Minahasa, Patung, Sulawesi Utara, Tondano

Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa Sulawesi Utara

Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa Sulawesi Utara berada di sebuah pertigaan di ujung Boulevard Tondano, Desa Roong, Kecamatan Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, sekitar 200 meter dari tempat kami menginap sehingga hanya perlu berjalan kaki beberapa saat di pagi hari, sambil menikmati udara Tondano yang sejuk segar di sepanjang pinggiran sawah hijau kuning yang sangat luas.

Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa berukuran utuh dengan pakaian lengkap, bersepatu boot dan topi ksatrianya, dibangun di atas sebuah taman di pertigaan jalan di ujung Boulevard Tondano. Sebuah meriam kuno dan tugu bertulis dengan patung burung hantu (burung Manguni) dan dua kepala sapi dipuncaknya melengkapi keberadaan Patung Sarapung Korengkeng ini.

Patung Sarapung Korengkeng Tondano dibangun untuk mengenang perjuangan heroik Serapung dan Korengkeng sebagai pemimpin rakyat Minahasa dalam perang Tondano yang terjadi di tahun 1808-1809. Serapung adalah Kapala Walak (pemimpin masyarakat secabang keturunan) Tondano Touliang sedangkan Korengkeng adalah Kapala Walak Tondano Toulimambot dalam pertempuran untuk mempertahankan Tondano dari serbuan tentara kolonial Belanda.

patung sarapung korengkeng tondano minahasa sulawesi utara

Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa menjadi simbol kisah kepahlawan masyarakat Tondano. Di bawah burung Manguni terdapat tulisan "I Yayat U Santi" yang berarti "Angkatlah dan Acung-Acungkanlah Pedang Itu", diteriakkan dalam menghadapi ancaman untuk membangkitkan gairah dan semangat serta untuk mengusir cemas dan takut saat menghadapi bahaya.

Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa dan Tugu Perang Tondano ini dibuat atas prakarsa Mayor Jenderak HV Worang, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara, dengan penyumbang pelaksana FB Maringka dari CV Pelita Jaya.

Peresmikan dilakukan pada 24 September 1973 oleh Mendagri saat itu Letnan Jenderal Amir Machmud. Di jaman orde baru militer aktif banyak yang memegang jabatan sipil, satu hal yang dihapus setelah rezim orde baru tumbang.

patung sarapung korengkeng tondano minahasa sulawesi utara

Tulisan pada tugu ini merupakan cerita perjuangan kepahlawanan yang sangat layak menjadi kebanggaan dan sumber inspirasi, bukan saja bagi masyarakat Minahasa, namun juga bagi kita semua yang mencintai negeri ini, yang berbunyi:

"Akhir Oktober 1808 Sarapung Kapala Walak Tondano Touliang dan Korengkeng Kapala Walak Tondano Toulimambot dan dibantu para walak lain di Minahasa mengangkat senjata hendak mengusir pemerintah Belanda yang bertindak sewenang-wenang.

Setelah berperang sampai Februari 1809, maka 13 Walak dikalahkan Belanda. 100 orang tewas di pihak Tondano dan 50 rumah keluarga besar terbakar. Namun Belanda sulit kalahkan rakyat di belakang moraya (benteng) dari bambu.

Pada tanggal 4 Agustus 1809 baru Belanda dapat memasuki induk negeri Tondano yang terpaksa ditinggalkan rakyat karena kekurangan makanan. Tahun 1812 Tondano dibangun kembali di sebelah utara negeri lama (Minawanua)."

patung sarapung korengkeng tondano minahasa sulawesi utara

Tulisan yang memanjang di bawah Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa Sulawesi Utara itu berbunyi: "Sarapung: Kumurakan eng kapaselo-selok e walanda witu m pinasaan waki-pe se minangaopo wo mei tunakan kouman eng kapaselo-selok en saraan em puntarenee en supera nei wia sekesaru makaree tarekan".

Sedangkan tulisan di bawahnya berbunyi: "Korengkeng: Karengan tu'u tuana e kalo! Esa genang esa siwon". Sayang sekali saya tidak menemukan arti kata-kata di atas.

