Masjid Ummil Qura Agam adalah sebuah masjid tua unik antik yang berada di pinggir Danau Maninjau, tepatnya di Desa Bancah Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat. Adalah karena keunikan bangunan Masjid Ummil Qura ini yang membuat saya tertarik, dan memutuskan turun dari kendaraan untuk melihat masjid dari jarak lebih dekat.
Bagian dasar Masjid Ummil Qura berbentuk segi empat, dengan lubang-lubang lengkung diantara pilar di sepanjang sisi dindingnya. Atapnya persegi bersusun empat mengerucut ke atas, dengan dua tingkat atap kecil berbentuk seperti payung di atasnya, serta bulatan-bulatan tusuk sate di pucuknya dengan lambang bulan sabit di pucuk paling atas.
Kolam-kolam yang lazim dijumpai di masjid-masjid jaman dulu juga terlihat di sekitar Masjid Ummil Qura ini. Kolam-kolam ini, sebelum listrik masuk ke desa, biasanya dijadikan tempat berwudlu oleh para santri dan jamaah masjid, selain sebagai tempat untuk memelihara ikan bagi kyai yang memilikinya.
Tampak depan Masjid Ummil Qura dengan menara beratap susun tumpang unik dan puncak berupa kubah berujung kerucut di atasnya, dengan posisi persis berada di tengah bangunan masjid, membelahnya secara simetris dengan sempurna.
Meski ornamen pada dinding menara sederhana saja, namun mungkin akan terlihat jauh lebih cantik dan anggun jika saja diwarnai ulang dengan kombinasi serasi yang bercita rasa antik. Begitu pula mungkin perlu dipertimbangkan mengganti atap sengnya agar terlihat lebih menarik.
Pandangan pada bagian dalam Masjid Ummil Qura, yang atapnya disangga oleh sembilan buah pilar, dengan satu pilar berada di tengah-tengah ruangan menyangga atap. Langit-langit Masjid Ummil Qura ini terbuat dari susunan bilah papan yang ditata rapi dan rapat, tanpa menyisakan lubang hawa.
Sebuah jam besar tampak berdiri di bagian mihrab, dengan petikan ayat dalam huruf Arab pada dinding di atasnya. Mimbar khotbah dengan ornamen berbentuk bulatan-bulatan dan lambang sebuah bintang sabit, berada di tengah depan mihrab. Hari itu adalah Jumat, sehingga Masjid Ummil Qura dipadati oleh jamaah yang akan melaksanakan sholat Jumat.
Saya sempat berpikir bahwa bedug hanya ditemukan di masjid-masjid di Jawa, karena pengaruh kedatanganan Laksamana Cheng Ho, namun ternyata saya juga menjumpai sebuah bedug di Masjid Ummil Qura ini, dengan bentuk yang bulat memanjang, berbeda dengan bentuk bedug yang umumnya saya lihat di daerah Jawa.
Menyerap kebudayaan dalam kehidupan beragama atau, dari sudut pandang sebaliknya, menyerap inti ajaran agama ke dalam luhur budaya setempat, menjadikan penganutnya tak mesti kehilangan akar pijak dan jati diri sebagai sebuah suku bangsa, dan pada saat yang sama esensi tujuan dalam beragama dapat tercapai.
Pandangan pada lorong yang berada di samping kanan Masjid Ummil Qura. Sedangkan di lorong sisi sebelah kiri Masjid Ummil Qura yang bentuknya persis sama tampak ada sebuah keranda teronggok di dekat tembok.
Masing-masing bagian ruangan samping ini seperti berdiri sendiri, dengan daya tarik dan keindahannya masing-masing. Keramik dengan ornamen warna tua bergaya klasik, dinding dengan garis-garis dan kombinasi warnanya yang sejuk lunak, serta langit ruangan yang menggunakan kayu plitur penuh.
Masjid Ummil Qura dilihat dari samping, memperlihatkan atapnya yang berbeda dengan atap tajug tradisional yang umumnya ditemukan pada masjid-masjid di Jawa pada jaman dahulu. Tajug adalah atap berbentuk limas bujur sangkar atau piramidal, dengan dasar persegi empat sama-sisi dan satu puncak. Perbedaannya adalah pada bentuk puncak atap masjid ini yang menyerupai payung.
Sudut pandang ini juga memperlihatkan jarak masjid yang begitu dekat dengan tepian Danau Maninjau, seperti terlihat di latar belakang. Tak jelas apakah dengan yang jarak demikian pendek itu pernah meluapkan air danau ke pelataran masjid saat musim penghujan tiba.
Papan nama yang dipasang di dasar menara bertingkat yang berada tepat di depan Masjid Ummil Qura itu menyebutkan bahwa Masjid Ummil Qura di Bancah Maninjau telah berdiri sejak tahun 1907. Melihat usianya yang cukup tua, maka sepertinya faktor kedekatan jaraknya dengan tepian danau tak membawa masalah yang berarti. Hanya saja masjid ini mungkin telah mengalami renovasi beberapa kali hingga memiliki bentuk seperti sekarang ini.
