Dongeng, Kisah 1001 Malam

Kisah Nelayan dan Ikan Ajaib

[Kelanjutan dari Kisah Pangeran dan Gergasi] Si nelayan berkata kepada Jin Ifrit: "Jika saja kamu membebaskan aku, mestinya sekarang aku akan membebaskanmu, tetapi karena kamu menginginkan kematianku, maka aku akan melemparkanmu ke laut dan membiarkanmu mati terpenjara di dalam botol ini."

Mendengar perkataan itu Ifrit berteriak: "Demi cinta Allah, jangan lakukan itu! Lepaskan aku, dengan kemurahan hatimu, jangan menyalahkan secara berlebihan untuk apa yang telah kulakukan. Jika aku jahat, jadilah kamu orang yang baik.

Bukankah pepatah mengatakan: 'Dia yang membalas kejahatan dengan kebaikan maka kejahatannya dimaafkan'? Jangan lakukan padaku seperti yang dilakukan Uman ke Atikah."

"Tentang apa cerita mereka itu?" tanya nelayan itu.

“Botol ini bukan tempat yang baik untuk aku bercerita," jawab Ifrit. "setelah bebas, aku akan memberi tahu apa yang terjadi di antara mereka."

"Tidak, tidak," kata nelayan itu, "Aku harus membuangmu ke dalam laut, agar kamu tidak bisa keluar lagi. Melihat caramu memperlakukan aku, aku tahu kamu berasal dari ras jahat."

Tapi Ifrit menangis: "Lepaskan aku, dan aku tidak hanya akan menceritakan kisah itu, tapi aku berjanji untuk tidak akan pernah menyakitimu dan, terlebih lagi, aku akan membawamu ke jalan kekayaan yang sangat besar."

Nelayan itu akhirnya mempercayai Ifrit dan yakin dengan maksud baiknya. Setelah Ifrit bersumpah dengan menyebut nama Allah, tutup botol itu pun ia buka.

Maka keluarlah asap tebal dari dalam botol yang menjelma kembali menjadi Ifrit, dan dengan satu tendangan kuat ia mengirim botol itu terbang jauh dan lenyap tenggelam ke dasar laut.

Melihat kejadian itu, si nelayan menggigil dalam ketakutan yang amat sangat, dan ia bergumam: "Ini pertanda tidak baik". Sambil berusaha menenangkan pikirannya yang rusuh, ia berkata kepada Ifrit: "Allah Yang Mahatinggi telah berkata, O Ifrit: 'Berpeganglah pada sumpahmu atau aku akan memanggilmu untuk bertanggung jawab!'

Kamu telah berjanji untuk tidak menyakiti aku. Percayalah bahwa jika kamu menyakiti aku maka Allah akan menghukum kamu; karena Dia tidak akan pernah lupa. Ingatlah apa yang aku katakan kepada kamu, seperti yang dikatakan Rayyan si tabib kepada Raja Yunan: Bebaskan aku, dan Allah akan mengampunimu!'"

Mendengar kata-kata itu, Ifrit tertawa terbahak-bahak dan lalu berjalan sambil meminta agar si nelayan mengikutinya.

Masih dalam ketidakpastian, nelayan itu berjalan di belakang Ifrit hingga mereka meninggalkan kota, mendaki gunung, dan turun di seberangnya ke sebuah lembah besar yang sepi, dimana di tengahnya ada sebuah danau.

Di tempat itu Ifrit berhenti dan meminta si nelayan untuk menebar jala. Ketika melihat ke dalam air, si nelayan melihat ada ikan putih, merah, biru, dan kuning yang berenang di dalamnya.

Sejenak kagum dengan pemandangan itu, si nelayan kemudian melemparkan jaringnya dan berhasil menangkap empat ikan, masing-masing dengan warna berbeda. Saat ia sedang bergembira dengan apa yang diperolehnya, Ifrit berkata:

"Bawa ikan itu ke istana raja dan dia akan membuatmu menjadi orang kaya. Pergilah sendiri karena aku khawatir telah melupakan sopan santunku karena berada di bawah laut selama seribu delapan ratus tahun.

Memancinglah di sini setiap hari, tetapi hanya sekali sehari. Semoga Allah memberkahimu, selamat tinggal!"

Ifrit lalu menghentakkan kakinya ke bumi yang membuat tanah merekah, menelannya hingga lenyap dan kemudian tanah menutup kembali seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Masih terkesima dengan apa yang terjadi, nelayan itu pulang ke rumahnya, lalu mengisi kuali dengan air dan memasukkan keempat ikan itu ke dalamnya.

