Percikan

Sebuah Kewajiban Warga Negara

Sebagai warga negara suatu bangsa dan warga dunia, kita memiliki tanggung jawab. Salah satunya adalah untuk membuat diri kita dulu yang makmur, tidak menjadi beban bagi orang lain, dan kemudian membantu mereka yang kurang beruntung, mulai dari yang terdekat sampai mereka yang tinggal di sisi lain dunia.

Saya akan berbagi pemikiran sederhana tentang cara kita menggunakan uang untuk membantu orang yang membutuhkan dulu yang pada gilirannya akan membantu diri kita sendiri. Beberapa tahun setelah krisis Asia pada 1997-1998, negara-negara lain dengan cepat pulih dari bencana, namun Indonesia tetap berada dalam masalah yang sangat serius.

Setelah 32 tahun hidup di bawah pemerintahan represif, orang-orang jadi mabuk karena mendapat udara segar. Mereka tidak lagi takut membuat pernyataan atau komentar tentang apa pun, dan menggunakan semua jenis media yang ada. Tidak ada batasan. Hasilnya kekacauan. Situasi ini memberikan kontribusi terhadap krisis ekonomi, sosial dan keamanan yang berkepanjangan.

Begitu banyak orang mengeluh tentang situasi, korupsi memburuk, pemerintah tidak kompeten, nilai tukar yang sangat tidak stabil, dan tentang lebih banyak lagi hal-hal sepele. Orang-orang frustrasi, dan banyak yang merasa kehilangan martabat sebagai orang Indonesia. Sayangnya orang Indonesia melakukan sangat sedikit untuk membantu negara yang sedang sakit, begitu pula dengan tetangganya. Tidak ada pula pemimpin kuat yang bisa menyatukan orang-orang menuju satu tujuan bersama.

Pada suatu waktu saya berkata kepada teman-teman bahwa kita memiliki begitu banyak pengeluh dan begitu sedikit kontributor. Jadi saya mengatakan kepada diri sendiri untuk berhenti mengeluh, dan mulai berkontribusi lebih ke negara yang menyedihkan ini.

Sebelum krisis, ketika saya terbang ke luar negeri untuk menghadiri pertemuan perusahaan, saya terbang menumpang Singapore Airlines, setiap kali. Setelah krisis, saya menggunakan Garuda. Mengapa? Itu bukan karena perusahaan tidak membolehkan saya menggunakan SQ, tapi itu tentang hati nurani saya.

Suatu hari saat sedang makan siang di Singapura, seorang kolega bertanya maskapai apa yang saya gunakan, dan jawaban saya tentu saja Garuda. Lalu ia mulai menceritakan pengalaman buruk temannya ketika terbang dengan Garuda. Ada jadwal penerbangan tertunda, tingkat pelayanan yang rendah, dll. Dia bertanya mengapa saya tidak menggunakan SQ.

Saya berkata kepadanya bahwa saya ingin membantu Garuda, dan perekonomian Indonesia pada umumnya. Jika hal-hal buruk itu terjadi, saya akan menerimanya, menganggapnya sebagai pengorbanan dan sebagai bagian dari kontribusi saya. Saya kemudian mengurangi pengeluaran di Singapura dan di negara-negara lain juga. Kepadanya saya katakan bahwa Singapura adalah negara yang lebih makmur dan SQ adalah penerbangan terbaik di dunia, jadi saya memutuskan untuk membantu negara miskin dan maskapai penerbangan lokal. Kemudian, saya katakan kepadanya, saya tidak keberatan menghabiskan uang di Singapura atau negara-negara lain dan menggunakan SQ atau pesawat asing lainnya ketika perekonomian Indonesia dan dengan operasional Garuda telah menjadi baik.

Lalu saya katakan, jika saya jadi kamu (sebagai Sorang ingapura), saya akan naik Garuda dan menghabiskan uang di Jakarta. Jika Indonesia bisa memulihkan mesin ekonomi secara lebih cepat, Singapura pasti akan mendapatkan manfaat. Sayangnya hanya ada beberapa orang asing yang memiliki suatu pemikiran mulia seperti itu, dan lebih sedikit lagi yang benar-benar melakukannya. Sebaliknya, banyak dari mereka mengambil keuntungan dari krisis Indonesia yang berkepanjangan, dan bahkan memperburuk situasi.

Dalam situasi krisis saya menghabiskan hampir 100% dari uang saya untuk membantu ekonomi lokal. Setelah keadaan menjadi lebih baik, saya secara bertahap meningkatkan pengeluaran saya untuk membantu ekonomi asing dengan menggunakan jasa asing, membeli produk impor, dan membelanjakan uang di luar negeri.

Kita hidup di dunia yang lebih sensitif dan kompleks. Dengan membantu satu sama lain, akan ada lebih sedikit kecemburuan dan prasangka diantara orang-orang di negara-negara tetangga, dan ini akan membawa kemakmuran di kawasan ini dan akhirnya kemakmuran dunia. Walaupun mungkin terdengar seperti utopia, tapi hidup selalu berubah dari kondisi sangat baik ke sangat buruk, dari surga ke neraka. Jadi, jangan kehilangan harapan. Setiap kontribusi, besar atau kecil, penting. (Terbit 24 September 2006)


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Oktober 28, 2017.