Bagikan ke: Bagian dasar Masjid Ummil Qura berbentuk segi empat, dengan lubang-lubang lengkung diantara pilar di sepanjang sisi dindingnya. Atapnya persegi bersusun empat mengerucut ke atas, dengan dua tingkat atap kecil berbentuk seperti payung di atasnya, serta bulatan-bulatan tusuk sate di pucuknya dengan lambang bulan sabit di pucuk paling atas.
Kolam-kolam yang lazim dijumpai di masjid-masjid jaman dulu juga terlihat di sekitar Masjid Ummil Qura ini. Kolam-kolam ini, sebelum listrik masuk ke desa, biasanya dijadikan tempat berwudlu oleh para santri dan jamaah masjid, selain sebagai tempat untuk memelihara ikan bagi kyai yang memilikinya.
Tampak depan Masjid Ummil Qura dengan menara beratap susun tumpang unik dan puncak berupa kubah berujung kerucut di atasnya, dengan posisi persis berada di tengah bangunan masjid, membelahnya secara simetris dengan sempurna.
Meski ornamen pada dinding menara sederhana saja, namun mungkin akan terlihat jauh lebih cantik dan anggun jika saja diwarnai ulang dengan kombinasi serasi yang bercita rasa antik. Begitu pula mungkin perlu dipertimbangkan mengganti atap sengnya agar terlihat lebih menarik.
Pandangan pada bagian dalam Masjid Ummil Qura, yang atapnya disangga oleh sembilan buah pilar, dengan satu pilar berada di tengah-tengah ruangan menyangga atap. Langit-langit Masjid Ummil Qura ini terbuat dari susunan bilah papan yang ditata rapi dan rapat, tanpa menyisakan lubang hawa.
Sebuah jam besar tampak berdiri di bagian mihrab, dengan petikan ayat dalam huruf Arab pada dinding di atasnya. Mimbar khotbah dengan ornamen berbentuk bulatan-bulatan dan lambang sebuah bintang sabit, berada di tengah depan mihrab. Hari itu adalah Jumat, sehingga Masjid Ummil Qura dipadati oleh jamaah yang akan melaksanakan sholat Jumat.
Saya sempat berpikir bahwa bedug hanya ditemukan di masjid-masjid di Jawa, karena pengaruh kedatanganan Laksamana Cheng Ho, namun ternyata saya juga menjumpai sebuah bedug di Masjid Ummil Qura ini, dengan bentuk yang bulat memanjang, berbeda dengan bentuk bedug yang umumnya saya lihat di daerah Jawa.
Menyerap kebudayaan dalam kehidupan beragama atau, dari sudut pandang sebaliknya, menyerap inti ajaran agama ke dalam luhur budaya setempat, menjadikan penganutnya tak mesti kehilangan akar pijak dan jati diri sebagai sebuah suku bangsa, dan pada saat yang sama esensi tujuan dalam beragama dapat tercapai.
Pandangan pada lorong yang berada di samping kanan Masjid Ummil Qura. Sedangkan di lorong sisi sebelah kiri Masjid Ummil Qura yang bentuknya persis sama tampak ada sebuah keranda teronggok di dekat tembok.
Masing-masing bagian ruangan samping ini seperti berdiri sendiri, dengan daya tarik dan keindahannya masing-masing. Keramik dengan ornamen warna tua bergaya klasik, dinding dengan garis-garis dan kombinasi warnanya yang sejuk lunak, serta langit ruangan yang menggunakan kayu plitur penuh.
Masjid Ummil Qura dilihat dari samping, memperlihatkan atapnya yang berbeda dengan atap tajug tradisional yang umumnya ditemukan pada masjid-masjid di Jawa pada jaman dahulu. Tajug adalah atap berbentuk limas bujur sangkar atau piramidal, dengan dasar persegi empat sama-sisi dan satu puncak. Perbedaannya adalah pada bentuk puncak atap masjid ini yang menyerupai payung.
Sudut pandang ini juga memperlihatkan jarak masjid yang begitu dekat dengan tepian Danau Maninjau, seperti terlihat di latar belakang. Tak jelas apakah dengan yang jarak demikian pendek itu pernah meluapkan air danau ke pelataran masjid saat musim penghujan tiba.
Papan nama yang dipasang di dasar menara bertingkat yang berada tepat di depan Masjid Ummil Qura itu menyebutkan bahwa Masjid Ummil Qura di Bancah Maninjau telah berdiri sejak tahun 1907. Melihat usianya yang cukup tua, maka sepertinya faktor kedekatan jaraknya dengan tepian danau tak membawa masalah yang berarti. Hanya saja masjid ini mungkin telah mengalami renovasi beberapa kali hingga memiliki bentuk seperti sekarang ini.
Masjid Ummil Qura
Bancah Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat. GPS: -0.32513, 100.22492, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Agam, Hotel di Matur, Hotel di Tanjung Raya.Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!Kembali ke atas ↑