Restoran Ria Rio Manado Sulawesi Utara adalah tempat yang berjodoh dengan kami saat itu. Hal pertama yang kami lakukan ketika keluar dari Bandara Sam Ratulangi Manado, setelah menumpang pesawat Sriwijaya Air dari Jakarta, adalah mencari tempat untuk mengisi perut, dan pilihan akhirnya jatuh untuk mencari hidangan laut di sekitar Pantai Malalayang, Manado.
Setelah sempat melewati beberapa restoran yang terlihat ramai, kami pun berhenti di sebuah restoran di tepi pantai Malalayang yang bernama Restoran Ria Rio. Restoran ini menyediakan makanan dari hasil tangkapan di laut yang menjadi salah satu ciri masakan khas Manado. Setidaknya masakan Manado ikan tude dan ikan cakalang sudah sangat terkenal di banyak tempat di negeri ini.
Meski pun tidak bisa dikatakan sangat ramai karena masih banyak meja yang kosong, namun ketika kami masuk terlihat ada beberapa pengunjung Restoran Ria Rio Manado yang tengah menikmati makan siang mereka bersama teman atau keluarga. Sebagian duduk di dalam ruangan utama restoran, sebagian lagi di ruangan terbuka yang menghadap ke laut Manado yang biru.
Tengara nama di tepian pantai ketika langit sedang sangat bersahabat. Selagi menunggu makanan, dan segelas es kelapa muda segar, kamera pun dikeluarkan, lantaran tertarik dengan langit biru dengan serakan awan putih keperakan yang bersih, serta air laut yang biru jernih, dengan latar belakang gunung yang terlihat seperti mengambang di tengah laut.
Laut biru tenang dengan riak gelombang kecil tanpa debur ketika mencapai pantai, dengan angin sepoi, membuat betah duduk berlama, meski di luar panas matahari cukup menyengat kulit. Tepian pantai, tanpa serakan lokan, dengan beberapa rumah panggung tradisional berdiri di atasnya, di hias gumpalan awan putih yang mengambang indah di langit biru. Terik matahari membuat bias putih di cakrawala dan air laut pun berkeredep keputihan memantulkan cahaya terangnya.
Di luar sana ada sebuah antena TV tampak mencuat dari bagian samping belakang rumah panggung di sebelah restoran yang sepenuhnya terbuat dari kayu, kecuali atap sengnya yang tampak sudah mulai berkarat. Langit biru semacam seperti saya lihat di Manado saat itu merupakan tontonan langka bagi penduduk Jakarta, yang langitnya hampir selalu disaput asap kelabu yang membubung dari knalpot jutaan kendaraan yang berseliweran tanpa henti.
Suasana cukup nyaman di bagian restoran yang berada di tepian laut. Di sebelah kanan adalah tembok yang memisahkan dengan ruangan utama, dimana pengunjung bisa bernyanyi dengan iringan organ tunggal ketika menunggu makanan datang, atau setelah selesai bersantap.
Hidangan laut pun akhirnya terhampar di meja di depan tempat duduk kami, dengan nasi putih hangat, ikan bakar yang membangkitkan selera makan, lengkap dengan sambal dan dabu-dabu khas Manado. Saya bukan seorang tukang makan yang ahli soal masakan laut, namun sepertinya ikan yang terhidang di sana itu adalah ikan kakap merah.
Di Jakarta, rumah makan Manado yang dulu saya sering mampir adalah yang berada di dekat BEJ, yang selain menawarkan masakan laut dan perkedel jagungnya yang sedap, juga karena klapertart-nya yang sangat lezat sebagai hidangan penutup makanan. Rumah makan Manado di Jalan Blora juga termasuk favorit, selain yang ada di dekat Binus di Jl Hang Lekir.
Sup kuah asang kepala ikang (asam kepala ikan) kuahnya terasa segar ketika masuk ke perut lewat tenggorokan yang lapar. Dabu-dabu lilang dan sambal terasi pedas yang membuat lidah bergoyang lebih kencang. Meski bukan penggemar makanan pedas, namun masih bisa mencocol sedikit-sedikit agar lebih bersemangat dalam mengunyah makanan.
Suasana di restoran Ria Rio cukup menyenangkan dengan pemandangan laut dan langit biru yang memukau. Sayang pemandangan ke laut di arah sebelah kanan agak terhalang dengan adanya bangunan yang menjorok agak jauh ke laut. Bagaimana pun hidangan lautnya cukup lezat dan mengundang selera.