Siapa menyangka bahwa Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa yang berada di taman kecil di pinggiran sawah yang sangat luas di ujung Boulevard Tondano, sekitar 28 km dari Manado, ternyata menyimpan kisah perjuangan kepahlawanan masyarakat Tondano yang gagah berani.

Perang Tondano ternyata dahsyat dan menggetarkan hati. Simaklah penggalan laporan Kapten Weintre yang dikutip dari tulisan Willy H. Rawung di majalah Cakrawala pada 1 April 1998. Willy H. Rawung mengutip makalah Eddy Mambu SH berjudul “Pantang Mundur, Perang Tondano 1808-1809”, YKM Jakarta, 1986, yang bersumber pada Bundel Ternate No. 116 Arsip Nasional.

5 – 7 Agustus 1809 … Temanku Balfour, Tondano telah mengalami nasibnya yang naas pada tengah malam. Seluruh Tondano telah menjadi lautan api. Aku harapkan tidak ada sisa lagi dari Tondano ini. Mereka yang tidak sempat menyingkir itu terdiri dari orang tua yang sakit, wanita dan anak-anak.

Mereka yang selamat dari amukan api, dihabiskan nyawanya oleh anggota-anggota pasukanku ... yang penuh dengki dan haus darah, ingin membalas kematian rekan-rekannya yang tewas dalam pertempuran sebelumnya karena muntahan peluru orang-orang Tondano.

Saat menulis laporan ini, Tondano sudah menjadi tumpukan debu dan sama sekali hancur. Sehari setelah kemenangan kami, aku memerintahkan distrik-distrik (pakasaan-pakasaan) lain di Minahasa untuk membawa masing-masing 200 orang agar dapat membantu menghancurkan apa yang masih tersisa dan belum ditelan api, seperti kanon-kanon, tiang-tiang palisade yang terpancang di sekeliling kubu pertahanan mereka.

Segala sesuatu, termasuk pepohonan, waruga-waruga aku suruh hancurkan, agar kelak tidak akan kelihatan bekas bahwa di tempat ini pernah ada pemukiman orang-orang Tondano. Alasanku melibatkan pakasaan-pakasaan dalam penghancuran sisa-sisa perkampungan orang Tondano ini, adalah untuk memperingatkan mereka di Minahasa akan nasib yang akan mereka alami bila berani menentang kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Senjata-senjata yang dapat disita masih kurang banyak. Dan aku duga orang-orang Tondano telah menenggelamkannya di danau. Selanjutnya aku akan mengejar pemimpin-pemimpin mereka yang sempat mengundurkan diri ke hutan-hutan di sekitar Kapataran ….

9 Agustus 1809 … Orang-orang Tondano yang congkak dan angkuh itu akhirnya dapat kita taklukkan. Pada malam tanggal 4 menjelang 5 Agustus 1809, kira-kira tengah malam, dimulailah serangan yang telah lama disiapkan ke arah pusat pertahanan orang-orang Tondano. Penyerangan dipimpin oleh Kapten Weintre dengan pasukannya. Setelah pasukan penyerang berhasil memasuki perkampungan orang Tondano, mereka mulai membakar rumah-rumah, dan segala sesuatu yang mereka termukan. Api yang menyala itu dipantulkan air danau, dan dapat dilihat dari jauh dari atas tembok-tembok di Fort Amsterdam ……"

Tondano kini yang hijau subur, tenang dan damai, pernah mengalami episode perjuangan luar biasa dan heroik melawan penindasan kolonialisme Belanda yang akhirnya meluluhlantakkan Minawanua, pemukiman orang-orang Tondano saat itu yang dikelilingi benteng-benteng, 17 tahun sebelum meletusnya Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro.


Patung Sarapung Korengkeng Tondano Minahasa

Alamat: Desa Roong, Kecamatan Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Lokasi GPS : 1.2946994, 124.9100661, Waze. Tempat Wisata di Minahasa, Peta Wisata Minahasa, Hotel di Manado.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Agustus 26, 2020.