Kelenteng, Tradisi

Makna Sembahyang Tung Che

Sembahyang Tung Che (Tang Cik) atau Genta Rohani yang dilakukan pada tanggal 22 Desember merupakan hari yang melambangkan Kemuliaan, Kebesaran dan Kasih Tuhan kepada umat manusia.[Awal tulisan: Tradisi, Arti dan Makna Sembahyang Besar di Kelenteng]

Hari Sembahyang Tung Che / Tang Cik artinya musim dingin telah tiba (Tang = musim dingin, Cik = puncak atau sempurna) terutama untuk daerah belahan bumi utara, termasuk Tiongkok, Jepang, Korea, Mongolia sampai Eropa dan Amerika.

Dalam satu tahun terdapat empat musim yang disebut musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin (Chun, He, Chiu, Tang).

Makna Sembahyang Tung CheVihara Gunung Timur di Medan

Pelaksanaan Sembahyang Besar Tung Che di Rumah Ibadah Tri Dharma Banyumas dilaksanakan pada tanggal 22 Desember pagi. Dan sebagai sajian khusus Sembahyang Tung Che adalah Ronde.

Ronde disajikan disertai air jahe sebagai perlambang. Bulatnya ronde diumpamakan bundamya dunia, air jahe mempunyai daya panas, kalau diminum badan rasanya hangat untuk melawan hawa sangat dingin.

Penyajian ronde dalam Sembahyang kepada Thian Kong / Tuhan Yang Mahaesa melambangkan permohonan agar janganlah terlalu lama bumi dalam keadaan dingin tertutup salju, berilah hawa yang cocok bagi kehidupan manusia dan mahluk-mahluk lainnya di dunia ini.

Kareria hari Tung Che adalah hari paling dingin di musim dingin, setelah hari Tung Che Cuaca berangsur-angsur hangat, maka mempunyai makna untuk mempersiapkan segala sesuatu menyongsong musim semi. Di Indonesia bisa diartikan persiapan untuk tutup tahun dengan sebaik-baiknya.

Pada malam hari sebelum hari Tung Che, ibu-ibu membuat onde-onde yang terbuat dan tepung beras ketan dan diberi wama merah, putih, hijau berbentuk bulat. Pada esok hari pagi-pagi onde-onde tersebut direbus, dimasukan dalam air gula dan jahe, pertama-tama diberikan pada ibu sebanyak 2 buah, selanjutnya dibagikan pada sanak keluarga sesuai dengan jumlah usianya masing-masing menurut perhitungan Tionghoa ditambah 1. Setelah dimakan bisa menambah sesuai yang diinginkan.

Onde-onde tersebut juga dikirim pada keluarga dekat atau yang lebih cua. Bagi keluarga yang sedang berkabung tidak membuat onde-onde.

Apabila ada anggota keluarga yang sedang hamil, ia dapat melempar butir onde-onde yang belum direbus ke dalam api, bila onde-onde tersebut tetap utuh, anak yang dikandung mungkin laki-laki, apabila onde-onde pecah, mungkin anak yang dikandung seorang wanita.

Hikayat Tung Che

Konon ada seorang pemuda menjadi tabib yang berbakat. Pada suatu saat ia mencari ramuan obat di hutan, namun karena suatu kesalahan yang tidak disengaja, racun tanaman menyebabkan kedua matanya buta.

Seorang penduduk yang menemukannya di hutan mengantarnya kembali ke rumahnya. Ibunya yang sudah tua sangat mengasihi anaknya, pada saat anaknya tidur ia rela mencongkel kedua matanya untuk menggantikan mata si pemuda.

Setelah anaknya bangun dari tidurnya dan bisa melihat, ia mengetahui bahwa matanya adalah pemberian ibunya, Ia ingin mengembalikan matanya pada ibunya, tapi ibunya menolak.

Ibunya memberi petunjuk agar si pemuda membuat onde dari ketan dan memasukan ke kelopak matanya, dengan suatu keajaiban dengan mata yang dibuat dari ketan itu ibunya dapat melihat kpmbali. Makna dari membuat onde adalah menunjukkan kasih sayang seorang ibu pada anaknya yang bahkan rela memberikan mata yang paling berharga pada anaknya.

Tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu atau Mother’s Day, mungkin asal usulnya dari hikayat ini.

Makna dari Sembahyang Tung Che

Hari Tung Che dalam sejarah suci Agama Khong Hu Cu mempunyai arti khusus dan sangat mulia.

Patut diketahui bahwa sesungguhnya pada hari Tung Che umat Khong Hu Cu memperingati tiga peristiwa suci.

Pertama, pada Hari Tang Cik letak matahari tepat di atas garis balik 23,5 derajat Lintang Selatan, bertepatan dengan tanggal 22 Desember.

Pada saat itu belahan bumi utara mempunyai siang hari paling pendek dan malam hari paling panjang. Pada daerah belahan bumi sebelah utara yang beriklim subtropis dan dingin, tibalah musim dingin.

Pada zaman Dinasti Ciu (1122 -225 SM), saat itu dipandang sebagai hari permulaan tahun baru, karena hari-hari selanjutnya letak matahari mulai balik ke utara. Siang hari makin panjang dan malam hari makin pendek, walaupun musim masih bertambah dingin sampai tiba musim semi, saat matahari melewati garis katulistiwa.