Kemudian ia meletakkan kuali itu di atas kepalanya dan berjalan menuju ke istana, seperti yang diminta oleh Ifrit.

Ketika si nelayan menghadap Raja dan menawarinya ikan itu, Raja sangat kagum karena belum pernah melihat ikan seperti itu, baik dalam ukuran atau warna, dan segera memerintahkan wazir untuk memberikannya ke juru masak istana yang baru.

Juru masak itu diberikan tiga hari sebelumnya kepada raja sebagai hadiah dari Raja Rum, dan ia belum punya kesempatan untuk membuktikan keahliannya dalam memasak.

Setelah itu Raja memerintahkan wazir untuk memberikan hadiah uang empat ratus dinar kepada nelayan itu. Si nelayan pulang ke rumah dengan perasaan yang amat gembira, karena dengan uang itu istrinya bisa membeli semua kebutuhan untuk mereka berdua dan anak-anaknya.

Sementara itu setelah ikan dibersihkan, si juru masak memasukkannya ke dalam panci penggorengan dan ketika telah matang di satu sisi maka ia membalikkan ikan itu. Tapi tiba-tiba dinding dapur terbuka dan masuklah seorang gadis muda ramping dengan pipi mulus dan tubuh yang elok dipandang.

Kelopak matanya digelapkan dengan celak dan di kepalanya ada saputangan sutra biru untuk mengikat rambutnya yang indah. Sebuah gelang emas melingkar di pergelangan tangannya, dan di jari-jarinya tersemat cincin dengan hiasan batu berwarna berkilauan.

Gadis itu berjalan mendekati tungku dan sambil menyodorkan tongkat bambu yang dibawanya ke dalam panci, ia berkata:

"Ikan, ikan, apakah kamu beriman?"

Melihat peristiwa yang menakjubkan itu si juruk masak pingsan tak sadarkan diri, dan gadis muda itu mengulangi pertanyaannya untuk kedua dan ketiga kalinya. Kemudian semua ikan itu mengangkat kepala mereka dari dalam panci dan berteriak:

"Ya, ya, kami beriman!"

Kemudian dalam paduan suara mereka melantunkan bait-bait syair ini:

Kembalilah dan begitu juga kami,
Tetaplah beriman dan begitu pula kami,
Tetapi jika kamu berkhianat.
Maka kamu akan menyesal.


Mendengar syair itu, gadis muda itu membalikkan panci lalu pergi sebagaimana ia datang dan dinding dapur pun menyatu lagi.

Ketika si juru masak siuman dari pingsannya, ia melihat keempat ikan itu jatuh ke dalam api dan telah berubah menjadi abu hitam, lalu ia pun berteriak:

"Oh, bahkan pada serangan pertama semangatnya telah surut!"

Ia terus meratap sampai wazir datang dan menyuruhnya untuk membawa ikan ke Sultan. Mendengar itu, si juru masak kembali menangis, dan memberi tahu wazir tentang semua yang telah terjadi.

Wazir, benar-benar heran pada keanehan itu. Ia pun memanggil si nelayan dan memerintahkannya untuk membawa empat ikan lain dari jenis yang sama.

Nelayan itu pun pergi ke danau yang ada di lembah, menebarkan jala dan mendapatkan empat ikan lagi, membawanya ke wazir yang kemudian menyerahkannya ke juru masak dan berkata:

"Kerjakan sekarang dan goreng ini selagi aku di sini, agar aku dapat melihat sendiri apa yang terjadi seperti dalam ceritamu itu."

Si juru masak segera membersihkan ikan dan lalu menaruhnya di wajan di atas api, tapi belum lagi ia selesai dengan pekerjaannya tiba-tiba dinding dapur terbuka dan gadis muda itu muncul untuk kedua kalinya, berpakaian seperti sebelumnya dan masih memegang tongkat sihir di tangannya.

Si gadis aneh itu lalu menusukkan tongkatnya ke dalam panci dan berkata:

"Ikan, ikan, apakah kamu beriman?"

Seperti sebelumnya, ikan-ikan itu menjawab,

"Ya, ya, kami beriman!"

Kemudian secara bersama-sama ikan-ikan itu melantunkan bait-bait syair ini lagi:

Kembalilah dan begitu juga kami,
Tetaplah beriman dan begitu pula kami,
Tetapi jika kamu berkhianat.
Maka kamu akan menyesal.


(bersambung, dari Kisah 1001 Malam).


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! November 22, 2021.