Hari itu diawali dengan kunjungan ke Situs Kota Tanah Cerucuk Belitung, Kecamatan Badau, 12 km dari Tanjungpandan. Yang menemani adalah Bang Junai, orang Belitung Transport. Ia menyarankan untuk pagi-pagi ke Situs Kota Tanah Cerucuk, yang saya setujui meskipun tidak ada dalam rencana dan tidak tahu pula ada apa di sana.
Jalan masuk ke Situs Kota Tanah Cerucuk Belitung ada di sisi sebelah kiri jalan, dari arah Kota Tanjung Pandan. Karena tidak ada tempat parkir yang disediakan oleh situs ini, maka mobil bang Junai diparkir di seberang jalan, di pekarangan rumah seorang penduduk. Dari tepi jalan saya berjalan kaki melewati jalan paving blok selebar sekitar 2 m sejauh 50 m, diapit oleh pohon-pohon tinggi di kiri-kanannya. Kentara sekali bahwa jalan ini jarang dilalui, dan jarang pula dibersihkan.
Situs Kota Tanah Cerucuk ternyata adalah kompleks kubur dari 14 orang keluarga Raja Balok, dua diantaranya adalah Raja Balok, yaitu Ki Agus (KA) Mohammad Hatam yang bergelar Depati Tjakraninggrat VII (1758-1815) dan KA Mohammad Saleh yang bergelar Depati Tjakraninggrat IX (1856-1873). Di dekat akses masuk terlihat ada papan nama Situs Kota Tanah Cerucuk, lengkap dengan nama raja Balok yang dimakamkan di sana. Cukup membantu bagi pejalan yang memang ingin berkunjung ke Situs Kota Tanah Cerucuk ini.
Hampir di ujung jalan, ada lagi satu tengara Cagar Budaya Situs Kota Tanah Cerucuk yang dibuat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tidak ada penjaga, dan saya pun menyelinap masuk ke dalam kompleks Situs Kota Tanah Cerucuk, dimana terdapat sebuah cungkup besar di bagian depan, cungkup lebih kecil di belakangnya, serta kubur di area terbuka di halaman belakang.
Mengunjungi Situs Kota Tanah Cerucuk membuat saya seperti memasuki lorong waktu. Menyimak kembali sejarah raja-raja yang pernah menjadi penguasa di Pulau Belitung, dari mulai jaman Kerajaan Majapahit, sampai Timah mengubah wajah Belitung, secara ekonomi, sosial, dan politik.
Ada sebuah pohon tua yang sangat besar dan tinggi yang menambah kuatnya suasana mistik di kompleks Situs Kota Tanah Cerucuk ini. Di Situs ini ada serakan makam-makam tua yang dikelilingi pohon-pohon lebat tinggi, boleh dikatakan sudah cukup untuk membuat orang merinding bulu kuduknya jika sendirian berada di sini.
Beton nisan kubur bertuliskan "A.K.A.M. Saleh", yang menggeletak di samping makamnya. Pada baris kedua terbaca "15 Jan 1876", tahun meninggalnya, 3 tahun setelah ia mengundurkan diri sebagai depati.
Pada masa KA Saleh inilah, mulai tahun 1856, Belanda mendatangkan orang-orang Cina secara bergelombang ke Belitung untuk menjadi pekerja parit timah, hingga pada 1866 jumlahnya mencapai 2.724 orang. Kubur KA Saleh di Situs Kota Tanah Cerucuk dihias kaligrafi Arab yang memenuhi bidang badan kayu kuburnya.
Banyak nisan di sana tidak terlihat karena tertutup kain mori yang sudah tertempel banyak debu. Jika saja ada kuncen, mungkin akan saya minta untuk membukanya. Cungkup kubur yang berada di bagian depan Situs Kota Tanah Cerucuk adalah tempat dimana terdapat makam KA Mohammad Hatam (Depati Tjakraninggrat VII) dan KA Mohammad Saleh (Depati Tjakraninggrat IX).
Kayu-kayu yang digunakan pada badan dan nisan kubur sudah terlihat sangat tua, dan banyak bagian-bagiannya telah digerogoti waktu. Jelas sekali bahwa Situs Kota Tanah Cerucuk telah memerlukan perhatian dan perawatan yang serius dari dinas yang mestinya mengawasinya.
