Seorang pengurus kelenteng tengah bersembahyang di depan Hiolo Thian menghadap ke bagian depan kelenteng. Orang yang bersembahyang kepada Thian selalu dilakukan dengan memunggungi kelenteng. Orang ini terkesan menghindar sehingga saya tak sempat berbincang dengannya.
Sejumlah makanan persembahan dengan bentuk yang berbeda-beda tampak dijejer di meja sembahyang untuk Hok Tek Ceng Sin. Cahaya lampu minyak dan lilin yang temaram tak mampu memberi penerangan yang memadai bagi ruangan kelenteng yang cukup besar ini.
Sepasang naga berwarna keemasan yang sedang berebut mustika menghias bagian depan meja persembahan bagi Hok Tek Ceng Sin, dengan empat huruf Tionghoa di atasnya. Menurut kepercayaan, sebelum berdoa di altar Dewa Bumi sebaiknya orang berbuat kebaikan terhadap sesama terlebih dahulu.
Altar pemujaan bagi Houw Ciang Kun atau Jendral Harimau, yang memiliki gelar Xia Tan Jiang Jun (Jendral Panggung Bagian Bawah). Ia adalah pengawal Hok Tek Ceng Sin yang membantunya mengusir roh-roh jahat serta menghindarkan rakyat dari roh malapetaka. Houw Ciang Kun juga sering dipandang sebagai dewa pelindung bagi anak-anak.
Lampu minyak dengan tempelan nama orang yang menyumbangkannya serta alamat lengkapnya. Sepanjang lilin menyala maka berkah dari Dewa Bumi akan terus mengalir kepada pemiliknya. Semakin kaya dan dermawan seseorang, semakin besar pula lampu minyak atau lilin yang disumbangkannya ke kelenteng.
Pandangan lebih dekat pada hiolo Thian dengan patung harimau dan naga di belakangnya. Hiolo seperti ini umumnya berkaki tiga dan diletakkan di teras depan kelenteng atau di cungkup terpisah di depan bangunan utama.
Asap hiolo membubung di kelenteng menjadi pemandangan yang nyaris tidak pernah berhenti. Kepulan dan arah asap yang lurus menuju ke langit konon bisa menjadi petunjuk bahwa doa pemasangnya bakal sampai ke dewa yang dituju.
Sponsored Link