Pada saat Tang Cik, raja muda-raja muda mengadakan upacara sembahyang besar yang disebut dengan Kau, yang dilakukan di hadanan sebuah altar yang dibangun di alun-alun sebelah selatan untuk mengucapkan puji syukur kepada Thian, Tuhan Yang Mahaesa, dan tiap lima tahun sekali kaisar sendiri langsung memimpin upacara sembahyang itu yang disebut Tee.

Walaupun setelah berdiri Dinasti Han (2065 SM - 220 M) sistem penanggalan diubah menjadi Khongculik atau He Lik dan hari tahun barunya ditentukan kira-kira satu atau dua bulan setelah Tang Cik, namun raja­ raja tetap melakukan sembahyang besar kepada Thian pada hari Tang Cik.

Di hari Tang Cik orang bersembahyang bersama untuk menyampaikan puji dan syukur atas rahmat Tuhan dengan mengaitkan akan berakhirnya musim dingin dan akan datangnya musim semi.

Sajian khusus pada sembahyang Tang Cik ialah ronde yang berbentuk bulat, dibuat dari tepung ketan, diberi wama merah dan putih, yang melambangkan sifat Im dan Yang dan diberi kuah jahe manis, disajikan tiga mangkuk ronde, tiap mangkuk berisi kuah jahe manis, disajikan tiga mangkuk ronde, tiap mangkuk berisi 12 ronde merah dan putih dan diberi sebuah ronde besar merah yang melambangkan berkah yang diterima sepanjang satu tahun.

Kedua, Hari Tang Cik mempunyai makna suci khusus dan disebut Hari Genta Rohani (BokTok).
Adalah pada Hari Tang Cik 22 Desember, Nabi Khongcu berusia 56 tahun (495 SM), saat beliau mendengar, mengerti, meyakini dan memutuskan melepaskan dan meninggalkan jabatan duniawinya sebagai pejabat tinggi di negeri Lo.

Beliau meninggalkan keluarga dan tanah airnya, mengembara dari satu negeri ke negeri lain selama kurang lebih 13 tahun, untuk mengajak dunia pulang kepada Jalan Suci, menegakkan Firman, menggemilangkan kebajikan serta mengamalkannya dalam penghidupan, menjadi insan berbudi, mahkluk ciptaan Tuhan yang satya kepada Khaliknya dan mencintai, tepa salira kepada sesamanya dan menyayangi segenap makhluk dan lingkungan hidupnya.

Jalan Suci yang dicanangkan dan dibangkitkan kembali itu ditulis di bagian akhir kitab Bingcu sebagai berikut:

“Dari Giau dan Sun sampai Sing Tong kira-kira lima ratus tahun lamanya…. Dari Sing Tong sampai Raja Bun kira-kira lima ratus tahun lamanya”.

Pada zaman Chun Chiu (722-481 SM) saat hidup Nabi Khongcu, jalan suci itu telah lama ditinggalkan orang, ajaran agama diabaikan dan perbuatan sewenang-wenang merajalela.

Dalam keadaan yang demikian inilah Nabi Khongcu mendengar panggilan suci, bangun, bangkit dan bergerak mengajak dunia pulang ke jalan suci sebagaimana diucapkan orang bijaksana dari tapal batas negeri Gi setelah menemui Nabi dan bewawancara dengan-Nya.

“Sudah lama dunia ingkar dari jalan suci, kini, Thian, Tuhan Yang Maha Esa menjadikan guru selaku Genta RohaniNya.

Nabi Khongcu sendiri dengan tegas bersabda : “Sejak usia 50 tahun, telah aku mengerti akan Firman Tuhan” (Lun Gi 111:24).

Keadaan zaman yang ingkar dari jalan suci itu menghadapkan Nabi kepada berbagai tantangan, hambatan, ujian, cobaan bahkan ancaman bahaya maut.

Walaupun demikian Nabi Khongcu dengan diikuti para murid yang setia tanpa ragu dan gentar bergerak maju dengan semangat yang tidak kunjung padam mengemban misi suciNya.

Beliau penuh yakin dan iman bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memanggil, memilih dan mengutusnya sebagai Genta RohaniNya, menjadi Nabi utusanNya yang mencanangkan Firman Tuhan, mengajak manusia membina diri melaksanakan perintah dan bimbingan agama, menggemilarngkan kebajikan, mengamalkannya, sehingga mencapai sempurna.

Sepenuh Iman Nabi tidak ragu bahvva hidup dan keselamatan dirinya di dalam perlindangan dan penjagaan dari segala ancaman bahaya dan kesukaran. Terhadap ancaman dan upaya jahat Hwan Tee yang sampai mengakibatkan murid-murid cemas ketakutan tatkala di negeri Song, Nabi menenteramkan dan meyakinkan mereka dengan bersabda:
“Thian, Tuhan Yang Maha Esa telah menyalakan kebajikan dalam diriKu, apa yang dapat dilakukan Hwan Tee atasKu? (Lun Gi VII:23).

Demikianlah Nabi mengumandangkan Jalan Suci dan Kebajikan, menyerukan cinta kasih dan kebenaran kepada dunia yang dimulai pada Hari Tang Ok itu. Hari Genta Rohani bagi umat konfusiani dan bagi tiap insan yang bercita menempuh jalan suci.

Ketiga, Hari Tang Cik juga bertepatan dengan hari yang mulia yakni Thian telah rnemanggil kembali Bingcu, Guru Penegak dan penerus ajaran Konfusiani, hingga hari yang suci ini melambangkan pemula dan penggenapan Ajaran Agama Karunia Tuhan. [bersambung ke Makna Sembahyang Ji Si Siang An]


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! April 06, 2022.