Terlihat sebaris tulisan pada sepotong beton di Situs Kota Tanah Cerucuk yang berbunyi A.K.A. Hatam, yang menjadi tengara makam Raja Balok itu. Adalah tengara pada beton yang bertulis KA Usman (Depati Cakraninggart VI, 1755-1785), ayah KA Hatam, yang memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Balok dari Balok Baru (Tebing Tinggi) ke Kota Karang di hulu sungai Cerucuk.
Kondisi lingkungan di lokasi Situs Kota Tanah Cerucuk saat dilihat dari halaman belakang sebenarnya cukup menyenangkan. Pada 1784, di muara Sungai Carucuk di dekat Pulau Kalamoa, berlabuh armada Palembang dibawah pimpinan Syarbudin yang akan berkunjung ke Kota Karang. Kapal KA Usman yang hendak menjemput tiba-tiba diserang oleh armada Siak. KA Usman tewas dalam pertempuran itu. Mayatnya tak pernah ditemukan sehingga ia mendapat julukan Depati Hilang di Laut, dan posisinya kemudian digantikan oleh KA Hatam.
Semasa memerintah, KA Hatam mendatangkan penggali timah Cina di Johor lewat Tumasik (Singapura), sampai kemudian ia memperisteri seorang perempuan Cina yang lalu masuk Islam, dan diberi gelar Dayang Kuning. KA Hatam tewas dalam pertempuran melawan Tengku Akil dari Siak yang menyerbu Belitung atas perintah tentara Inggris yang sebelumnya telah menduduki Pulau Bangka. Versi lain menyebutkan bahwa KA Hatam dibunuh pada saat sedang tidur.
Sudah selayaknya pemda dan masyarakat Belitung memberikan perhatian yang besar kepada situs semacam ini, situs yang memberi ruh bagi Belitung, dengan memugarnya, memberi tengara pada makam, memasang papan berisi tulisan seputar Raja Balok dan keluarganya yang dimakam di sana, dan menjadikannya sebagai salah satu wisata sejarah yang bisa dibanggakan.
Jalan masuk ke Situs Kota Tanah Cerucuk Belitung ada di sisi sebelah kiri jalan, dari arah Kota Tanjung Pandan. Karena tidak ada tempat parkir yang disediakan oleh situs ini, maka mobil bang Junai diparkir di seberang jalan, di pekarangan rumah seorang penduduk. Dari tepi jalan saya berjalan kaki melewati jalan paving blok selebar sekitar 2 m sejauh 50 m, diapit oleh pohon-pohon tinggi di kiri-kanannya. Kentara sekali bahwa jalan ini jarang dilalui, dan jarang pula dibersihkan.
Situs Kota Tanah Cerucuk ternyata adalah kompleks kubur dari 14 orang keluarga Raja Balok, dua diantaranya adalah Raja Balok, yaitu Ki Agus (KA) Mohammad Hatam yang bergelar Depati Tjakraninggrat VII (1758-1815) dan KA Mohammad Saleh yang bergelar Depati Tjakraninggrat IX (1856-1873). Di dekat akses masuk terlihat ada papan nama Situs Kota Tanah Cerucuk, lengkap dengan nama raja Balok yang dimakamkan di sana. Cukup membantu bagi pejalan yang memang ingin berkunjung ke Situs Kota Tanah Cerucuk ini.
Hampir di ujung jalan, ada lagi satu tengara Cagar Budaya Situs Kota Tanah Cerucuk yang dibuat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tidak ada penjaga, dan saya pun menyelinap masuk ke dalam kompleks Situs Kota Tanah Cerucuk, dimana terdapat sebuah cungkup besar di bagian depan, cungkup lebih kecil di belakangnya, serta kubur di area terbuka di halaman belakang.
Mengunjungi Situs Kota Tanah Cerucuk membuat saya seperti memasuki lorong waktu. Menyimak kembali sejarah raja-raja yang pernah menjadi penguasa di Pulau Belitung, dari mulai jaman Kerajaan Majapahit, sampai Timah mengubah wajah Belitung, secara ekonomi, sosial, dan politik.
