Jawa Timur, Surabaya

Gedung Aperdi Surabaya

Gedung Aperdi Surabaya 'ditemukan' ketika kendaraan yang saya tumpangi lewat di Jl Jembatan Merah Surabaya, dan dengan seketika saya pun meminta supir untuk berhenti dan kemudian turun dari kendaraan ketika melihat deretan gedung tua di sebelah kanan jalan.

Bahwa bangunan menarik itu adalah Gedung Aperdi baru saya ketahui setelah melihat sebuah tulisan di atas salah satu pintunya yang tertutup rapat. Aperdi adalah nama sebuah perusahaan yang menempati lantai satu gedung itu. Sayang sekali saya tidak bisa masuk ke dalam Gedung Aperdi yang dibangun pada 1901 ini dan pada jaman kolonial dipakai sebagai kantor Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente (Perusahaan Umum Pertanggungan Jiwa dan Anuitas Jiwa), sebuah perusahaan asuransi jiwa terbesar di Belanda yang didirikan pada 1880 namun bangkrut pada 1921.

Pada buku "Budaya Visual Indonesia" yang ditulis Agus Sachari dari Fakultas Desain dan Seni Rupa ITB, disebutkan bahwa Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente adalah karya pertama arsitek terkenal Hendrik Petrus Berlage (Amsterdam 21 Februari 1856 — Den Haag 12 August 1934) di Hindia Belanda yang dikerjakannya pada 1900, baru kemudian ia membuat desain gedung de Nederlanden van 1845 yang berada di Jl Pintu Besar Utara, Jakarta. Disebutkannya bahwa Berlagen juga menjadi konsultan pemerintah Hindia Belanda dalam proyek restorasi Candi Prambanan.

gedung aperdi surabaya
Pandangan dari arah samping pada Gedung Aperdi yang waktu itu terlihat tak terawat, menambah daftar gedung tua terlantar di Surabaya, setelah sebelumnya saya berkunjung ke bekas gedung Penjara Kalisosok yang juga masih terbengkalai.

Berlagen baru datang ke Indonesia pada 1923, dan berkeliling selama 3 bulan memberi ceramah arsitektur serta mengikuti berbagai acara. Pada 1931 terbit bukunya yang berjudul "Myn Indische Reis" (Perjalananku ke Hindia). Ketika menghadiri perayaan ulang tahun Ratu Juliana di kediaman resmi Residen Priangan (Gedung Pakuan Bandung sekarang) pada 30 April 1923, Dr. Berlage merasa sangat terkesan sekaligus trenyuh menyaksikan pawai rakyat Priangan yang sangat meriah untuk Ratu Belanda, sehingga membuatnya berucap: "Bangsa dan negeri ini harus mencapai kemerdekaan".

gedung aperdi surabaya
Penampakan lebih dekat pada bagian depan atas Gedung Aperdi Surabaya dengan sepasang jendela kaca di atas sebuah lukisan keramik yang menarik, juga ada jendela kaca pada menara pendek di atas dan kiri kanan wuwungan sebagai sumber masuknya cahaya matahari ke dalam gedung. Sebuah tiang tanpa bendera masih tegak menjulang di tengah-tengah jendela, di atas lukisan. Tiga gerbang lengkung terlihat di lantai satu Gedung Aperdi, dengan bagian tengah berukuran lebih kecil merupakan pintu utama yang dijaga sepasang singa bersayap. Pada ketiga lengkung juga dipasang susunan batu bata konsentris berwarna merah sebanyak empat baris.

Lukisan pada porselen itu adalah karya Jan Toorop, seorang desainer grafis dan ilustrator, pelukis art nouveau, simbolis dan impressionis, yang lahir 20 Desember 1858 di Purworejo dan meninggal di Den Haag pada 3 Maret 1928. Jan Toorop berkebangsaan Belanda, meski lahir dari seorang ayah berdarah Jawa dan seorang Ibu berdarah Inggris. Ia lahir dengan nama Jean Theodoor Toorop. Keluarga Toorop pindah ke Bangka pada 1863, dan pada 1869 Jan Toorop meninggalkan Indonesia menuju Belanda dimana ia masuk sekolah menengah di Leiden. Ia berganti nama menjadi Johannes ketika berpindah agama dari Protestan ke Roman Katolik pada 1905.

