hidup sendiri.
Keluar dari cungkup Makam Gesang, ada lagi seorang petugas kebersihan kubur wanita bertubuh subur yang ikut duduk di luar cungkup. Wajah para peziarah buat para penjaga kadang kadang hanya berarti sekadar tambahan rizki, tak penting benar siapa dan apa tujuan kedatangan mereka.
Makam Gesang Solo
Alamat : Kompleks Makam Pracimaloyo, Pajang, Solo. Lokasi GPS : -7.56329, 110.77571, Waze. Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.