Cungkup dengan dinding bata telanjang yang atap rumbianya sudah banyak yang terkelupas, yang pada dindingnya menempel sebuah papan dengan tulisan yang berisi Ponco Waliko, wejangan Prabu Jayanegara (1294 – 1328), Raja Majapahit yang kedua.
Pada bangunan berdinding setengah terbuka terdapat susunan batu datar dengan tugu batu di tengahnya, merupakan sebuah altar pemujaan kuno. Altar ini sampai sekarang pun masih digunakan, terbukti dari adanya sesajen. Bisa dikatakan bahwa Paseban Batur Sengkala adalah punden berundak yang merupakan tempat pemujaan asli Indonesia pada jaman megalitikum, sekitar 2000 tahun silam. Hasil kebudayaan pada jaman itu diantaranya adalah kapak batu, Menhir (batu tempat pemujaan), Dolmen (meja batu), Kubur batu, Waruga (seperti di Waruga Sawangan Minahasa), dan Sarkofagus.
Susunan batu menyerupai fondasi rumah yang disebut oleh orang Banyumas sebagai batur, dilihat pada arah ke gapura. Saya tidak bisa melihat dengan jelas bentuk lengkap punden berundak Paseban Batur Sengkala ini, mungkin bentuknya telah berubah, atau tidak mendapatkan sudut penglihatan yang baik. Punden berundak biasanya terdiri dari beberapa teras yang semakin ke atas semakin mengecil, dan dipuncaknya terdapat tugu dan altar sebagai tempat pemujaan bagi arwah nenek moyang.
Susunan batu, atau batur, atau sebagian dari teras punden berundak Paseban Batur Sengkala dengan dua cungkup sebagai latar belakang. Saya tidak menemukan ada hal yang menarik pada bangunan di sebelah kanan yang bertembok penuh itu. Mungkin memang sengaja dibuat sebagai tempat untuk beristirahat dan berteduh jika hujan mengguyur.
Sponsored Link