Hal yang membuat saya tertarik berkunjung ke Desa Wisata Sodong Batang adalah karena adanya kebun salak, selain tempat wisata lain yang ditawarkan ke pejalan. Ini menghidupkan ingatan masa kecil, karena dahulu di belakang rumah kami di kampung dan juga kampung sebelah ada banyak sekali kebun salak yang rimbun.
Selain mengambil sendiri langsung dari pohon, sering juga mengambil pucuk tunas mudanya yang manis rasanya. Seiring dengan tumbuhnya penduduk dan perumahan, kebun-kebun salak, dan kebun lainnya kini lenyap dari pemandangan kampung kami, digantikan dengan rumah-rumah pendatang. Meskipun pohon salak tak ada bagus-bagusnya, malah bisa tertusuk duri batangnya yang bejibun, namun menyegarkan kenangan itu perlu, meski tak semuanya manis. Bagusnya, apa yang dahulu pahit sekarang sering terasa manis. Tak bagusnya, yang dulu manis kini terasa getir. Apapun itu Desa Wisata Sodong Batang menarik minat saya.
Di Desa Wisata Sodong Batang pejalan bisa menginap di rumah penduduk yang menyediakan makanan nasi jagung, sayur buntil, sayur daun singkong, sayur batang tales, sambel tores, ikan asin. Ada pula nasi hitam, sayur jantung pisang, ikan wader, dan megono. Bisa pula mencicip teh sangan, kopi tubruk, dan wedang gones dari air nira.
Gapura Desa Wisata Sodong Batang menyambut pengunjung yang hendak berkunjung ke sana atau pun sekadar lewat saja. Lokasi gapura ini lumayan jauh dari gerumbul desanya, atau setidaknya begitulah catatan di ingatan saya yang sudah mulai pendek dan tak bisa diandalkan ini.
Kami menempuh perjalanan hingga sejauh 16,3 km dari Makam Sunan Bonang arah ke Utara cukup jauh lalu belok ke Barat. Jika dari Alun-Alun Batang maka jaraknya 16,5 km arah ke Selatan.
Jarak sejauh itu belum lagi sampai ke Desa Wisata Sodong Batang, namun baru di sebuah pertigaan sekitar 100 meter dari jembatan yang melintang di atas Sungai Kupang. Hilir sungai ini pula yang kami lewati saat berkunjung ke Museum Batik Pekalongan, dan lalu ke Pohon Beringin Trembesi yang lokasinya persis di pinggir bantaran sungai.
Pemandangan pada jalan ke kiri dari pertigaan menuju ke Desa Wisata Sodong Batang sempat saya foto. Kondisi jalan yang rusak membuat saya urung meneruskan perjalanan ke desa itu, yang jaraknya masih 4,1 km lagi arah ke Selatan. Jika saja saya mengambil jalan ke kanan maka sebenarnya akan sampai juga ke desa itu meski jaraknya menjadi 5,4 km.
Informasi yang simpang siur yang kami peroleh, selain karena hari sudah menjelang senja, membuat akhirnya kami balik badan tidak jadi melihat kebun salak yang ada di Desa Wisata Sodong. Di wilayah desa itu juga sebenarnya ada Curug Sigandul dan Curug Talang yang lumayan tinggi, serta kawasan hutan pinus dan area perkemahan.
Pemandangan dari atas jembatan, beberapa puluh meter sebelum pertigaan juga saya foto. Desa Wisata Sodong Batang masuk ke wilayah Kecamatan Wonotunggal, dan berada di ketinggian 625 mdpl. Di Selatan desa ini berbatasan dengan Desa Silurah, di Utara berbatasan dengan Desa Gringgingsari, di Timur dengan Desa Wonodadi Kecamatan Bandar, dan di Barat dengan Desa Sengare yang sudah masuk ke wilayah Kabupaten Pekalongan.
Salak Sodong adalah salak pondoh lumut, sama dengan yang di Seleman. Sebuah situsweb menyebut bahwa penduduk juga menanam padi dan sayuran, cengkeh, kapulaga, kopi, pohon sengon, saman, dan mahoni. Ada pula pengrajin anyaman bambu, mebel, ukir, gerabah, serta oleh-oleh seperti abon jantung pisang, kue, kripik pisang, teh sangan, dan pisang gebyar.
Melihat anak-anak sedang mandi bertelanjang bulat di air Sungai Kupang di dekat jembatan sudah cukup menghibur kami. Air sungai yang cukup melimpah dan dalam membuat mereka bisa melakukan atraksi terjun bebas dari tebing sungai yang ada di sebelah kanan. Tebing itu ada di bawah pondasi beton bekas jembatan lama yang sudah runtuh.
Cukup lama saya berhenti di jembatan melihat tingkah polah anak-anak yang masih berjiwa bebas itu, seraya menebar pandangan menyusuri aliran sungai serta sawah ladang yang ada di tepiannya. Pemandangan pedesaan selalu menarik perhatian dan menenangkan. Waktu seperti berjalan lambat, dan tak ada yang mengejar atau dikejar.
