Boyolali, Majapahit, Makam, Pengging, Syekh Siti Jenar

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo Pengging saya kunjungi berkat jasa Pak Jum yang berhasil menemukan lokasinya di Desa Jembung, Banyudono. Meskipun sudah berumur dan hampir tak pernah menemani berjalan kaki dari lokasi parkir ke tempat yang saya tuju, namun Pak Jum banyak menemukan tempat yang ada di daftar perburuan saya.

Bahkan ada beberapa tempat yang saya datangi karena saran yang ia berikan. Walau ada juga sejumlah tempat yang tak berhasil ditemukan, barangkali memang tidak sedang berjodoh, bisa dibilang saya cukup puas dengan pelayanannya. Caranya menyetir mobil juga tidak sembrono, tak pernah menerima telepon selagi setir, membuat saya bisa duduk di kursi penumpang dengan tenang.

Cungkup Makam Ki Ageng

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo di Pengging berada di sebuah kompleks pemakaman yang cukup luas, dengan bangunan masjid tak begitu besar berdiri di sebelah kanan gerbang masuknya. Pada bagian atas gerbang gapura paduraksa itu tertulis "Makam Ki Ageng Kebo Kenongo" dalam huruf Latin.

Setelah berjalan kaki beberapa saat di atas lintasan bersemen diantara deretan kubur yang cukup padat, sampailah saya di sebuah bangunan berpintu dimana di depannya terdapat tembok tegak tak begitu tinggi yang berisi tulisan silsilah beliau. Silsilah itu sama dengan silsilah yang saya lihat di Makam Ki Ageng Pengging Sepuh.

Silsilah itu memperlihatkan garis keturunan dari Brawijaya V hingga Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Jaka Tingkir atau Mas Karebet adalah putera Ki Ageng Kebo Kenongo. Sebuah catatan menyebut bahwa Ki Ageng lahir pada 1473 M, sedangkan Kebo Kanigoro, kakaknya, lahir pada 1472 M, enam tahun sebelum Majapahit surut oleh Demak Bintara pada 1478 M.

Sebuah bangunan berpintu warna hijau dan krem menjadi pintu masuk ke-2 untuk sampai ke lokasi kijing Makam Ki Ageng Kebo Kenongo. Pintu itu meski tertutup rapat namun ternyata tak dikunci sehingga saya bisa membukanya dan melangkah masuk ke bagian dalam bangunan. Suasana sangat sepi ketika itu, sehingga saya tak berharap bertemu orang.

Namun ternyata di balik pintu itu saya menjumpai tiga orang wanita yang tengah duduk-duduk santai berbincang di lorong yang berujung pada cungkup dimana jirat kubur berada. Saat itu tak ada pengunjung lain yang tengah berziarah ke makam ini. Mungkin pada malam hari nanti, atau hanya pada malam tertentu saja.

Dibalik pintu ke-2 itu terdapat lorong dengan beberapa deret makam di sisi kiri kanannya. Salah satu dari ketiga wanita yang berusia masih muda terlihat duduk di dekat pintu cungkup Makam Ki Ageng Kebo Kenongo. Mereka rupanya adalah penduduk setempat, dan seorang diantaranya adalah isteri kuncen.

Mengetahui bahwa saya ingin masuk ke dalam cungkup makam, salah seorang wanita lalu pergi untuk mengambil kunci gembok pintu yang ditinggalkan kuncen di rumahnya. Kuncennya sendiri menurut isterinya sedang pergi ke kota. Sempat berbincang sejenak dengan mereka, namun tak ada informasi yang saya dapatkan perihal makam ini.

Pada dinding di kiri pintu cungkup menempel silsilah Ki Ageng Kebo Kenongo dengan uraian lebih rinci. Sedang di kanan pintu terdapat tulisan Jawa, di baris terbawah terdapat angka "4-8-1989". Mungkin tahun pembuatan bangunan ini. Tak berapa lama si ibu datang membawa kunci, dan wanita muda itu yang diserahinya untuk membuka gembok makam.

Setelah menyembah beberapa kali di depan pintu layaknya tengah menghadap seorang pembesar kerajaan, wanita itu pun membuka gembok dan mempersilahkan saya masuk ke dalam cungkup makam. Sikap menghormat wanita itu tidaklah berlebihan. Kebo Kenongo adalah cucu Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Beliau lahir dari puteri sulung Brawijaya V, Ratu Pembayun.

