Foto Rumah Si Pitung

Tengara berukuran cukup besar dengan latar belakang Rumah Si Pitung Marunda Jakarta yang waktu itu terlihat masih baru. Nama Si Pitung memang sangat terkenal dan sudah sangat melekat dengan kehidupan orang Betawi sejak jaman dahulu. Keterkenalan nama Si Pitung juga dibantu buku komik dan pernah diangkat pula ke film layar lebar pada tahun 1970.



Sesaat setelah menaiki undakan papan kayu rumah panggung, melewati serambi depan yang berpagar pelindung kayu, saya masuk ke dalam rumah. Seperangkat meja dan kursi tamu kuno terlihat di ruang tamu Rumah Si Pitung Marunda ini, dengan patung berwajah rata berpakaian adat pria Betawi di pojok ruangan. Lampu gantung kuno berada tepat di atas meja.



Pemandangan bagian dalam Rumah Si Pitung Marunda dengan ruang tamu berada di sisi sebelah kanan. Sebuah lukisan menggantung pada dinding kayu, dan di tengah ruangan tamu ini terdapat lampu minyak tradisional yang digantung di langit-langit ruangan. Lantai asli rumah panggung terbuat dari bambu, dan penggantian menjadi lantai kayu dilakukan pemerintah DKI pada tahun 1972.



Kamar tidur di Rumah Si Pitung dengan tempat tidur berkelambu yang lazim dipasang pada jaman dahulu dulu untuk pelindung dari gigitan nyamuk ketika tidur. Kini sudah sangat jarang terlihat ada kelambu di rumah penduduk, dan jika pun ada biasanya hanya dipasang pada boks bayu. Sebuah meja rias dengan cermin bundar tampak berada di sebelah kiri.



Serambi belakang Rumah Si Pitung yang dibatasi pagar bergaya oriental. Menggantung pada blandar adalah caping, tampah, bubu penangkap ikan, dan jala.



Sisi kanan serambi belakang Rumah Si Pitung yang memperlihatkan lubang jendela dengan tulisan "Pintu Keluar" di atasnya, namun tak ada pintu di sana. Di pagi atas senja hari tampaknya enak duduk di amben bambu menikmati suasana di sana.



Kursi dan meja makan di ruang makan Rumah Si Pitung dengan beberapa kendi tanah liat di atasnya. Sebuah foto lawas tampak dipasang di dinding ruangan.



Koleksi beberapa buah lampu minyak tanah tradisional tampak diletakkan berjajar di atas balok penyangga langit-langit Rumah Si Pitung di dekat dapur.



Dapur tradisional yang sangat sederhana namun terlihat masih agak baru di ujung belakang Rumah Si Pitung, dengan kursi malas dari bambu di sebelahnya. Perabot rumah tangga, juga dari bambu, tampak menempel di dinding. Ada juga ceret, dandang, dan penggorengan.



Ruang Makan Rumah Si Pitung dilihat dari sisi lain, yang memperlihatkan sebuah foto kuno berukuran besar, serta poster di dinding.



Pemandangan di bagian dalam Rumah Si Pitung. Nama sebelumnya rumah itu adalah Rumah Tinggi Marunda sebelum kemudian berubah menjdai Langgar Tinggi dan lalu Rumah Si Pitung.



Alat permainan congklak, rebana, sitar dan kopor-kopor tua yang disimpan di ruang keluarga Rumah Si Pitung.



Pojok ruang yang menyimpan rebana yang unik, sitar, kentongan, dan kopor. Pada dinding terdapat catatan singkat tentang Si Pitung, pahlawan bagi rakyat miskin namun dibenci orang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda.



Tampak muka bangunan Rumah Si Pitung yang menggunakan rancangan arsitektur rumah panggung bergaya Bugis dari Sulawesi. Di sebelah kiri terlihat undakan untuk naik ke atas rumah panggung dan selanjutnya masuk ke dalam ruangan. Sesaat setelah masuk ke dalam rumah, saya melihat di ruang depan terdapat seperangkat meja dan kursi tamu kuno dengan sebuah patung berpakaian adat pria Betawi namun berwajah rata.



Tampak samping Rumah Si Pitung, memperlihatkan ruang belakang yang melebar. Satu keluarga tampak tengah menuruni tangga setelah selesai melihat-lihat isi rumah.



Tampak muka Rumah Si Pitung yang merupakan rumah panggung bergaya Bugis dengan tiang-tiang kayu kokoh penopang rumah. Suasana sekitar masih sangat panas saat itu karena ketiadaan pohon peneduh.



Serambi belakang Rumah Si Pitung yang berupa rumah panggung, dengan sejumlah perabotan rumah tangga dan caping terbuat dari bambu bergelantungan di sana. Ada pula bubu dan jala untuk menangkap ikan.



Rumah beratap coklat di sebelah kanan adalah Rumah Si Pitung, yang diambil dari sebuah titik di samping empang, sesaat setelah melewati jembatan selamat datang.



Sebuah pesan selamat datang sederhana, yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat parkir Rumah Si Pitung. Seorang teman mengabarkan bahwa jembatan ini sekarang sudah menjadi jembatan beton.



©2021 Ikuti