Sebuah tengara di tepi jalan yang kami lalui menandai arah ke Pelabuhan Rakyat Dendang Belitung Timur, dan menarik perhatian saya ketika melintasinya. Rasa ingin tahu telah menggerakkan mulut saya untuk meminta Bang Junai berputar balik, dan mengarahkan kendaraan menuju pelabuhan, meskipun itu tidak dalam rencana perjalanan.
Tengara itu berada 7 km dari Makam Raja Balok yang saya kunjungi sebelumnya, arah ke Gantung yang hendak saya tuju. Sekitar 2 km menyusuri jalan, sampailah kami di area terbuka cukup luas di Pelabuhan Rakyat Dendang yang langsung bersambung ke sebuah dermaga kayu.
Setelah keluar dari dalam mobil dan ketika mata memandang berkeliling di area yang cukup luas ini, satu-satunya aktivitas yang sedang berlangsung di Pelabuhan Rakyat Dendang saat itu adalah kegiatan membongkar gelondongan batang kayu-kayu kecil dari atas sebuah truk.
Gelondongan kayu-kayu berdiameter kecil baru saja diturunkan oleh dua orang pekerja dari atas sebuah truk ke tepian Pelabuhan Rakyat Dendang yang saat itu airnya tengah surut. Memang kami tiba di Pelabuhan Rakyat Dendang hampir jam 4 sore, sehingga pinggiran air laut surut jauh dari tepian pantai. Besar dan panjang kayu mengingatkan saya pada jajaran batang kayu kecil yang saya temui di Kampung Nelayan Bugis di Tanjung Binga.
Mungkin dari jenis kayu yang sama. Gelondongan batang-batang kayu kecil dibiarkan terserak di tepian dermaga, menunggu air pasang untuk dinaikkan ke atas kapal yang akan membawanya ke Pelabuhan Cirebon dan pelabuhan antar pulau lainnya di Pantai Utara Jawa. Daratan luas di tepi Pelabuhan Rakyat Dendang itu akan terendam oleh air laut menjelang pagi, mengangkat kapal-kapal nelayan dari atas daratan, siap untuk membawa pemiliknya melaut mencari ikan.
Dermaga Pelabuhan Rakyat Dendang itu seperti tengah kesepian, lantaran tidak seorang pun terlihat melangkah di atasnya selama kami berada di sana. Mungkin memang kami datang pada jam yang salah, karena orang mulai melaut saat air pasang, dan kembali menjelang pagi hari.
Dermaga kayu Pelabuhan Rakyat Dendang, satu-satunya dermaga saat itu, ujungnya nyaris tidak terlihat saking panjangnya. Deretan bilah-bilah kayunya sudah terlihat tua dan rapuh. Sebagian telah patah di tengah, atau rompal di ujung-ujungnya, membuat orang harus berhati-hati ketika melangkah di atasnya.
Sisi sebelah kiri Pelabuhan Rakyat Dendang terlihat masih sedikit tergenang air laut, dengan sebuah rumah panggung di tepian pelabuhan dan gerumbul hutan bakau di kejauhan. Berbeda dengan pantai-pantai di sebelah Utara Pulau Belitung, tidak ada bibir pantai berpasir di pelabuhan ini.
Entah sudah berapa lama umur dermaga kayu Pelabuhan Rakyat Dendang ini, demikian juga tidak diketahui kapan pelabuhan mulai ada. Namun tampaknya Pelabuhan Rakyat Dendang ini sudah sangat lama disinggahi kapal dari pulau-pulau lain, mengingat lokasinya berada di Teluk Balok yang menjadi jalur lalu lintas kapal Kerajaan Balok sejak abad ke-17.
Pandangan lainnya lagi pada derma kayu Pelabuhan Rakyat Dendang. Dermaga seperti ini akan menjadi tempat yang mengasyikkan untuk menikmati panorama menjelang matahari terbenam, dan orang-orang yang duduk di dermaga akan menjadi obyek yang bagus bagi para pemotret.
Pelataran Pelabuhan Rakyat Dendang yang cukup luas, dan nyaris telanjang tanpa bangunan. Hanya ada sebuah rumah panggung di sisi lainnya, serta dua rumah sederhana lagi di sebelahnya, salah satu diantaranya menjual makanan kecil dan minuman. Dermaga Pelabuhan Rakyat Dendang ini akan terlihat lebih indah di pagi hari ketika air laut yang jernih menggenangi bagian bawahnya, atau ketika senja temaram dengan langit merah di cakrawala memberi siluet dermaga di latar depan.
Ada perasaan senang telah sempat mampir ke Pelabuhan Rakyat Dendang ini, ditemani matahari yang sebentar muncul sebentar sembunyi di balik awan. Hemat saya, pelabuhan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tempat singgah bagi pejalan yang akan menuju ke Gantung, dengan dermaga kayunya yang eksotis serta hutan bakaunya yang rimbun.
