Batang, Jawa Tengah, Situs, Wonobodro

Pohon Jlamprang Wonobodro Batang

Sependek ingatan, keberadaan Pohon Jlamprang Wonobodro Batang saya ketahui dari obrolan dengan penjual gorengan yang ramah, mungkin juga dari Dodi, atau entahlah, namanya juga ingatan pendek. Penjual gorengan itu mangkal dengan pikulannya di pinggir halaman parkir Makam Syekh Maulana Maghribi Wonobodro.

Dari area parkir makam menuju ke Pohon Jlamprang Wonobodro Batang, kami mengikuti jalan desa yang mengarah ke Timur sekira 120 meter, dan bertemu gang kecil diantara dua rumah penduduk di sisi kanan jalan. Kami masuk ke gang kecil itu. Di seberang kiri gang, menempel pada sebuah warung milik penduduk, ada papan kayu kecil bertulis "Kayu Jlamprang". Tengara yang dibuat oleh peserta KKN UNNES 2010 itu sepertinya dipindahkan dari pinggir jalan karena tiangnya patah. Tak jelas mengapa penduduk tak berinisiatif memperbaikinya untuk memudahkan pejalan. Warung itu menjual Mie Goreng dan Rebus Spesial, teh panas, dan kopi asli.

Sedangkan warung di sebelahnya menawarkan nasi rames, nasi campur, mie tek-tek dan mie ayam. Warung ini tentunya hidup dari pengunjung Pohon Jlamprang Wonobodro Batang, sehingga agak aneh jika membuat penunjuk jalan pun harus menunggu anak mahasiswa KKN lagi.

kayu jlamprang wonobodro batang

Penampakan Pohon Jlamprang Wonobodro Batang yang ternyata sudah rebah. Akar dan batang tuanya sepertinya tak lagi sanggup menahan hempasan angin. Menurut cerita penduduk, Pohon Jlamprang Wonobodro Batang ini semula adalah tongkat kayu Syekh Maulana Maghribi yang ditancapkannya ke tanah sebelum shalat.

Namun karena terlalu lama ditinggalkan beribadah, tongkat kayu ini bersemi dan tumbuh menjadi pohon. Bisa jadi cerita itu menunjukkan lamanya beliau tinggal di tempat ini. Keberadaan Pohon Jlamprang Wonobodro Batang dikaitkan orang dengan sosok Syekh Maulana Maghribi.

Ulama penyebar agama Islam pertama di Jawa yang juga disebut Sunan Gresik itu wafat pada 1419 M, sehingga jika cerita itu benar makam pohon ini sudah berusia 600-an tahun. Namun lebih mungkin jika pohon ini terkait dengan sosok Syekh Maulana Maghribi yang lain, oleh sebab ada pendapat bahwa lebih dari satu orang yang dikenal dengan sebutan itu.

Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma (Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Taun 1647) menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang dilidahjawakan menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi atau Asmorokondi. Berdasar nama itu diduga beliau lahir di Samarkand, Asia Tengah, di awal abad 14.

kayu jlamprang wonobodro batang

Wid pada undakan dengan latar Pohon Jlamprang Wonobodro Batang yang batangnya rebah saking tuanya, dan sebagian patahan batangnya mendongak ke atas. Tumbuhan rambat telah memenuhi permukaan batang pohon, juga semak perdu serta rerumputan liar dibiarkan tumbuh tak beraturan. Di atas undakan ada tiang kayu penyangga lampu bohlam.

Adanya Makam Syekh Maualan Maghribi di sejumlah tempat bisa jadi karena beliau berdakwah di tempat-tempat itu, dan lalu menjadi petilasannya. Selain di Wonobodro, ada pula makamnya di Cirebon, Parangtritis, Gresik, dan Kebumen. Ada pula petilasan Mbah Atas Angin di area Pancuran Telu dan Pancuran Pitu Baturraden yang dikaitkan dengannya.

Meski sudah tumbang namun penampakan Pohon Jlamprang Wonobodro Batang masih tetap mengesankan. Ada yang menarik pada halaman 60 buku The History of Java volume II, dimana Raffles menulis bahwa selain "Makam Sheik Mulana Ibrahim" yang terbuat dari marmer dalam kondisi baik dan berangka tahun 1334 Jawa, ada pula Makam "Mulana Mach'ribi" yang merupakan pendahulu Ibrahim namun makamnya telah rusak dan tak ada prasasti tahun.

Ini menarik, karena baru kali ini saya menemukan informasi soal dua makam yang berbeda di buku Raffles itu. Sayangnya nama Maulana Maghribi hanya disebut sekali dalam buku itu, dan tak ada penjelasan lebih lanjut tentangnya. Anggapan umum dan yang selama ini saya ketahui, Maulana Ibrahim dan Maulana Maghribi adalah orang yang sama.

Bagian belakang Pohon Jlamprang Wonobodro Batang terlihat dengan berjalan memutari jalan setapak di bawah bukit di sekeliling pohon. Jika sebelumnya orang bisa berfoto di dalam lubang kayu mirip gua itu, maka saat itu akses untuk masuk ke dalam lubang pohon telah ditutup dengan bambu. Lampu juga listrik terlihat pada pohon.

Pada halaman 113 Raffles menyebut "Mulana Ibrahim", seorang Pandita dari Arabia keturunan Jenal Abidin dan keponakan Raja Chermen dari negeri Sabrang, tinggal bersama pengikut Muhammad di Desa Leran di Jang'gala (wilayah Gresik sekarang). Penyebutan itu terkait Gresik sebagai tempat pertama penyebaran Islam di Jawa Timur.

Pada halaman 135, Raffles menulis bahwa setahun setelah berdirinya Kesultanan Demak, Sultan diiringi para pemimpin agama mengunjungi "Sheik Mulana Ibrahim" di Cheribon. Dan Panemahan Jimbun (Raden Fatah) memiliki anak bernama Nidi Bintara yang menikahi Mulana Ibrahim dari Cheribon yang dianugerahi gelar Panembahan Makdum Jati.

Informasi ini juga baru buat saya, bahwa Panembahan Makdum Jati atau Sunan Gunung Jati ternyata juga adalah "Mulana Ibrahim" dari Cirebon. Nama Ibrahim memang nama yang banyak digunakan oleh mereka yang telah memeluk agama Islam. Akan halnya Pohon Jlamprang Wonobodro Batang ini, entahlah terkait dengan Syekh Maulana Maghribi yang mana.


Pohon Jlamprang Wonobodro Batang

Alamat : Desa Wonobodro, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Lokasi GPS : -7.08724, 109.84021, Waze. Hotel di Batang, Tempat Wisata di Batang, Peta Wisata Batang.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Agustus 29, 2019.