Perjalanan dengan kendaraan ke Bukit Surowiti, dimana Petilasan Sunan Kalijaga Gresik berada, terasa cukup jauh. Setelah berkunjung ke Makam Siti Fatimah binti Maimun, mobil bergerak arah ke Utara, melewati Jl Raya Manyar, lanjut ke Jl Sembayat, dan berhenti terlebih dahulu di Warung Jaya Lestari di GPS -7.07240, 112.57446 - Waze untuk mengisi perut lapar.
Menu utamanya Asem2 Ikan Sembilang, Asem2 Sop Iga, dan rawon. Anda harus mampir di warung ini untuk mencicipi masakannya. Selesai makan, mobil meluncur di Jl Raya Bungah, belok kiri ke Jl Raya Golokan, lanjut Jl Raya Daendels (ya, jalan yang dibuat oleh Herman Willem Daendels), dan belok kiri ke Jl Siwalan - Surowiti, pada GPS: -6.92912, 112.46937.
Jalanannya sempit, hanya cukup satu mobil, melewati hutan jati, ladang dan perumahan penduduk. Kami belok ke kanan sesudah sekitar 2 km di jalan sempit ini. Setelah meluncur sejauh 600 m, kami berhenti tepat di tanjakan di kaki bukit pada GPS -6.93495, 112.45139. Perjalanan dengan mengayun langkah kaki mendaki undakan ke atas bukit dimana Petilasan Sunan Kalijaga Gresik berada pun dimulai.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik di puncak Bukit Surowiti harus dicapai dengan melewati beberapa kelompok anak tangga yang jumlahnya ratusan, terpisah-pisah oleh rumah penduduk dan tanah-tanah perbukitan. Entah bagaimana cara mengendarainya, namun sepeda motor seperti ini terlihat masih bisa naik sampai ke puncak bukit. Selain petilasan, di atas Bukit Surowoti juga terdapat beberapa makam yang dikeramatkan oleh penduduk setempat, serta ada pula Gua Langsih yang aksesnya mendebarkan hati yang ciut.
Gua itu adalah tempat tinggal dan persembunyian bagi Brandal Lokajaya, julukan bagi Raden Sahid sebelum ia mendapat pencerahan dan kemudian menjadi wali berjuluk Sunan Kalijaga. Karena kecerdasannya, kedalaman dan ketinggian ilmunya, kewaskitaannya, serta pendekatannya dalam berdakwah dan berpolitik, Sunan Kalijaga termasuk Wali Songo yang paling disegani, dan disebut Wali Kutub atau leluhuring Wali. Beliau suka berkelana dalam melakukan dakwah, sehingga petilasannya bisa ditemukan di Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon.
Lokasi Petilasan Sunan Kalijaga Gresik memang cukup jauh dan tanjakannya lumayan berat dan melelahkan, sehingga setidaknya ada beberapa titik perhentian. Sayang tidak ada gazebo atau bangku sebagai tempat untuk beristirahat. Tempat pemberhentian terakhir disebut Laketeng, tepat sebelum masuk ke tanjakan paling tajam dan tinggi.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik sudah terlihat di kejauhan, dengan pintu masuk dicat warna hijau. Petilasan ini rupanya berada di ujung puncak Bukit Surowiti, sehingga setelah sampai di atas perbukitan yang tanahnya sudah mendatar, kami masih berjalan kaki sejauh beberapa puluh meter lagi. Ada sejumlah rumah-rumah penduduk dan warung-warung penjual makanan minuman yang kami lewati, sebelum akhirnya melihat pintu petilasan.
Sebuah pohon sangat besar dan tinggi terlihat berada tidak jauh dari pintu petilasan. Ada pula papan petunjuk ke arah Makam Empu Supo yang mengambil jalan simpang ke kiri. Belakangan saya tahu bahwa jalan simpang itu memutari ujung lereng bukit. Pintu gapura petilasan dalam keadaan terbuka. Namun kuncen tinggal di sekitar tanjakan pertama, dan sedang tidak berada di Petilasan saat itu. Untuk kembali ke depan rasanya sudah terlalu lelah.
Sayang tak ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Papan penunjuk ke Goa Langsih tampak dipasang di samping pintu masuk petilasan. Lantaran tak ada kuncen saya tidak bisa masuk ke dalam cungkup petilasan karena pintunya dikunci. Tak ada penduduk yang bisa membantu memanggil kuncen. Alhasil saya berkeliling di sekitar cungkup petilasan. Di samping cungkup ada Makam Mbah Sloko dan Makam Mbah Singo Wongso. Tak jelas siapa mereka, barangkali pengikut Sunan Kalijaga.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik memiliki atap berbentuk limasan yang mengerucut, ornamen bulatan logam di puncaknya, atap susunan kayu yang menyerupai sisik, dan kaligrafi berbunyi "Allah" pada tembok di atas pintu. Sunan Kalijaga adalah keturunan Aryo Adikoro, yang lebih dikenal sebagai Ronggo Lawe, penguasa Tuban di masa awal Kerajaan Majapahit.