Tengara itu berada 7 km dari Makam Raja Balok yang saya kunjungi sebelumnya, arah ke Gantung yang hendak saya tuju. Sekitar 2 km menyusuri jalan, sampailah kami di area terbuka cukup luas di Pelabuhan Rakyat Dendang yang langsung bersambung ke sebuah dermaga kayu.
Setelah keluar dari dalam mobil dan ketika mata memandang berkeliling di area yang cukup luas ini, satu-satunya aktivitas yang sedang berlangsung di Pelabuhan Rakyat Dendang saat itu adalah kegiatan membongkar gelondongan batang kayu-kayu kecil dari atas sebuah truk.
Gelondongan kayu-kayu berdiameter kecil baru saja diturunkan oleh dua orang pekerja dari atas sebuah truk ke tepian Pelabuhan Rakyat Dendang yang saat itu airnya tengah surut. Memang kami tiba di Pelabuhan Rakyat Dendang hampir jam 4 sore, sehingga pinggiran air laut surut jauh dari tepian pantai. Besar dan panjang kayu mengingatkan saya pada jajaran batang kayu kecil yang saya temui di Kampung Nelayan Bugis di Tanjung Binga.
Mungkin dari jenis kayu yang sama. Gelondongan batang-batang kayu kecil dibiarkan terserak di tepian dermaga, menunggu air pasang untuk dinaikkan ke atas kapal yang akan membawanya ke Pelabuhan Cirebon dan pelabuhan antar pulau lainnya di Pantai Utara Jawa. Daratan luas di tepi Pelabuhan Rakyat Dendang itu akan terendam oleh air laut menjelang pagi, mengangkat kapal-kapal nelayan dari atas daratan, siap untuk membawa pemiliknya melaut mencari ikan.
Dermaga Pelabuhan Rakyat Dendang itu seperti tengah kesepian, lantaran tidak seorang pun terlihat melangkah di atasnya selama kami berada di sana. Mungkin memang kami datang pada jam yang salah, karena orang mulai melaut saat air pasang, dan kembali menjelang pagi hari.
Dermaga kayu Pelabuhan Rakyat Dendang, satu-satunya dermaga saat itu, ujungnya nyaris tidak terlihat saking panjangnya. Deretan bilah-bilah kayunya sudah terlihat tua dan rapuh. Sebagian telah patah di tengah, atau rompal di ujung-ujungnya, membuat orang harus berhati-hati ketika melangkah di atasnya.
Sisi sebelah kiri Pelabuhan Rakyat Dendang terlihat masih sedikit tergenang air laut, dengan sebuah rumah panggung di tepian pelabuhan dan gerumbul hutan bakau di kejauhan. Berbeda dengan pantai-pantai di sebelah Utara Pulau Belitung, tidak ada bibir pantai berpasir di pelabuhan ini.
Entah sudah berapa lama umur dermaga kayu Pelabuhan Rakyat Dendang ini, demikian juga tidak diketahui kapan pelabuhan mulai ada. Namun tampaknya Pelabuhan Rakyat Dendang ini sudah sangat lama disinggahi kapal dari pulau-pulau lain, mengingat lokasinya berada di Teluk Balok yang menjadi jalur lalu lintas kapal Kerajaan Balok sejak abad ke-17.
Pandangan lainnya lagi pada derma kayu Pelabuhan Rakyat Dendang. Dermaga seperti ini akan menjadi tempat yang mengasyikkan untuk menikmati panorama menjelang matahari terbenam, dan orang-orang yang duduk di dermaga akan menjadi obyek yang bagus bagi para pemotret.
Pelataran Pelabuhan Rakyat Dendang yang cukup luas, dan nyaris telanjang tanpa bangunan. Hanya ada sebuah rumah panggung di sisi lainnya, serta dua rumah sederhana lagi di sebelahnya, salah satu diantaranya menjual makanan kecil dan minuman. Dermaga Pelabuhan Rakyat Dendang ini akan terlihat lebih indah di pagi hari ketika air laut yang jernih menggenangi bagian bawahnya, atau ketika senja temaram dengan langit merah di cakrawala memberi siluet dermaga di latar depan.
Ada perasaan senang telah sempat mampir ke Pelabuhan Rakyat Dendang ini, ditemani matahari yang sebentar muncul sebentar sembunyi di balik awan. Hemat saya, pelabuhan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tempat singgah bagi pejalan yang akan menuju ke Gantung, dengan dermaga kayunya yang eksotis serta hutan bakaunya yang rimbun.
Pelabuhan Rakyat Dendang Belitung Timur
Alamat : Desa Dendang, Kecamatan Dendang, Belitung Timur. Lokasi GPS : -3.09255, 107.89298, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk : gratis. Tempat Wisata di Belitung Timur, Peta Wisata Belitung, Hotel di Belitung Timur, Hotel di Belitung.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.