Suwito di samping Makam Kyai Ageng Henis. Suwito adalah suami Aniek Martani, yang datang berziarah bersama kedua anaknya yang mulai menginjak dewasa, dan bertemu dengan kami di area makam. Aniek menuturkan bahwa ia berziarah ke makam ini sudah sejak ketika masih anak kecil, dibawa neneknya yang masih kerabat dekat keraton. Anak-anak di Jawa umumnya memang diperkenalkan dengan kubur sejak masih kecil, dan kebiasaan itu dilestarikan secara turun temurun.
Pandangan ke arah Makam Kyai Ageng Henis yang berada di ujung kompleks makam di area yang terbuka tanpa cungkup. Ada tiga deret makam yang bentuk jirat kuburnya berbeda dengan makam-makam lain yang ada di kompleks makam paling ujung ini. Makam-makam itu berada di bawah Pohon Nogosari yang konon berusia lebih dari 500 tahun.
Makam bukan hanya tempat peristirahatan terakhir, atau tempat yang masih hidup memberi penghormatan pada yang mati, namun juga menjadi tempat pertemuan saudara dekat dan jauh.
Pandangan kompleks area kubur dibalik gapura paduraksa ketiga dari sisi Makam Kyai Ageng Henis. Sebelah kiri berwarna keputihan adalah Makam Pangeran Widjil I Kadilangu. Banyak diantara makam ini tak bernama, atau tulisannya sudah tidak terbaca.
Tiga deret makam di ujung di bawah Pohon Nogosari berusia lebih dari 500 tahun dari kiri ke kanan adalah Makam Nyai Ageng Pandaran isteri pertama Sunan Tembayat, Makam Kyai Ageng Henis, dan Makam Nyai Ageng Pati. Kubur putih di bawahnya adalah Makam GPH Prabuwinoto yang adalah putera bungsu PB IX.
Sponsored Link