Pandangan tegak pada lubang Gua Jepang Kawangkoan dengan pagar bambu yang mudah dibuka, hanya saja tak bisa masuk ke dalam lantaran terlalu gelap dan tak ada senter yang bisa dipakai. Senter hape atau senter powerbank sepertinya waktu itu belum lagi populer, sehingga tak ada pilihan selain hanya mengambil foto dari luar. Jika saja membawa tripod, bisa menggunakan teknik bulb untuk memotret.
Tengara 'Goa Jepang Kawangkoan' yang dibuat oleh instansi setempat namun sudah berkarat dimakan waktu, dan entah sudah berapa lama tengara ini dibuat dan terabaikan. Namun masih bagus ada ketimbang tak ada sama sekali. Pemakaian kata 'goa' tidaklah salah, namun kata bakunya adalah gua sehingga kata baku itu yang saya pakai dalam tulisan ini. Moga-moga sekarang sudah bagus.
Jalanan mulus di depan Gua Jepang Kawangkoan dengan deretan spanduk dan baliho kampanye pilkada yang gegap gempita ketika itu, kontras dengan keterbengkalaian gua ini. Semoga pasangan yang menang akan memperhatikan kondisi tempat-tempat wisata yang terbengkalai, serta memugarnya kembali sehingga lebih layak jual.
Mulut Gua Jepang Kawangkoan yang berada tak jauh dari kelokan jalan. Gua Jepang Kawangkoan tentu tidak dibuat sendiri oleh orang atau tentara Jepang, namun adalah hasil pengorbanan dan penderitaan para pekerja pribumi yang membuatnya. Merawat gua seperti ini sebagian adalah untuk merawat ingatan kita terhadap kekejaman perang dan penjajahan, serta menghormati penderitaan para pembuatnya.
Kondisi yang nyaris kumuh di sekitar mulut Gua Jepang Kawangkoan. Gua Jepang Kawangkoan ini dibangun sekitar tahun 1943, sebagai tempat perlindungan tentara Jepang terhadap serangan pasukan Sekutu, serta tempat penyimpanan logistik dan amunisi mereka. Semoga saja kondisi gua saat ini sudah jauh lebih baik.
Sponsored Link