Setelah sempat melewati beberapa restoran yang terlihat ramai, kami pun berhenti di sebuah restoran di tepi pantai Malalayang yang bernama Restoran Ria Rio. Restoran ini menyediakan makanan dari hasil tangkapan di laut yang menjadi salah satu ciri masakan khas Manado. Setidaknya masakan Manado ikan tude dan ikan cakalang sudah sangat terkenal di banyak tempat di negeri ini.
Meski pun tidak bisa dikatakan sangat ramai karena masih banyak meja yang kosong, namun ketika kami masuk terlihat ada beberapa pengunjung Restoran Ria Rio Manado yang tengah menikmati makan siang mereka bersama teman atau keluarga. Sebagian duduk di dalam ruangan utama restoran, sebagian lagi di ruangan terbuka yang menghadap ke laut Manado yang biru.
Tengara nama di tepian pantai ketika langit sedang sangat bersahabat. Selagi menunggu makanan, dan segelas es kelapa muda segar, kamera pun dikeluarkan, lantaran tertarik dengan langit biru dengan serakan awan putih keperakan yang bersih, serta air laut yang biru jernih, dengan latar belakang gunung yang terlihat seperti mengambang di tengah laut.
Laut biru tenang dengan riak gelombang kecil tanpa debur ketika mencapai pantai, dengan angin sepoi, membuat betah duduk berlama, meski di luar panas matahari cukup menyengat kulit. Tepian pantai, tanpa serakan lokan, dengan beberapa rumah panggung tradisional berdiri di atasnya, di hias gumpalan awan putih yang mengambang indah di langit biru. Terik matahari membuat bias putih di cakrawala dan air laut pun berkeredep keputihan memantulkan cahaya terangnya.
Di luar sana ada sebuah antena TV tampak mencuat dari bagian samping belakang rumah panggung di sebelah restoran yang sepenuhnya terbuat dari kayu, kecuali atap sengnya yang tampak sudah mulai berkarat. Langit biru semacam seperti saya lihat di Manado saat itu merupakan tontonan langka bagi penduduk Jakarta, yang langitnya hampir selalu disaput asap kelabu yang membubung dari knalpot jutaan kendaraan yang berseliweran tanpa henti.
Suasana cukup nyaman di bagian restoran yang berada di tepian laut. Di sebelah kanan adalah tembok yang memisahkan dengan ruangan utama, dimana pengunjung bisa bernyanyi dengan iringan organ tunggal ketika menunggu makanan datang, atau setelah selesai bersantap.
Hidangan laut pun akhirnya terhampar di meja di depan tempat duduk kami, dengan nasi putih hangat, ikan bakar yang membangkitkan selera makan, lengkap dengan sambal dan dabu-dabu khas Manado. Saya bukan seorang tukang makan yang ahli soal masakan laut, namun sepertinya ikan yang terhidang di sana itu adalah ikan kakap merah.
Di Jakarta, rumah makan Manado yang dulu saya sering mampir adalah yang berada di dekat BEJ, yang selain menawarkan masakan laut dan perkedel jagungnya yang sedap, juga karena klapertart-nya yang sangat lezat sebagai hidangan penutup makanan. Rumah makan Manado di Jalan Blora juga termasuk favorit, selain yang ada di dekat Binus di Jl Hang Lekir.
Sup kuah asang kepala ikang (asam kepala ikan) kuahnya terasa segar ketika masuk ke perut lewat tenggorokan yang lapar. Dabu-dabu lilang dan sambal terasi pedas yang membuat lidah bergoyang lebih kencang. Meski bukan penggemar makanan pedas, namun masih bisa mencocol sedikit-sedikit agar lebih bersemangat dalam mengunyah makanan.
Suasana di restoran Ria Rio cukup menyenangkan dengan pemandangan laut dan langit biru yang memukau. Sayang pemandangan ke laut di arah sebelah kanan agak terhalang dengan adanya bangunan yang menjorok agak jauh ke laut. Bagaimana pun hidangan lautnya cukup lezat dan mengundang selera.
Restoran Ria Rio Manado
Alamat : Jl. Trans Sulawesi, Manado, Sulawesi Utara. Lokasi GPS : 1.460079, 124.781006, Waze. Tempat Wisata di Manado, Hotel di Manado, Peta Wisata ManadoSponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.