Gereja, Jawa Tengah, Semarang

Gereja Blenduk Semarang

Mengisi waktu tersisa sebelum pulang ke Jakarta kami mampir di Gereja Blenduk Semarang, sebuah bangunan tua peninggalan dari jaman kolonial dengan kubah khas yang kemudian dijadikan sebagai nama julukannya. Blenduk, sering dilafalkan mblenduk, adalah ekspresi Jawa yang menggambarkan bentuk menonjol lengkung setengah bola yang besar. Jika tonjolan lengkungnya kecil maka disebut mlenthung, dan mlenthing kalau lebih kecil lagi.

Kami turun dari kendaraan di dekat taman yang berada di sisi timur gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dulu bernama Koepelkerk ini. Setidaknya ada tiga pohon besar rimbun di taman itu dan satu atau lebih pohon kecil serta tanaman hias lainnya. Bangunan gereja menghadap ke selatan, dengan menara kembar di sisi kiri kanannya, serta kubah besar berwarna tembaga di pusat bangunan yang nama resminya adalah GPIB Immanuel.

Di serambi sisi timur ada penjaga yang mempersilahkan kami masuk ke ruang utama gereja, dengan membayar tiket masuk. Pengurus Gereja Blenduk Semarang rupanya sudah lama menjadikan bangunan cagar budaya itu sebagai tujuan wisata umum.

gereja blenduk semarang

Menara kembar dan kubah khas Gereja Blenduk Semarang yang ditopang 32 balok baja, 8 besar dan 24 kecil. Bangunan warisan kolonial Belanda yang terbuat dari beton tebal dan kokoh semacam ini membuatnya bertahan jauh lebih lama ketimbang bangunan khas Jawa yang sebagian besar berbahan utama kayu.

Mungkin karena itu ketika sebuah kerajaan runtuh maka bangunan keratonnya pun hilang tak berbekas, menyisakan umpak batu saja. Pada masing-masing menara terdapat jam besar yang menempel pada tembok putihnya, dengan penunjuk angka Romawi dan jarum jam berwarna hitam. Diantara kedua menara berkibar Sang Saka Merah Putih.

Jendela hawa tampak pada menara dan puncak kubah, serta jendela cahaya ada di bagian bawah kubah. Pada serambi depan terdapat empat pilar tinggi bergaya Romawi yang megah dengan tengara GPIB Immanuel serta lambang salib di puncak atapnya. Satu serambi lagi ada di sisi sebelah barat.


gereja blenduk semarang

Seorang pengunjung yang kebetulan masuk beberapa saat sebelumnya tampak tengah memotret bagian atas ruang tengah Gereja Blenduk Semarang dengan deret kursi kayu beralas dan berpunggung rotan, langit-langit yang tinggi, jendela kaca patri yang indah, lampu gantung elok, dan mimbar kayu jati tinggi di ujung sana. Sementara temannya yang berhijab duduk menunggu di kursi. Mereka penggemar gedung tua bersejarah.

Gedung asli Gereja Blenduk dibangun orang Belanda pada 1753 dengan arsitektur Jawa namun dirombak total pada tahun 1787. Kubah dan menaranya baru dibuat saat renovasi tahun 1894-1985 yang dikerjakan oleh arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde. Prasasti renovasi itu dipasang pada dinding pilar sebelah kanan mimbar. Sedangkan prasasti pada pilar satunya lagi yang ditandatangani Pendeta Rufus Alexander Waney M.Th menyebutkan renovasi tahun 2002-2003. Spanduk tegak di kedua pilar berisi petikan ayat suci.

Organ pipa (orgel) Barok yang sudah tak berfungsi buatan dari tahun 1700-an masih terlihat menawan di ruang utama Gereja Blenduk Semarang, tertutup sebagian oleh lampu gantung yang juga elok. Ada tangga ulir yang dibuat Pletterij den Haag untuk menuju ke lantai dua. Namun sayangnya pengunjung tidak diperbolehkan naik ke atas.

Kursi terlihat berderet sangat rapi membuatnya sedap dipandang mata, bersih dan terawat. Sedangkan lantai gereja dilapisi ubin dengan ornamen dominan warna kuning dibalut warna hitam, dan coklat. Deret bangku di sisi kiri kanan mimbar, menghadap miring ke arah jemaat, tampaknya diperuntukkan bagi paduan suara gereja, dengan sebuah organ modern terlihat di bagian kiri ruangan.

Pandangan dekat pada ornamen organ pipa yang dibuat sangat indah, memperlihatkan seorang peri bersayap yang tengah duduk sambil memainkan harpa bersenar sembilan, sementara di latar belakang sana ada arca yang tengah memainkan terompet panjang. Ada masing-masing satu arca peniup terompet pada kedua ujung orgel.

Benda yang patut dilihat adalah kaca patri sangat indah pada jendela-jendela tinggi dengan bagian atas melengkung. Di puncak lengkung kaca patrinya berbentuk bintang ganda. Tepat di bawahnya ada dua kaca patri setengah lengkung berisi sisik biru muda dan putih. Di bawahnya lagi ada empat lingkar kaca patri dengan ornamen bintang ganda. Sisa kaca patri di bawahnya yang tinggi berisikan bentuk-bentuk geometris sarang lebah berwarna merah marun lemah dan segi empat kecil kekuningan.

Pada sebuah dinding di dalam ruangan utama gereja dipasang plakat hitam dengan tulisan warna keemasan berisi daftar para pendeta yang mengabdi di sana, seluruhnya ada 94 orang pada saat saya berkunjung. Lima yang pertama adalah Johannes Wilhelmus Swemmelaar (1753 – 1760), David Daniel van Vianen (1760 – 1762), Simon Gideon (1762 – 1766), dan Cornelius Coetzier (1766 – 1772).

Sedangkan tiga yang terakhir yang tercantum saat itu adalah Meyer Meindert Pontoh (1998 – 2004), Martha Nanlohy-Latupeirissa (2004 - 2009), dan Robert Williem Maarthin (2009 - ) yang mengabdi sampai 2012 namun saat itu belum ditulis. Dua pendeta yang juga belum ditulis adalah Parlindungan Lumban Gaol (2012 - 2015), dan Helen G.F. Luhulima-Hukom (2015 - sekarang). Sejak 1954 gereja ini telah mulai dilayani oleh pendeta-pendeta GPIB.

Setiap hari Minggu di gereja ini masih diselenggarakan kegiatan ibadah, pertama dimulai pada pukul 06.00, dan kedua dimulai pada pukul 09.00 yang juga melakukan ibadah pelayanan anak dan ibadah persekutuan teruna. Karena elok dan terpelihara, pada Februari 2009 Gereja Blenduk Semarang menerima penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia cabang Jawa Tengah sebagai Tempat Ibadah Tua yang Terbaik Pemeliharannya.


Gereja Blenduk Semarang

Alamat : Jl. Letjend Suprapto No 32, Semarang. Telp 024-3554271. Lokasi GPS : -6.9683615, 110.4275724, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : 09.00 - 16.00. Minggu 13.00 - 16.00. Harga tiket masuk : Rp.10.000. Hotel di Semarang, Tempat Wisata di Semarang, Peta Wisata Semarang.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Desember 29, 2019.