Masuk ke dalam cungkup, terlihat kijing Makam Ki Ageng Kebo Kenongo diselimuti dengan kain merah dan putih, yang praktis menutupi sebagian besar jirat kubur. Dan entah mengapa saat itu saya tak tertarik untuk menyingkap kain penutup kubur itu untuk melihat makam seutuhnya. Satu hal yang biasanya hampir selalu saya coba lakukan.

Kisah Ki Ageng Kebo Kenongo

Setidaknya ada dua kisah menarik tentang Kebo Kenongo (Kenanga) atau Ki Ageng Pengging. Yang pertama adalah dialog sufistiknya dengan Syekh Siti Jenar yang kemudian menjadi guru spiritualnya. Yang kedua adalah dialognya dengan Sunan Kudus yang menjadi utusan Sultan Demak. Bagaimana dialog itu bisa tercatat, dan apakah dialog itu memang benar adanya tidaklah mengurangi bobot isi dialognya.

Kisah melegenda tentang Ki Ageng Kebo Kenongo itu barangkali bermula dari kecurigaan Sultan Demak Bintoro, serta para wali pendukungnya, terhadap pengaruh Ki Ageng Kebo Kenongo di Pengging, yang secara garis keturunan lebih berhak sebagai penerus tahta Kerajaan Majapahit. Itu lantaran Raden Patah, pendiri Demak, lahir dari seorang Tionghoa yang menjadi isteri selir Brawijaya V.

Ajaran dan tokoh Syekh Siti Jenar yang menjadi teman dan guru Kebo Kenongo juga menjadi sumber kegalauan Sultan Demak dan para wali, yang bukan saja ajaran itu dianggap menyimpang dari ajaran baku dan karenanya dituduh menyesatkan, namun ajaran itu juga dianggap menanam bibit pembangkangan pada legitimasi kekuasaan Kesultanan Demak Bintoro yang tengah dibangun oleh sultan dan para wali.

Keputusan Ki Ageng Kebo Kenongo memilih mati dengan memutus tali sukmanya sendiri (versi lain meminta Sunan Kudus menusuk titik kelemahannya di siku), menjadi simbol kerelaannya untuk mengalah pada urusan dunia dan tetap memegang teguh prinsip kesederajatan manusia dengan menolak tunduk kepada sultan, sesuai ajaran Syekh Siti Jenar.

Adalah di Makam R.Ng. Yosodipuro saya melihat adanya situs Pamejangan, yaitu sebuah batu yang konon menjadi tempat dimana Syekh Siti Jenar berbincang dengan dan memberi wejangan kepada Ki Kebo Kenongo.

Menurut silsilah, R.Ng. Yosodipuro adalah keturunan Ki Ageng Kebo Kenongo, yaitu dari Sultan Hadiwijaya → P.A. Arya Prabuwijoyo (Pangeran Bawono) → Pangeran Emas (Panembahan Radin) → Pangeran Haryo Wiromenggolo → Pangeran Adipati Wiromenggolo → Pangeran Haryo Danupoyo → R.T. Padmonegoro (ayah R.Ng. Yosodipuro). Sedangkan pujangga kenamaan R.Ng. Ronggowarsito adalah cicit dari R.Ng. Yosodipuro.

makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging makam ki ageng kebo kenongo pengging

Meninggalnya Ki Ageng Kebo Kenongo, yang kemudian disusul dengan meninggalnya sang isteri tak lama kemudian, membuat Mas Karebet menjadi seorang anak yatim piatu. Oleh karena itu Karebet kemudian diasuh oleh Nyai Ageng Tingkir dan tinggal di Tingkir, sehingga ia dikenal pula dengan nama sebutan Jaka Tingkir, sebelum akhirnya menjadi Sultan Pajang.

Tentang Makam Ki Ageng Kebo Kenongo Pengging

Lokasi : Kawasan Pengging, Desa Jembung, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. GPS : -7.55489, 110.68430, Waze. Ayah: Ki Ageng Pengging Sepuh (Pangeran Handayaningrat). Ibu: Ratu Pembayun (puteri sulung Brawijaya V). Anak: Mas Karebet (Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijaya). Jam buka : sepanjang hari dan malam. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan.

Panduan di Boyolali

Tempat Wisata di Boyolali, Peta Wisata Boyolali, Hotel di Boyolali.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! April 14, 2021.