Selama beberapa menit berada di sana sayangnya tak ada satu pun kereta yang lewat, baik kereta api dari arah barat, maupun dari arah timur. Saat itu hampir jam setengah empat sore, mungkin kereta Taksaka Pagi dari Jakarta baru saja lewat beberapa menit sebelum saya tiba.
Jadwal kereta (tanpa) api jarak jauh memang tidak bisa sesering bis antar kota antar propinsi, oleh karena dalam setiap keberangkatan rangkaian gerbongnya yang panjang harus memenuhi nilai ambang keekonomian. Lain halnya dengan bus yang isinya kira-kira hanya segerbong kereta. Karenanya untuk jarak pendek, di Jakarta misalnya, selain KRL telah pula dibuat LRT atau Light Rail Transit yang dibahasaindonesiakan menjadi lintas rel terpadu.
Bangunan Stasiun Kutowinangun terlihat berbentuk kotak memanjang yang dicat warna khas PT Kereta Api Indonesia. Akses masuk ke dalam peron stasiun berada di bagian tengah bangunan, dengan puncak tonjolan atap ada di atasnya. Ini adalah bentuk standar stasiun kereta api yang juga bisa dilihat di stasiun lain yang merupakan warisan kolonial.
Lain halnya dengan gaya arsitektur bangunan yang didirikan oleh PT KAI dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya stasiun KRL, stasiun MRT, dan stasiun LRT, yang terlihat jauh lebih modern dan bergaya minimalis fungsional. Tak bisa disangkal bahwa perkembangan PT KAI dalam sepuluh tahun terakhir ini sungguh luar biasa.
Sebagaimana Stasiun Kebumen, Stasiun Kutowinangun juga sudah terlihat rapi dan bersih. Tak ada orang tak berkepentingan lalu lalang di dalam area peron, dan kebersihan peron juga sangat terjaga. Sejumlah pot tanaman pendek terlihat diletakkan dekat tembok untuk mempercantik pemandangan.
Terlihat bahwa Stasiun Kutowinangun saat itu sudah memiliki tiga jalur rel kereta api. Jalur 1 dengan panjang emplasemen 432 m merupakan jalur utama yang bisa menampung 23 rangkaian kereta. Jalur 2 dan 3 dengan panjang emplasemen 351 m digunakan sebagai jalur persilangan yang bisa menampung 17 rangkaian kereta.
Sebuah tanda pada dinding tengah Stasiun Kutowinangun memberi informasi bahwa stasiun ini terletak pada ketinggian +13 m di atas permukaan laut dan berada di Daerah Operasi V Purwokerto. Tanda seperti ini bisa dijumpai di setiap stasiun kereta api, namun tak begitu jelas apa manfaat praktisnya.
Tanda + seperti itu memang sudah ada di setiap stasiun kereta api sejak jaman Belanda. Jika ada tanda - (minus) berarti stasiun itu berada sekian meter di bawah permukaan air laut, yang saya belum pernah melihatnya. Ada yang menyebut bahwa angka itu bisa memberi gambaran tentang waktu tempuh dari satu ke stasiun lainnya. Jika menanjak waktu tempuhnya lebih lama, dan jika menurun bisa lebih cepat.
Kereta api dari Jakarta yang berhenti di Stasiun Kutowinangun hanya berangkat dari Stasiun Pasar Senen (Gaya Baru Malam dan Krakatu), dan dari Stasiun Tanah Abang (Krakatau). Sedangkan dari Bandung ada Kereta Api Mutiara Selatan yang berhenti di stasiun ini.
Pada akses masuk di bagian tengah terdapat loket penjualan tiket kereta api, serta jadwal lengkap keberangkatan kereta dari Stasiun Kutowinangun ke arah Barat dan Timur. Keberadaan jadwal dulu sangat membantu bagi pejalan, namun dengan adanya aplikasi KAI Access semua informasi itu sudah ada di genggaman tangan.
Jaman dimana kereta api ditaklukkan telak oleh bus antar kota dan travel jemput-antar bisa dikatakan telah lewat, khususnya tentu di Jawa. Selesainya proyek double track kereta api lintas Jawa, serta dibangunnya underpass dan fly over di persimpangan sebidang, membuat perjalanan dengan kereta api semakin nyaman dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan semakin pasti.
Saya sempat memotret pandangan ke sisi sebelah kiri Stasiun Kutowinangun, arah perjalanan kereta ke wilayah Timur. PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) tampak berdiri di tepi peron, yang menjadi tanda bahwa kereta api tidak lama lagi akan datang atau lewat dari arah sana. Bangunan kecil terpisah paling ujung adalah kantor PPKA.
Dengan adanya proyek double track dan semakin ramainya perjalanan orang antar kota antar propinsi dengan menggunakan jasa kereta api, jalur rel di Stasiun Kutowinangun ini boleh jadi sudah bertambah atau akan bertambah lagi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Perlintasan sebidang rel kereta api dengan jalan umum yang berada di dekat stasiun ini sempat saya foto. Palang pintu perlintasan dinaikturunkan secara manual, langsung oleh petugas dari ruang PPKA. Letak Stasiun Kutowinangun Kebumen ini berada tidak jauh dari Makam Aroeng Binang Kebejen, hanya 280 meter yang bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Suatu saat nanti perlintasan sebidang ini baiknya ditiadakan, digantikan dengan jalan terowongan atau jalan layang karena permukiman akan semakin berkembang, dan jalur ganda pun dioperasikan setelah pengganti Terowongan Ijo selesai dibuat. Artinya frekuensi kereta api semakin meningkat, dan memerlukan jalur lebih steril bagi keselamatan dan kenyamanan semua pihak.
Stasiun Kutowinagun Kebumen
Alamat : Jl. Stasiun, Kutowinangun, Kebumen. Lokasi GPS : -7.71675, 109.73445, Waze. Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.