Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga adalah tempat wisata terakhir di kota Cirebon yang kami kunjungi sebelum pergi ke Gua Sunyaragi, dan lalu ke Stasiun Kejaksan untuk kembali ke Jakarta. Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga di Cirebon ini diperkirakan sudah ada mulai abad ke-17 sebagaimana terlihat pada tengara Benda Cagar Budaya di jalan masuk ke situs.
Kesan pertama yang saya rasakan ketika tiba turun dari kendaraan pada saat adalah bahwa petilasan ini seperti kurang mendapat perhatian yang cukup dari dinas terkait, sehingga terkesan seperti tampil apa adanya. Bisa jadi perhatian itu pernah diberikan, namun mungkin sudah lama berselang. Semoga saja kondisinya hari ini sudah jauh lebih baik dibanding saat kunjungan kami itu.
Beberapa peziarah tampak melintas di depan Bangunan Petilasan Sunan Kalijaga. Pengurus Petilasan Sunan Kalijaga saya lihat sibuk memberi instruksi ketika serombongan peziarah yang menggunakan sebuah bus besar mulai memasuki pelataran situs. Bagi situs semacam ini, rombongan peziarah adalah seperti suntikan darah segar yang membantu mengisi kotak sumbangan untuk pemeliharaan dan kepentingan lainnya.
Tengara yang dibuat oleh pemerintah untuk Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga, menandai bahwa tempat ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya, yang keberadaan serta kelestarian keaslian tempatnya dilindungi oleh undang-undang. Masyarakat setempat mempercayai bahwa situs ini merupakan petilasan Sunan Kalijaga ketika sang Sunan melaksanakan kegiatan penyebaran agama Islam di daerah Cirebon.
Jalan yang kami lalui menuju ke lokasi Petilasan Sunan Kalijaga ditutup dengan paving block, yang berjarak kurang dari 100 meter dari tepian jalan, tempat dimana kendaraan diparkir. Di sebelah kiri adalah sebuah parit sungai yang memisahkan jalan dengan Hutan Kalijaga, tempat dimana hidup sekelompok kera ekor panjang yang memberi label nama situs taman kera pada hutan itu.
Seekor monyet ekor panjang tampak melintas dengan cepat dari Hutan Kalijaga. Kera-kera ini hidup berkelompok di bagian utara dan selatan hutan Kalijaga yang luasnya tinggal 5 ha, dan terkadang mereka pun ribut dan terlibat tawuran jika bertemu dan berebut makanan.
Di dalam bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura gaya Majapahitan adalah tempat dimana situs Petilasan Sunan Kalijaga berada. Sunan Kalijaga yang lahir sekitar tahun 1450 dengan nama Raden Said adalah putera Tumenggung Wilatikta yang ketika itu menjabat sebagai Adipati Tuban.
Gapura Majapahitan berbentuk tak simetris serta pintu cungkup menjadi gerbang masuk ke dalam situs Petilasan Sunan Kalijaga yang tampaknya dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Hanya gapura dan pintu ini yang masih asli. Di sebelah kiri bangunan ini terdapat sebuah tempat untuk mengambil air wudlu bagi mereka yang berziarah untuk mengalap berkah. Makam Sunan Kalijaga sendiri sebenarnya berada di Desa Kadilangu, di dekat kota Demak.
Hutan Kalijaga kabarnya merupakan satu-satunya wilayah konservasi hutan yang masih tersisa di Cirebon. Meskipun di hutan Kalijaga ini hidup sekitar 50 ekor monyet ekor panjang, namun tidak banyak yang keluar ke jalanan ketika kami datang. Populasi monyet ini tampaknya mulai menurun.
Pintu masuk ke dalam area Petilasan Sunan Kalijaga itu digembok, dan pengunjung harus menemui kuncen jika hendak berziarah ke dalam ruangan. Namun karena saat itu tak ada keinginan untuk masuk ke dalam dan melihat isinya, saya pun tak berusaha menemui kuncen. Boleh jadi karena tubuh sudah merasa agak lelah yang menyebabkan hilangnya kelaparan akan keingintahuan.
Seperti biasa, di depan cungkup terdapat kotak sumbangan, berharap peziarah bersedia berbagi rizki dengan memasukkan segepok uang ke dalamnya. Sumbangan dan tiket masuk tampaknya memang sangat diperlukan bagi keberlanjutan sebuah situs wisata semacam ini, asalkan pengurus secara disiplin menyisihkan sekian persen dari dana yang masuk untuk dana perawatan dan perbaikan.
Sunan Kalijaga, salah satu Waling Songo yang dianggap paling sakti, diperkirakan wafat dalam usia lebih dari 100 tahun. Makam Sunan Kalijaga yang berada di Kadilangu, Demak, baru belakangan saya kunjungi. Semasa hidupnya Sunan Kalijaga ikut merancang pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Ia adalah wali mumpuni yang mengerti bagaimana caranya menggunakan pendekatan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana dalam berdakwah, seperti pemakaian gamelan, seni ukir, cerita wayang, serta suluk.