Tidak diketahui kapan lukisan ini dibuat, namun Jan Toorop pernah tinggal untuk kedua kalinya di Katwijk pada 1899 - 1904, di rumah yang didirikan Berlage, arsitek Gedung Aperdi. Agaknya mereka bertemu pada periode ketika Hendrik Berlage merancang gedung untuk Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente ini yang membuat karya Jan Toorop dipasang pada gedung.

Lukisan itu menggambarkan wanita mistis yang duduk di tengah dengan tangan dan sayap mengembang dan garis pada dada membentuk huruf A (mungkin inisial Algameene). Sementara di sebelah kanannya seorang wanita berpakaian Eropa tengah mengangkat bayi berambut pirang, dan di sebelah kirinya lukisan wanita bersanggul dengan pakaian puteri Jawa berkain batik tengah menimang bayi berambut hitam.

Di kiri kanan wanita bersayap itu terdapat bulatan ungu masing-masing berjumlah tujuh, dan empat jam pasir di bawah kakinya. Jam pasir di paling kiri 'mengisi' ke bawah, sedangkan jam pasir di paling kanan 'membuang' ke bawah, melambangkan kisah 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik dalam kitab suci. Sebuah perlambang agar orang menabung (dalam bentuk asuransi) untuk simpanan pada masa sulit.

gedung aperdi surabaya
Tulisan pada bagian atas pintu sebelah kiri yang mengingatkan saya pada nama gedung tua Surabaya yang informasinya sempat saya kumpulkan sebelumnya. Rembesan air tampak mengotori kaca-kacanya membuat buram dan tak bercahaya lagi, sementara plitur kayunya sudah sangat tipis nyaris hilang.

Dua pasang lubang lengkung simetris pada dinding luar menghias kiri kanan bangunan dengan susunan bata konsentrik pada lengkung busurnya, serta terdapat selasar dibelakangnya yang memberi ruang lindung bagi dinding dan pintu bangunan utama dari cahaya matahari langsung serta tempias hujan tropis.

gedung aperdi surabaya
Sepasang singa bersayap di depan pintu masuk utama Gedung Aperdi. Tidak diketahui siapa pembuatnya, namun fungsinya tampaknya seperti Dwarapala pada candi, atau Ciok-say pada kelenteng, yaitu sebagai penjaga. Ada yang menyebut bahwa singa bersaya merupakan satu dari empat binatang buas dalam bible yang disebut Minute Lion. Singa bersayap juga digunakan sebagai lambang Venesia dan simbol St Mark.

Kutipan tulisan Dr. H.P. Berlage lainnya yang menarik mengenai arsitektur lokal adalah bahwa ketika itu seni Jawa terancam kehancuran total karena pengaruh Barat, sehingga dianjurkannya agar bangsa Indonesia harus memiliki gaya dan corak arsitekturnya sendiri. H.P.Berlage juga meramalkan bahwa kelak akan lahir gaya arsitektur perpaduan Indonesia - Eropa, yang diantaranya kemudian terlihat pada bangunan Gedung Sate di Bandung.

Semoga saja pemkot dan masyarakat Surabaya bisa segera menemukan cara untuk merenovasi dan menghidupkan Gedung Aperdi, yang bukan saja sekadar gedung tua, namun terkait dengan nama seorang arsitek terkenal Belanda yang bukan saja "mendukung" kemerdekaan Indonesia, namun juga mendukung berkembangnya arsitektur aseli Indonesia, yang saya kira merupakan himbauan yang masih tetap relevan hingga hari ini.

Gedung Aperdi Surabaya

Alamat : Jl Jembatan Merah No 19-23, Surabaya. Lokasi GPS : -7.23713, 112.73786, Waze. Rujukan : Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata Surabaya


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Mei 05, 2018.