Kelenteng, Tradisi

Makna Sembahyang Khing Tie Kong

Sembahyang Besar kepada Tuhan YME atau Sembahyang Khing Tie Kong dilaksanakan pada malam hari menyongsong Cia-Gwee Ce-Kauw pada pukul 23.00-01.00 (saat Cu Si). [Awal tulisan: Tradisi, Arti dan Makna Sembahyang Besar di Kelenteng]

Sembahyang ini dapat dilakukan di rumah dengan menghadap pintu keluar atau jendela atau di tanah lapang dengan persiapan cermat.

Jika dilaksanakan di rumah maka pemimpin upacaranya adalah kepala keluarga, dimulai dari yang paling tua dengan cara san-kui jiu-kou. Peralatan dan meja untuk Sembahyang Khing Tie Kong harus disediakan khusus, tidak boleh digunakan untuk upacara sembahyang lainnya, dan hanya digunakan sekali setahun. Peralatan sembahyang hendaknya disimpan sccara khusus.

Peserta upacara Sembahyang Khing Tie Kong hendaknya membersihkan diri secara lahiriah, batiniah dan rohaniah.

Prosesi Sembahyang Besar Khing Tie Kong di Kelenteng Hok lek Bio Purwokerto dimulai dari sore hari, Cia-Gwee Ce-Peh, dengan menyiapkan sesaji perlengkapan dan peralatannya. Sembahyang Bersama dilaksanakan pada pukul 00.00 (12 malam) menyongsong Cia-Gwee Ce-Kauw.

Peralatan, perlengkapan sembahyang dan sesaji yang menjadi tradisi di Kelenteng Hok Tek Bia Purwokerto antara lain:
1. Hio Lo
2. Satu mangkuk berisi bunga mawar merah, mawar putih dan kenanga (kembang setaman) dan air putih.
3. Tiga macam manisan.
4. Ronce Dai Po Ding.
5. Apem, Kue Ku, Lapis, Wajik, Miku atau Sang Ko.
6. Ngo Koo atau lima jenis buah (pisang raja, apel, jeruk lie, anggur atau mangga) tidak boleh berduri, srikaya serta delima lengkap dengan gagang dan daunnya.
7. Sepasang tebu utuh dengan daun dan akarya, dipasang tegak di kanan kiri meja sembahyang.
8. Sepasang lilin.
9. Vas berisi Bunga Soka, Patra Menggala.
10. Vas Berisi Daun Sien Dao, Yang Liu dan Cemara.

Ada sebuah tradisi di Klenteng Hok Tek Bio Purwokerto pada Sembahyang Besar ini yaitu pada Cia-Gwee Ce-Cap, dimana sepasang Tebu yang digunakan pada sembahyang diambil dan diletakan di atas pintu gerbang selama 100 hari.

Pada hari ke-100, tebu tersebut diturunkan dan dibakar. Abu pembakaran tebunya digunakan sebagai sawab 4 penjuru di Purwokerto.

Makna simbolis yang terdapai dari beberapa sesajian buah dan makanan yang disajikan pada sembahyang besar ini adalah:

1. Pisang.
Dalam peisembahyangan, yang lazim digunakan adalah jenis pisang raja sebagai lambang kerelaan atau keikhlasan hati serta perasaan dalam berdana dan beramal kebajikan. Manusia dalam hidup ini pantang mati sebelum berbuat kebajikan dan telah mempunyai keturunan sebelum kembali keharibaan Tuhan YME.

Karena setiap bagian tanaman pisang semuanya mempunyai kegunaan, hal ini mengandung arti bahwa manusia harus berguna bagi sesama hidup, dapat mendidik, membina keturunan agar dapat menjadi generasi penerus yang dapat berbuat cinta kasih dan penuh kebajikan, serta ikhlas berkorban dcmi cinta kasih kepada sesamanya.

Selain itu pisang mempunyai makna harapan agar keturunan dapat memperolch kedudukan tinggi serta kesejahteraan. Ppisang biasanya diletakkan di sebelah kiri altar.

2. Jeruk
Yang biasanya digunakan untuk sesajian sembahyangan adalah jeruk Bali atau jeruk Garut atau jeruk Siam. Makna simbolisnya adalah manusia yang berbuat baik tentu beroleh berkah dan rahmat, selain mempunyai arti kebahagiaan. Jeruk biasanya diletakkan disebelah kanan altar.

