Cigugur, Jawa Barat, Kuningan

Paseban Tri Panca Tunggal Kuningan

Paseban Tri Panca Tunggal Kuningan adalah sebuah cagar budaya nasional di daerah Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, yang menyerupai sebuah padepokan dan tempat menimba ilmu budi dan kebatinan serta seni budaya, yang didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais Alibasa, pewaris tahta Kepangeranan Gebang, Cirebon Timur, pada tahun 1840.

Adalah karena berkali-kali melawan kehendak VOC, maka pada awal abad ke-18 Kepangeranan Gebang diserbu dan dibumihanguskan oleh VOC, gelar kepangeranan pun dicabut, dan wilayah Gebang yang mencakup daerah Ciawi sampai ke perbatasan Cilacap akhirnya dibagi-bagi untuk Keraton Kanoman, Kacirebonan dan Kasepuhan.

Tidak lama setelah kami masuk gedung Paseban Tri Panca Tunggal, seorang wanita muda berparas ayu menemui kami, dan memperkenalkan diri bernama Juwita Jati, dengan panggilan Tati. Pangeran atau Kyai Madrais, adalah kakek buyut Tati. Ayah Tati, Pangeran Jati Kusumah, adalah yang sekarang memimpin Paseban Tri Panca Tunggal.

paseban tri panca tunggal cigugur kuningan

Bangunan gedung Paseban Tri Panca Tunggal, dengan atap bertingkat dan di puncaknya terdapat tonggak ulir berujung kelopak dan bulir bunga berbentuk bulat gemuk lonjong yang menyerupai roket terbalik. Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal ini telah mengalami renovasi pada 1971 dan 2007. Menurut penuturan Tati, area Pendopo menggambarkan keadaan ketika manusia sudah lahir di alam dunia.

Karenanya tangga pada pendopo Paseban Tri Panca Tunggal ini aslinya ada 5 buah, melambangkan panca indera yang harus menjadi saringan bagi manusia, baik yang bersumber dari dalam ke luar atau pun dari luar ke dalam. Ruang pendopo Paseban Tri Panca Tunggal ditopang 11 pilar, dengan umpak bulatan.

Ruangan lain di Paseban Tri Panca Tunggal adalah Ruang Jinem, Pasengetan, Pagelaran, Sri Manganti, Mega Mendung (ruang kerja Pangeran Jatikusumah), dan Dapur Ageng. Di Dapur Ageng terdapat tungku perapian berhias naga di keempat sudutnya dan di atasnya terdapat mahkota.

Saat itu ada dua gadis remaja dengan seragam SMP tampak tengah belajar menari, dibimbing pelatih di Ruang Jinem. Ruang Jinem menggambarkan proses penciptaan, dimana ada karakter dan pengaruh 4 unsur, yaitu tanah, air, angin, dan api. Ruangan Jinem disangga empat buah soko guru beton dengan umpak berukir, dan ada seperangkat gamelan.

paseban tri panca tunggal cigugur kuningan

Di belakang pendopo Paseban Tri Panca Tunggal terdapat ruang Sri Manganti untuk rapat persiapan upacara tahunan Seren Taun, juga sebagai ruang tamu dan tempat upacara pernikahan. Tati bertutur bahwa ruang Sri Manganti adalah ruang rasa dimana manusia harus menemukan kebijakan dalam hidup. Di Ruang Sri Manganti terdapat Patung Puraga Baya dan relief bayi pembawa obor. Sedangkan pada dinding Ruang Jinem terdapat ornamen hias Resi Wisesa Sukmana Tunggal (Kesatria Pinandita), raseksi, motif hias Banaspati dan Jagad Ayang-ayang.

Pada tiang kedua ruang itu diukir ornamen bermotif suluran, praba, patran, dan beberapa motif ukir lainnya. Setelah Kepangeranan Gebang dibumihanguskan VOC, putra mahkota yang tersisa adalah Pangeran Sadewa Madrais Alibasa yang masih kecil. Madrais lalu dititipkan ke Ki Sastrawardhana di Cigugur, dengan pertimbangan keamanan dan karena Cigugur pernah digunakan Mataram sebagai basis ketika menyerang VOC di Batavia. Di usia 18 tahun (1840), Pangeran Madrais membangun gedung Paseban Tri Panca Tunggal ini.

Semasa hidupnya Pangeran yang lebih dikenal sebagai Kyai Madrais itu memberi ajar kerohanian dan agama, namun sempat bermasalah karena adanya perbedaan dengan ajaran baku, dan setelah identitasnya diketahui oleh Belanda ia pun difitnah dan diasingkan ke Merauke pada tahun 1901-1908. Pada 1978, Paseban Tri Panca Tunggal ditetapkan pemerintah sebagai Cadar Budaya Nasional. Namun dana renovasi diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum.

Di bagian depan sebelah kiri gedung ada ruangan yang disebut Pendopo berhias payung kerajaan. Di tengah terdapat burung Garuda tengah mengepak sayap, berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda "Purwa Wisada", disangga sepasang naga bermahkota yang ekornya saling mengait. Di tengah lingkaran terdapat lambang Tri Panca Tunggal.

Menurut Tati, nama Paseban Tri Panca Tunggal berasal dari kata Paseban atau tempat pertemuan, Tri yang terdiri rasa - budi - pikir, Panca adalah panca indera, dan Tunggal adalah yg Maha Tunggal. Arti filosofisnya, ketika manusia bisa mengharmoniskan, menyelaraskan atau menyeimbangkan rasa - budi - pikir, lalu menerjemahkannnya melalui panca indera ketika mendengar, melihat, berbicara, bersikap, bertindak, melangkah, maka itulah yg akan memanunggalkan manusia dengan Yang Maha Tunggal.

Konon ketika Gunung Ceremai sedang aktif pada 1936, Kyai Madrais naik ke puncak gunung bersama 200 pengikutnya untuk meredakannya secara mistik. Kyai Madrais meninggal tahun 1939 dan dimakamkan di Pemakaman Pasir, Cigugur. Paseban Tri Panca Tunggal kemudian dipimpin Pangeran Tedjabuwana Alibasa sampai 1964, dilanjutkan Pangeran Djati Kusumah, dan sekarang diserahkan ke Pangeran Gumirat Barna Alam, satu-satunya saudara laki-laki Tati.


Paseban Tri Panca Tunggal Kuningan

Alamat : Kampung Wage, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Lokasi GPS : -6.96929, 108.45660, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kuningan, Peta Wisata Kuningan, Tempat Wisata di Kuningan.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Juni 27, 2019.