Dongeng, Hiburan

Dongeng Anak : Kesalahan si Meong

Dongeng Anak berjudul Kesalahan si Meong ini adalah merupakan terjemahan bebas dari cerita pendek yang ada di dalam buku The Sandman's Hour, Stories for Bedtime. Buku itu dikarang oleh Abbie Phillips Walker, dan ilustrasinya dibuat oleh Rhoda. C. Chase.



eBook-nya bisa diunduh secara gratis di laman Gutenberg Project, yang merupakan perpustakaan digital tertua di dunia dan bersifat non-komersial. eBook yang diterbitkan di laman itu pada umumnya sudah lewat masa copy rights-nya, disumbangkan, atau mereka beli agar bisa didistribusikan secara bebas.

Kesalahan si Meong

Seorang pria sangat baik yang tinggal di sebuah rumah besar di tengah-tengah taman indah memiliki seekor kucing tampan yang sangat disukainya.

Meskipun ia merasa yakin bahwa kucing itu menyukainya, tetapi ia tahu betul si Meong akan menyakiti burung-burung yang ada di taman, sehingga pria itu memasang pita cantik di leher Meong, dan di pita itu menggantung bel perak kecil yang berdenting setiap kali Meong bergerak yang akan memperingatkan burung-burung agar waspada jika Meong mendekati mereka.

Dongeng Anak Kesalahan si Meong

Meong sangat tidak suka dengan pita dengan bel itu, tetapi ia berpura-pura tidak peduli.

Suatu hari seekor burung Anis Sisik (burung Thrush) terdengar sedang bernyanyi dengan sangat merdu di atas dahan pohon yang menggantung di telaga kecil dekat rumah.

Meong pun berjalan ke bawah pohon, dan sambil menatap burung itu, ia berkata: "Hai burung yang baik, kau memiliki suara yang indah sekali, dan kau adalah burung yang sangat tampan. Aku berharap bisa lebih dekat denganmu, karena aku tidak semuda aku yang dulu, dan telingaku sudah tidak bisa mendengar dengan baik."

Burung itu tertawa mendengar apa kata Meong, dan menjawab: "Meong yang baik, kuyakin kau ingin aku lebih dekat denganmu, tetapi tidak untuk melihat atau mendengar aku bernyanyi dengan lebih baik, tetapi agar kau bisa menangkapku."

Meong berpura-pura tidak mendengar perkataan terakhir si burung, dan berkata: "Hai burung yang indah, maukah kau turun di tempat dimana bisa kudengar suara nyanyianmu dengan lebih baik? Aku tidak bisa secepat dulu ketika aku masih muda, atau aku akan datang ke tempatmu."

"Aku tidak bisa bernyanyi dengan baik di tanah," jawab si burung. "Kau bisa naik ke sini, meskipun kau tidak sesigap seperti sebelumnya. Tapi katakan padaku, apakah kau tidak merasa bahwa bel yang kau pakai itu sangat mengganggu sarafmu?"

"Oh tidak," jawab Meong licik. "Pita dengan bel itu sangat cantik sehingga aku senang memakainya. Tuanku mengira aku sangat tampan dan dia suka melihatku berpakaian bagus. Ia juga selalu bisa menemukanku ketika mendengar belku berbunyi. Itulah sebabnya aku memakainya."

"Aku mengerti," jawab si burung, "dan kami para burung selalu senang mendengarnya juga." Ia tertawa lagi dan menambahkan, "Kau memang makhluk yang sangat tampan, wahai Meong."

Selama percakapan berlangsung, Meong dengan sangat lambat memanjat pohon, karena ia ingin si burung mengira bahwa dia sudah tua dan lamban, tetapi burung itu memasang matanya dengan penuh kewaspadaan pada si kucing. Ketika Meong mencapai cabang dimana si burung berada, ia berhenti dan duduk di sana.

"Sekarang, teman kecilku yang cantik, nyanyikan untukku lagumu yang paling keras."

Si Meong berharap suara itu cukup keras untuk menenggelamkan denting belnya. Si burung mulai bernyanyi dengan suara sangat merdu. Meong lalu melangkah lagi dengan sangat hati-hati dan diam-diam. Si burung berhenti bernyanyi dan membentangkan sayapnya.

"Oh, jangan berhenti!" kata Meong. "Lagumu sangat menenangkan sampai aku tertidur; bernyanyilah lagi." katanya sambil berjalan mendekat.

Si burung melangkah lebih dekat ke ujung dahan dan berkata: "Aku senang kau menyukai suaraku. Aku akan bernyanyi lagi jika kau sangat menyukainya."

Burung itu mulai bernyanyi lagi, tapi ia tetap memperhatikan langkah si Meong, dan ketika Meong sudah semakin dekat, si burung berpindah mendekati ujung dahan yang mengayun.

Burung itu telah mencapai nada yang sangat tinggi ketika si Meong melompat untuk menangkapnya, tetapi gerakan si burung terlalu cepat bagi si Meong; secepat kilat ia terbang dan lolos dari jangkauan Meong, dan Meong pun jatuh ke dalam danau. Meong tidak memperhatikan bahwa burung itu bergerak ke ujung dahan, karena pikirannya hanya terpusat untuk menangkap si burung.

Si Meong yang malang itu dengan susah payah berenang ke tepi danau dengan bulu badan yang basah kuyup, dan burung-burung pun berkicau membuat suara yang keras.

"Senang kah kau mandi di danau, wahai Meong?" si burung meledeknya. "Makanya, jangan pernah lagi membuat jebakan untuk orang lain, karena sering kali kau sendiri yang akan jatuh ke dalam jebakanmu sendiri."


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Agustus 20, 2020.