Dongeng, Hiburan

Dongeng Anak : Mimpi Cermin Tua

Dongeng anak berjudul Mimpi Cermin Tua ini merupakan terjemahan bebas cerita pendek yang ada di buku The Sandman's Hour, Stories for Bedtime, yang ditulis oleh Abbie Phillips Walker, dengan ilustrasi Rhoda. C. Chase, dan dimuat di laman Project Gutenberg.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah janganlah pernah berhenti untuk bermimpi tentang hal-hal yang baik, karena suatu saat nanti kehidupan akan bisa membawa kita ke sana. Dongeng ini juga mengajarkan agar anak-anak mencintai dan merawat benda-benda kuno oleh karena sejarah orang tua dan leluhurnya banyak tersimpan di sana.

Mimpi Cermin Tua

"Sungguh tak berperasaan telah meletakkan aku di gudang loteng ini!" kata meja sebuah kecil tua sambil membentangkan kedua daun pintunya dengan sikap putus asa. "Aku sudah ada di ruang tamu lantai satu selama lima puluh tahun, dan sekarang aku dimasukkan ke ruangan tempat sampah ini," dan ia mengibaskan daun pintunya ke samping sambil mendesah.

Dongeng Anak, Mimpi Cermin Tua

"Aku di sana lebih lama lagi," kata sofa tua, "Banyak pertemuan yang telah aku bantu sehingga bisa berlangsung dengan baik."

"Apa yang kalian pikir tentang aku?" tanya cermin tua yang berdiri tegak di lantai, bersandar di dinding. "aku pun dibawa ke gudang loteng ini setelah dipakai bercermin dari generasi ke generasi. Semua wanita cantik terkenal telah menatap wajahku; ini kemunduran yang tidak akan pernah bisa aku pulihkan lagi. Wanita muda yang baru tinggal di rumah ini tampaknya tidak paham tentang martabat kita. Aku telah berada di keluarga ini ketika nenek suaminya masih seorang anak perempuan dan kini ia membuangku ke loteng berdebu ini untuk bermimpi di sisa hari-hariku."

Cahaya semakin suram di ruangan itu dan lambat laun Cermin Tua itu berhenti mengeluh. Ia telah tertidur, tetapi kemudian cahaya bulan masuk melalui jendela dan menunjukkan kepada si Cermin Tua bahwa mimpinya adalah mimpi yang menyenangkan, karena ia memimpikan masa-masa lalunya yang bahagia.

Dalam mimpinya, pintu terbuka dengan pelan dan seorang gadis muda masuk ruangan. Rambutnya yang hitam dan ikal menutupi bahunya yang putih. Matanya yang gelap menjelajahi ruangan sampai ia melihat cermin tua itu.

Ia pun berlari mendekat dan berdiri di depan cermin. Gadis muda itu memakai rok kurungan dan gaun abu-abu pucat, dengan kerutan merah muda kecil yang dimulai di pinggangnya yang ramping hingga berakhir di bagian bawah roknya yang lebar.

Kuntum mawar merah muda kecil menghiasi pinggang dan roknya, dan ia juga memakainya di rambut ikalnya yang hitam. Setangkai bunga yang mekar bersandar di pipinya yang halus.

Gadis muda itu berdiri di depan cermin dan menatap bayangannya sejenak; lalu ia membungkuk, dan berkata sambil tertawa, "Kurasa kau bisa mendapatkannya, cantik; dia harus melamarku malam ini."

Ia lalu menghilang di bawah sinar bulan.

Pintu terbuka lagi dan seorang wanita berjalan masuk, dan bersamanya ada lima anak kecil dengan paras wajah yang rupawan.

Mereka berjalan menuju ke cermin, dan seorang gadis kecil dengan rambut ikal gelap dan pipi merah muda mendekat dan menyentuh cermin dengan jarinya.

"Lihat," katanya kepada yang lain, "Aku terlihat seperti foto ibu ketika ia masih kecil."