Selain mengambil sendiri langsung dari pohon, sering juga mengambil pucuk tunas mudanya yang manis rasanya. Seiring dengan tumbuhnya penduduk dan perumahan, kebun-kebun salak, dan kebun lainnya kini lenyap dari pemandangan kampung kami, digantikan dengan rumah-rumah pendatang. Meskipun pohon salak tak ada bagus-bagusnya, malah bisa tertusuk duri batangnya yang bejibun, namun menyegarkan kenangan itu perlu, meski tak semuanya manis. Bagusnya, apa yang dahulu pahit sekarang sering terasa manis. Tak bagusnya, yang dulu manis kini terasa getir. Apapun itu Desa Wisata Sodong Batang menarik minat saya.
Di Desa Wisata Sodong Batang pejalan bisa menginap di rumah penduduk yang menyediakan makanan nasi jagung, sayur buntil, sayur daun singkong, sayur batang tales, sambel tores, ikan asin. Ada pula nasi hitam, sayur jantung pisang, ikan wader, dan megono. Bisa pula mencicip teh sangan, kopi tubruk, dan wedang gones dari air nira.
Gapura Desa Wisata Sodong Batang menyambut pengunjung yang hendak berkunjung ke sana atau pun sekadar lewat saja. Lokasi gapura ini lumayan jauh dari gerumbul desanya, atau setidaknya begitulah catatan di ingatan saya yang sudah mulai pendek dan tak bisa diandalkan ini.
Kami menempuh perjalanan hingga sejauh 16,3 km dari Makam Sunan Bonang arah ke Utara cukup jauh lalu belok ke Barat. Jika dari Alun-Alun Batang maka jaraknya 16,5 km arah ke Selatan.
Jarak sejauh itu belum lagi sampai ke Desa Wisata Sodong Batang, namun baru di sebuah pertigaan sekitar 100 meter dari jembatan yang melintang di atas Sungai Kupang. Hilir sungai ini pula yang kami lewati saat berkunjung ke Museum Batik Pekalongan, dan lalu ke Pohon Beringin Trembesi yang lokasinya persis di pinggir bantaran sungai.
Pemandangan pada jalan ke kiri dari pertigaan menuju ke Desa Wisata Sodong Batang sempat saya foto. Kondisi jalan yang rusak membuat saya urung meneruskan perjalanan ke desa itu, yang jaraknya masih 4,1 km lagi arah ke Selatan. Jika saja saya mengambil jalan ke kanan maka sebenarnya akan sampai juga ke desa itu meski jaraknya menjadi 5,4 km.
Informasi yang simpang siur yang kami peroleh, selain karena hari sudah menjelang senja, membuat akhirnya kami balik badan tidak jadi melihat kebun salak yang ada di Desa Wisata Sodong. Di wilayah desa itu juga sebenarnya ada Curug Sigandul dan Curug Talang yang lumayan tinggi, serta kawasan hutan pinus dan area perkemahan.
Pemandangan dari atas jembatan, beberapa puluh meter sebelum pertigaan juga saya foto. Desa Wisata Sodong Batang masuk ke wilayah Kecamatan Wonotunggal, dan berada di ketinggian 625 mdpl. Di Selatan desa ini berbatasan dengan Desa Silurah, di Utara berbatasan dengan Desa Gringgingsari, di Timur dengan Desa Wonodadi Kecamatan Bandar, dan di Barat dengan Desa Sengare yang sudah masuk ke wilayah Kabupaten Pekalongan.
Salak Sodong adalah salak pondoh lumut, sama dengan yang di Seleman. Sebuah situsweb menyebut bahwa penduduk juga menanam padi dan sayuran, cengkeh, kapulaga, kopi, pohon sengon, saman, dan mahoni. Ada pula pengrajin anyaman bambu, mebel, ukir, gerabah, serta oleh-oleh seperti abon jantung pisang, kue, kripik pisang, teh sangan, dan pisang gebyar.
Melihat anak-anak sedang mandi bertelanjang bulat di air Sungai Kupang di dekat jembatan sudah cukup menghibur kami. Air sungai yang cukup melimpah dan dalam membuat mereka bisa melakukan atraksi terjun bebas dari tebing sungai yang ada di sebelah kanan. Tebing itu ada di bawah pondasi beton bekas jembatan lama yang sudah runtuh.
Cukup lama saya berhenti di jembatan melihat tingkah polah anak-anak yang masih berjiwa bebas itu, seraya menebar pandangan menyusuri aliran sungai serta sawah ladang yang ada di tepiannya. Pemandangan pedesaan selalu menarik perhatian dan menenangkan. Waktu seperti berjalan lambat, dan tak ada yang mengejar atau dikejar.