Ada sebuah pohon tua yang sangat besar dan tinggi yang menambah kuatnya suasana mistik di kompleks Situs Kota Tanah Cerucuk ini. Di Situs ini ada serakan makam-makam tua yang dikelilingi pohon-pohon lebat tinggi, boleh dikatakan sudah cukup untuk membuat orang merinding bulu kuduknya jika sendirian berada di sini.
Beton nisan kubur bertuliskan "A.K.A.M. Saleh", yang menggeletak di samping makamnya. Pada baris kedua terbaca "15 Jan 1876", tahun meninggalnya, 3 tahun setelah ia mengundurkan diri sebagai depati.
Pada masa KA Saleh inilah, mulai tahun 1856, Belanda mendatangkan orang-orang Cina secara bergelombang ke Belitung untuk menjadi pekerja parit timah, hingga pada 1866 jumlahnya mencapai 2.724 orang. Kubur KA Saleh di Situs Kota Tanah Cerucuk dihias kaligrafi Arab yang memenuhi bidang badan kayu kuburnya.
Banyak nisan di sana tidak terlihat karena tertutup kain mori yang sudah tertempel banyak debu. Jika saja ada kuncen, mungkin akan saya minta untuk membukanya. Cungkup kubur yang berada di bagian depan Situs Kota Tanah Cerucuk adalah tempat dimana terdapat makam KA Mohammad Hatam (Depati Tjakraninggrat VII) dan KA Mohammad Saleh (Depati Tjakraninggrat IX).
Kayu-kayu yang digunakan pada badan dan nisan kubur sudah terlihat sangat tua, dan banyak bagian-bagiannya telah digerogoti waktu. Jelas sekali bahwa Situs Kota Tanah Cerucuk telah memerlukan perhatian dan perawatan yang serius dari dinas yang mestinya mengawasinya.
Terlihat sebaris tulisan pada sepotong beton di Situs Kota Tanah Cerucuk yang berbunyi A.K.A. Hatam, yang menjadi tengara makam Raja Balok itu. Adalah tengara pada beton yang bertulis KA Usman (Depati Cakraninggart VI, 1755-1785), ayah KA Hatam, yang memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Balok dari Balok Baru (Tebing Tinggi) ke Kota Karang di hulu sungai Cerucuk.
Kondisi lingkungan di lokasi Situs Kota Tanah Cerucuk saat dilihat dari halaman belakang sebenarnya cukup menyenangkan. Pada 1784, di muara Sungai Carucuk di dekat Pulau Kalamoa, berlabuh armada Palembang dibawah pimpinan Syarbudin yang akan berkunjung ke Kota Karang. Kapal KA Usman yang hendak menjemput tiba-tiba diserang oleh armada Siak. KA Usman tewas dalam pertempuran itu. Mayatnya tak pernah ditemukan sehingga ia mendapat julukan Depati Hilang di Laut, dan posisinya kemudian digantikan oleh KA Hatam.
Semasa memerintah, KA Hatam mendatangkan penggali timah Cina di Johor lewat Tumasik (Singapura), sampai kemudian ia memperisteri seorang perempuan Cina yang lalu masuk Islam, dan diberi gelar Dayang Kuning. KA Hatam tewas dalam pertempuran melawan Tengku Akil dari Siak yang menyerbu Belitung atas perintah tentara Inggris yang sebelumnya telah menduduki Pulau Bangka. Versi lain menyebutkan bahwa KA Hatam dibunuh pada saat sedang tidur.
Sudah selayaknya pemda dan masyarakat Belitung memberikan perhatian yang besar kepada situs semacam ini, situs yang memberi ruh bagi Belitung, dengan memugarnya, memberi tengara pada makam, memasang papan berisi tulisan seputar Raja Balok dan keluarganya yang dimakam di sana, dan menjadikannya sebagai salah satu wisata sejarah yang bisa dibanggakan.
Situs Kota Tanah Cerucuk
Alamat : Desa Cerucuk, Kecamatan Badau, Belitung. Lokasi GPS : -2.79744, 107.6962, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk : gratis. Hotel di Belitung, Tempat Wisata di Belitung, Peta Wisata Belitung.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.