Petilasan Sunan Kalijaga juga saya lihat ada di Makam Sunan Ampel Surabaya, dan jasadnya disemayamkan di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak.
Sunan Kalijaga dilahirkan dengan nama Raden Mas Sahid, dari ayah bernama Raden Sahur (Tumenggung Wilwatikta, Adipati Tuban) dan ibu bernama Dewi Sukati, salah seorang puteri raja Majapahit. Raden Sahur adalah juga merupakan cucu buyut Ronggo Lawe. Tuban ketika itu merupakan pelabuhan terbesar di kawasan Kepulauan Nusantara.
Nama Kalijaga berasal dari pertemuannya dengan Sunan Bonang, saat ia masih menjadi Brandal Lokajaya karena kekecewaan pada ketidakadilan di tengah masyarakat saat itu. Setelah ditundukkan Sunan Bonang, Raden Mas Sahid menjaga tongkat yang ditancapkannya di tepi kali dan ditugaskan memperdalam ilmu agama dari kitab yang ditinggalkannya. Namun konon baru tiga tahun kemudian Sunan Bonang kembali untuk menjumpai Raden Mas Sahid.
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga sering membuat perumpamaan yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dikatakannya bahwa setelah petani selesai membajak sawah, tetap saja selalu ada bagian tanah di sudut sawah yang belum terbajak, yang diartikan bahwa selalu ada kekurangan meskipun cita-cita telah tercapai.
Sunan Kalijaga mengajarkan bahwa Pacul terdiri dari tiga bagian. Pertama Pacul, Ngipatake Kang Muncul: dalam mengejar cita-cita ada banyak godaan yang harus dikesampingkan. Kedua Bawak, Obahing Awak: cita-cita dicapai dengan berupaya dan melakukan kerja keras secara fisik. Ketiga Doran, Dedongo ing Pangeran, dalam mengejar cita-cita jangan lupa untuk selalu memanjatkan do’a kepada Pangeran, Tuhan yang menguasai alam fana dan baka, yaitu Allah.
Mungkin dalam pengembaraannya ia menciptakan Ilir-ilir dan Dandhang Gulo, serta Serat Dewa Ruci dan Suluk Linglung. Gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu di Keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah peninggalannya.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1430-an, dan hidup dari jaman Majapahit sampai awal berdirinya Kerajaan Mataram, sehingga usianya diperkirakan mencapai 150 tahun. Makam Sunan Kalijaga berada di Kadilangu, Demak. Haul akbar Sunan Kalijaga dilakukan setiap tahun oleh penduduk Surowiti, yaitu pada bulan Dzulhijjah, di Hari Kamis minggu terakhir.
Menu utamanya Asem2 Ikan Sembilang, Asem2 Sop Iga, dan rawon. Anda harus mampir di warung ini untuk mencicipi masakannya. Selesai makan, mobil meluncur di Jl Raya Bungah, belok kiri ke Jl Raya Golokan, lanjut Jl Raya Daendels (ya, jalan yang dibuat oleh Herman Willem Daendels), dan belok kiri ke Jl Siwalan - Surowiti, pada GPS: -6.92912, 112.46937.
Jalanannya sempit, hanya cukup satu mobil, melewati hutan jati, ladang dan perumahan penduduk. Kami belok ke kanan sesudah sekitar 2 km di jalan sempit ini. Setelah meluncur sejauh 600 m, kami berhenti tepat di tanjakan di kaki bukit pada GPS -6.93495, 112.45139. Perjalanan dengan mengayun langkah kaki mendaki undakan ke atas bukit dimana Petilasan Sunan Kalijaga Gresik berada pun dimulai.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik di puncak Bukit Surowiti harus dicapai dengan melewati beberapa kelompok anak tangga yang jumlahnya ratusan, terpisah-pisah oleh rumah penduduk dan tanah-tanah perbukitan. Entah bagaimana cara mengendarainya, namun sepeda motor seperti ini terlihat masih bisa naik sampai ke puncak bukit. Selain petilasan, di atas Bukit Surowoti juga terdapat beberapa makam yang dikeramatkan oleh penduduk setempat, serta ada pula Gua Langsih yang aksesnya mendebarkan hati yang ciut.
Gua itu adalah tempat tinggal dan persembunyian bagi Brandal Lokajaya, julukan bagi Raden Sahid sebelum ia mendapat pencerahan dan kemudian menjadi wali berjuluk Sunan Kalijaga. Karena kecerdasannya, kedalaman dan ketinggian ilmunya, kewaskitaannya, serta pendekatannya dalam berdakwah dan berpolitik, Sunan Kalijaga termasuk Wali Songo yang paling disegani, dan disebut Wali Kutub atau leluhuring Wali. Beliau suka berkelana dalam melakukan dakwah, sehingga petilasannya bisa ditemukan di Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga Cirebon.