Ketika mereka sedang berdiri di sana, seorang pria tampan datang mendekat lalu merangkul wanita itu, dan anak-anaknya berkumpul di sekelilingnya. Mereka semua kemudian berjalan mengikuti berkas sinar bulan dan menghilang melalui jendela.

Dengan perlahan pintu loteng terbuka lagi dan seorang wanita tua masuk, bersandar di lengan seorang kakek. Mereka berjalan ke depan cermin. Si kakek memeluk pinggang wanita tua itu dan mencium pipinya yang telah berkeriput.

"Kau selalu terlihat muda dan cantik bagiku," katanya, dan wajah si nenek tampak tersenyum ke kedalaman cermin tua itu.

Sinar bulan membuat lingkaran cahaya di sekitar kepala mereka saat kakek dan nenek itu menghilang.

Ketika cahaya matahari pagi masuk melalui jendela, mimpi cermin tua itu pun berakhir.

Tak lama kemudian pintu terbuka dan seorang gadis muda masuk ke dalam gudang loteng. Rambut yang hitam digelung tinggi di kepalanya, dan matanya yang gelap melihat ke seluruh ruangan sampai melihat sebuah kotak yang ada di sudut loteng. Dia melangkahkan kaki ke sana, membuka tutup kotak serta mengeluarkan gaun abu-abu pucat dengan kerutan merah muda. Ia memakai gaun itu; lalu mengurai rambutnya hingga tergerai di atas bahunya.

Gadis muda itu berlari ke depan si Cermin Tua dan melihat bayangan dirinya. "Aku memang terlihat seperti nenek," katanya. "Aku akan memakainya ke pesta malam ini. Kakek melamar nenek pada malam ia mengenakan gaun ini." Pipinya merona merah saat mengatakan itu, dan ia berlari keluar ruangan.

Pada suatu hari, pintu loteng terbuka lagi dan seorang pengantin wanita berjalan masuk ke dalam ruangan. Ia bersandar di lengan suaminya yang muda. Ada titik air mata di sudut matanya, meski ia tersenyum. Ia menuntun suaminya ke depan cermin tua. "Cermin tua ini," katanya, "telah melihat semua mempelai wanita dalam keluarga kami selama beberapa generasi. Tapi aku akan pergi jauh dan mungkin tidak akan pernah melihatnya lagi. Istri saudara laki-lakiku tidak menginginkan cermin ini berada di ruang utama lantai satu, dan aku mungkin pengantin wanita terakhir yang pernah dilihat olehnya," ia mengulurkan tangannya ke bingkai cermin dan membelainya.

Wanita muda itu pergi, dan si cermin tua ditinggalkan dalam mimpinya selama bertahun-tahun.

Kemudian pada suatu hari pintu terbuka lagi dan seorang wanita masuk; bersamanya ada seorang gadis muda.

Wanita itu melihat sekeliling ruang loteng. "Itu dia," katanya ketika melihat cermin tua itu. "Ayo kita ke sana dan lihatlah dirimu, sayang." Gadis muda itu berjalan mengikutinya. "Terakhir kali aku melihat diriku di cermin tua yang manis ini," kata wanita itu, "adalah hari ketika ayahmu dan aku menikah. Saat itu aku tidak menyangka bahwa pada suatu hari aku akan memilikinya. Tetapi istri pamanmu ingin merombak rumah ini, dan benda-benda ini tak dikehendakinya. Ia tidak suka benda-benda kuno, dan mereka membolehkan aku untuk memilikinya."

"Oh, ibu, benda-benda ini sangat cantik!" kata gadis itu sambil melihat sekeliling ruangan. "Kita tidak akan pernah berpisah dengan mereka lagi; kita akan membawa mereka ke rumah kita dan membuat mereka lupa bahwa mereka pernah dibuang."

Pada hari itulah cermin tua, sofa, meja, dan semua benda tua lain dari masa lalu dipindahkan untuk tinggal di tempat dimana mereka dicintai, dan cermin tua itu masih terus menampakkan wajah gadis dan wanita berambut hitam, yang tersenyum ke kedalamannya untuk melihat keindahan cermin dan kecantikannya sendiri.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Agustus 14, 2020.