Tengara terbuat dari batu yang berbunyi “Rampoengipoen damel Soemoer Pasoetjen 1918?, atau selesainya pembuatan Sumur Pasucen pada 1918. Kami melewati Sumur Lanang dan ketika pulang melewati Sumur Putri, namun kondisi keduanya dalam keadaan memprihatinkan.
Cungkup dimana di dalamnya terdapat Sumur Pasucen. Cungkup ini sehari-hari pintunya digembok dan hanya dibuka oleh Ki Ardja Semita ketika ada tamu yang datang berkunjung.
Dasar Sumur Pasucen terlihat sangat jelas dengan tebaran uang logam di dasarnya. Airnya yang sangat bening dan tenang menjadikannya cermin yang benar-benar sempurna. Jika saja tidak ada uang logam di bawah sana, maka anyaman bambu pada langit-langit cungkup sumur Pesucen ini akan tampak seperti asli.
Tri, supir yang menemani sampai termangu melihat begitu jernihnya air Sumur Pesucen. Menggunakan kedua tangannya ia membasuh tangan, muka dan meminum beberapa teguk air yang konon bisa membuat awet muda dan banyak rejeki. Gayung plastik dan gayung yang terbuat dari batok kelapa juga disediakan di tepi sumur.
Sumur Putri yang kami lewati setelah berjalan meninggalkan lokasi Sumur Pesucen menuju kembali ke pendopo Makam Panembahan Kalibening. Kondisinya yang tampak kumuh membuat saya tak tertarik untuk mampir melihat ke dalamnya. Semoga saja cungkup sumur ini sekarang sudah diperbaiki.
Sponsored Link