Lokasi Petilasan Sunan Kalijaga Gresik memang cukup jauh dan tanjakannya lumayan berat dan melelahkan, sehingga setidaknya ada beberapa titik perhentian. Sayang tidak ada gazebo atau bangku sebagai tempat untuk beristirahat. Tempat pemberhentian terakhir disebut Laketeng, tepat sebelum masuk ke tanjakan paling tajam dan tinggi.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik sudah terlihat di kejauhan, dengan pintu masuk dicat warna hijau. Petilasan ini rupanya berada di ujung puncak Bukit Surowiti, sehingga setelah sampai di atas perbukitan yang tanahnya sudah mendatar, kami masih berjalan kaki sejauh beberapa puluh meter lagi. Ada sejumlah rumah-rumah penduduk dan warung-warung penjual makanan minuman yang kami lewati, sebelum akhirnya melihat pintu petilasan.
Sebuah pohon sangat besar dan tinggi terlihat berada tidak jauh dari pintu petilasan. Ada pula papan petunjuk ke arah Makam Empu Supo yang mengambil jalan simpang ke kiri. Belakangan saya tahu bahwa jalan simpang itu memutari ujung lereng bukit. Pintu gapura petilasan dalam keadaan terbuka. Namun kuncen tinggal di sekitar tanjakan pertama, dan sedang tidak berada di Petilasan saat itu. Untuk kembali ke depan rasanya sudah terlalu lelah.
Sayang tak ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Papan penunjuk ke Goa Langsih tampak dipasang di samping pintu masuk petilasan. Lantaran tak ada kuncen saya tidak bisa masuk ke dalam cungkup petilasan karena pintunya dikunci. Tak ada penduduk yang bisa membantu memanggil kuncen. Alhasil saya berkeliling di sekitar cungkup petilasan. Di samping cungkup ada Makam Mbah Sloko dan Makam Mbah Singo Wongso. Tak jelas siapa mereka, barangkali pengikut Sunan Kalijaga.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik memiliki atap berbentuk limasan yang mengerucut, ornamen bulatan logam di puncaknya, atap susunan kayu yang menyerupai sisik, dan kaligrafi berbunyi "Allah" pada tembok di atas pintu. Sunan Kalijaga adalah keturunan Aryo Adikoro, yang lebih dikenal sebagai Ronggo Lawe, penguasa Tuban di masa awal Kerajaan Majapahit.
Petilasan Sunan Kalijaga juga saya lihat ada di Makam Sunan Ampel Surabaya, dan jasadnya disemayamkan di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak.
Sunan Kalijaga dilahirkan dengan nama Raden Mas Sahid, dari ayah bernama Raden Sahur (Tumenggung Wilwatikta, Adipati Tuban) dan ibu bernama Dewi Sukati, salah seorang puteri raja Majapahit. Raden Sahur adalah juga merupakan cucu buyut Ronggo Lawe. Tuban ketika itu merupakan pelabuhan terbesar di kawasan Kepulauan Nusantara.
Nama Kalijaga berasal dari pertemuannya dengan Sunan Bonang, saat ia masih menjadi Brandal Lokajaya karena kekecewaan pada ketidakadilan di tengah masyarakat saat itu. Setelah ditundukkan Sunan Bonang, Raden Mas Sahid menjaga tongkat yang ditancapkannya di tepi kali dan ditugaskan memperdalam ilmu agama dari kitab yang ditinggalkannya. Namun konon baru tiga tahun kemudian Sunan Bonang kembali untuk menjumpai Raden Mas Sahid.
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga sering membuat perumpamaan yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dikatakannya bahwa setelah petani selesai membajak sawah, tetap saja selalu ada bagian tanah di sudut sawah yang belum terbajak, yang diartikan bahwa selalu ada kekurangan meskipun cita-cita telah tercapai.
Sunan Kalijaga mengajarkan bahwa Pacul terdiri dari tiga bagian. Pertama Pacul, Ngipatake Kang Muncul: dalam mengejar cita-cita ada banyak godaan yang harus dikesampingkan. Kedua Bawak, Obahing Awak: cita-cita dicapai dengan berupaya dan melakukan kerja keras secara fisik. Ketiga Doran, Dedongo ing Pangeran, dalam mengejar cita-cita jangan lupa untuk selalu memanjatkan do’a kepada Pangeran, Tuhan yang menguasai alam fana dan baka, yaitu Allah.
Mungkin dalam pengembaraannya ia menciptakan Ilir-ilir dan Dandhang Gulo, serta Serat Dewa Ruci dan Suluk Linglung. Gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu di Keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah peninggalannya.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1430-an, dan hidup dari jaman Majapahit sampai awal berdirinya Kerajaan Mataram, sehingga usianya diperkirakan mencapai 150 tahun. Makam Sunan Kalijaga berada di Kadilangu, Demak. Haul akbar Sunan Kalijaga dilakukan setiap tahun oleh penduduk Surowiti, yaitu pada bulan Dzulhijjah, di Hari Kamis minggu terakhir.
Petilasan Sunan Kalijaga Gresik
Alamat : Puncak Bukit Surowiti, Desa Surowiti, Kecamatan Panceng, Gresik Kabupaten. Lokasi GPS : -6.93148, 112.45199, Waze. Jam buka : sepanjang hari dan malam (hubungi kuncen). Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Gresik, Peta Wisata Gresik, Tempat Wisata di Gresik.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.