3. Delima
Delima mengandung falsafah bahwa seorang yang berbuat baik, berpericinta kasih dan berkebajikan besar pasti nampak jelas dari sikap dan perbuatannya, oleh karena itu kita wajib mengamalkan kebajikan agar cahaya cemerlang memancar menyelubungi diri kita dan memantul menerangi pula orang-orang di sekitar kita.

4. Srikaya
Sri adalah gelar kehormatan bagi raja atau orang besar dan kaya yang mempunyai banyak harta, sehingga makna buah srikaya adalah kemuliaan dan kekayaan.
Delima dan srikaya, dua jenis buah ini untuk sesajian persembahyangan merupakan pelengkap yang baik dan tidak boleh dipisah.

5. Tebu
Tebu tumbuh berumpun, tak pernah hanya sebatang. Maknanya adalah agar kita hidup tidak menyendiri. Dalam kehidupan berumah tangga hendaknya harmonis, masing-masing mengenal batas dan pandai mengendalikan diri dan ada asas kebersamaan.

Air tebu terasa manis, lambang kebajikan dan cinta kasih. Batang tebu beruas-ruas, tumbuh lurus dan tidak bercabang, sebagaimana manusia yang tumbuh kembangnya sejak bayi hingga usia tua harus dibarengi dengan tumbuhnya cinta kasih dan kebajikan (Thai Hak 111:3).

Sepasang tebu dengan daun dan akarya diikat di sebelah kanan dan kiri meja altar, sebagai tanda rasa syukur ke hadirat Tuhan YME, oleh karena dalam masa peperangan sebagian pejuang bangsa Han telah dapat diselamatkan di hutan tebu dari kejaran bala tentara kerajaan Ching yang menduduki Tiongkok pada masa itu.

6. Kue Ku
Bentuknya mirip batok kura-kura, lambang usia panjang, oleh umurnya dapat mencapai kurang lebih 2000 tahun. Sesajian Kue Ku dalam persembahyangan merupakan harapan agar memiliki daya tahan hidup lama di dunia, supaya dapat menyelesaikan kewajiban dengan lebih sempurna dan hati-hati.

7. Kue Mangkuk
Kue Mangkuk permukaannya mcrekah seperti buah delima dan biasanya berwarna merah. Makna dari Kue Mangkuk adalah agar hidup bisa berkembang dan bahagia.

Makna Sembahyang Khing Tie Kong

Sembahyang Khing Tie Kong merupakan momentum menyatakan ketulusan hati dan pernyataan Iman ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa / Thian Kong tentang hal yang akan kita laksanakan di tahun yang akan datang, sehingga upacara suci Khing Tie Kong wajib disiapkan dengan bersuci diri dan berpantang (Ciak Cai), membersihkan diri secara lahiriah, batiniah dan rohaniah.

Oleh karena itu di dalam sujud Sembahyang Khing Tie Kong ini direnungi (Kitab Tiong Yong XXIV : 1-3) : ‘Iman itu haras disempurnakan sendiri dan jalan suci itu haras dijalani sendiri pula. Iman itulah pangkal dan ujung segenap wujud. Tanpa Iman suatu pun tiada, maka seorang susilawan memuliakan iman. Iman itu bukan dimaksudkan selesai dengan menyempumakan diri sendiri, melainkan menyempurnakan segenap wujud juga, cinta kasih itulah yang menyempurnakan segenap wujud. Inilah Kebajikan Watak Sejati, dan inilah ke-Esa-an luar dalam dari Jalan Suci, maka setiap saat jangan dilalaikan”.

“Iman itulah Jalan Sue: Thian; berusaha berolah Iman, itulah Jalan Suci Manusia” (Kitab Tiong Yong XIX: 18).

“Belaksa benda tersedia lengkap di dalam diri. Kalau memeriksa diri temyata penuh Iman sesungguhnya tiada kebahagiaan yang lebih besar dari ini. Sekuat diri laksanakanlah tepo seliro, untuk mencari Cinta Kasih tiada yang lebih dekat dari ini” (Bincu VIIA : 4).

Semoga olah Iman yang teguh, oleh kesungguhan hati, umat beroleh kekuatan, kemampuan dan dorongan dalam melaksanakan segala harapan dan cita yang telah dipersyaratkan pada Upacara Sembahyang Besar ini. [bersambung ke Cap Go Meh]


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! April 04, 2022.