Kesan pertama yang saya rasakan ketika tiba turun dari kendaraan pada saat adalah bahwa petilasan ini seperti kurang mendapat perhatian yang cukup dari dinas terkait, sehingga terkesan seperti tampil apa adanya. Bisa jadi perhatian itu pernah diberikan, namun mungkin sudah lama berselang. Semoga saja kondisinya hari ini sudah jauh lebih baik dibanding saat kunjungan kami itu.
Beberapa peziarah tampak melintas di depan Bangunan Petilasan Sunan Kalijaga. Pengurus Petilasan Sunan Kalijaga saya lihat sibuk memberi instruksi ketika serombongan peziarah yang menggunakan sebuah bus besar mulai memasuki pelataran situs. Bagi situs semacam ini, rombongan peziarah adalah seperti suntikan darah segar yang membantu mengisi kotak sumbangan untuk pemeliharaan dan kepentingan lainnya.
Tengara yang dibuat oleh pemerintah untuk Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga, menandai bahwa tempat ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya, yang keberadaan serta kelestarian keaslian tempatnya dilindungi oleh undang-undang. Masyarakat setempat mempercayai bahwa situs ini merupakan petilasan Sunan Kalijaga ketika sang Sunan melaksanakan kegiatan penyebaran agama Islam di daerah Cirebon.
Jalan yang kami lalui menuju ke lokasi Petilasan Sunan Kalijaga ditutup dengan paving block, yang berjarak kurang dari 100 meter dari tepian jalan, tempat dimana kendaraan diparkir. Di sebelah kiri adalah sebuah parit sungai yang memisahkan jalan dengan Hutan Kalijaga, tempat dimana hidup sekelompok kera ekor panjang yang memberi label nama situs taman kera pada hutan itu.
Seekor monyet ekor panjang tampak melintas dengan cepat dari Hutan Kalijaga. Kera-kera ini hidup berkelompok di bagian utara dan selatan hutan Kalijaga yang luasnya tinggal 5 ha, dan terkadang mereka pun ribut dan terlibat tawuran jika bertemu dan berebut makanan.
Di dalam bangunan kayu beratap genting dengan pintu masuk berupa gapura gaya Majapahitan adalah tempat dimana situs Petilasan Sunan Kalijaga berada. Sunan Kalijaga yang lahir sekitar tahun 1450 dengan nama Raden Said adalah putera Tumenggung Wilatikta yang ketika itu menjabat sebagai Adipati Tuban.
Gapura Majapahitan berbentuk tak simetris serta pintu cungkup menjadi gerbang masuk ke dalam situs Petilasan Sunan Kalijaga yang tampaknya dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Hanya gapura dan pintu ini yang masih asli. Di sebelah kiri bangunan ini terdapat sebuah tempat untuk mengambil air wudlu bagi mereka yang berziarah untuk mengalap berkah. Makam Sunan Kalijaga sendiri sebenarnya berada di Desa Kadilangu, di dekat kota Demak.
Hutan Kalijaga kabarnya merupakan satu-satunya wilayah konservasi hutan yang masih tersisa di Cirebon. Meskipun di hutan Kalijaga ini hidup sekitar 50 ekor monyet ekor panjang, namun tidak banyak yang keluar ke jalanan ketika kami datang. Populasi monyet ini tampaknya mulai menurun.
Pintu masuk ke dalam area Petilasan Sunan Kalijaga itu digembok, dan pengunjung harus menemui kuncen jika hendak berziarah ke dalam ruangan. Namun karena saat itu tak ada keinginan untuk masuk ke dalam dan melihat isinya, saya pun tak berusaha menemui kuncen. Boleh jadi karena tubuh sudah merasa agak lelah yang menyebabkan hilangnya kelaparan akan keingintahuan.
Seperti biasa, di depan cungkup terdapat kotak sumbangan, berharap peziarah bersedia berbagi rizki dengan memasukkan segepok uang ke dalamnya. Sumbangan dan tiket masuk tampaknya memang sangat diperlukan bagi keberlanjutan sebuah situs wisata semacam ini, asalkan pengurus secara disiplin menyisihkan sekian persen dari dana yang masuk untuk dana perawatan dan perbaikan.
Sunan Kalijaga, salah satu Waling Songo yang dianggap paling sakti, diperkirakan wafat dalam usia lebih dari 100 tahun. Makam Sunan Kalijaga yang berada di Kadilangu, Demak, baru belakangan saya kunjungi. Semasa hidupnya Sunan Kalijaga ikut merancang pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Ia adalah wali mumpuni yang mengerti bagaimana caranya menggunakan pendekatan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana dalam berdakwah, seperti pemakaian gamelan, seni ukir, cerita wayang, serta suluk.
Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga
Alamat : Kelurahan Kalijaga, Kec Harjamukti Cirebon. Lokasi GPS : -6.74822, 108.55135, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Cirebon, Hotel Murah di Cirebon, Tempat Wisata di Cirebon, Peta Wisata CirebonSponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.