Foto Monumen Nasional

Sepertinya Tugu Monumen Nasional tak pernah kehilangan daya tarik, buktinya berbondong orang masih saja menyemut seperti kena sihir emasnya. Banyak yang baru datang, banyak pula yang meninggalkan lokasi lantaran sudah datang sejak pagi. Bersepeda, jogging, atau kegiatan olah raga berkelompok lainnya juga biasa dilakukan di sana.



Saat itu antrian pengunjung terlihat menaga, karena besar dan panjangnya, di bawah cawan Tugu Monumen Nasional untuk masuk ke dalam lift yang akan membawa ke dek pandang di puncak tugu. Kami sempat mengantri selama beberapa menit, sebelum memutuskan untuk pergi karena lambatnya laju antrian. Jika ingin naik memang harus datang pagi-pagi, dan jangan mampir kemana-mana dulu. Di dalam cawan Monumen Nasional terdapat ruang berbentuk amphitheater yang disebut Ruang Kemerdekaan.



Jalur pejalan kaki menuju cawan Tugu Monumen Nasional sesaat setelah keluar dari lorong bawah tanah yang terlihat di sisi sebelah kiri pada foto. Awal lorongnya berada di seberang jalan di dekat tenda orange yang terlihat sebagian di sisi kanan foto. Di dekat tenda itu ada Patung Pangeran Diponegoro terbuat dari perunggu seberat 8 ton yang dibuat pemahat Italia bernama Coberlato, disumbangkan oleh Konsul Jendral Honores, Dr Mario Bross.



Relief Sejarah Indonesia mengelilingi halaman pelataran Tugu Monumen Nasional Jakarta, dari jaman kerajaan Nusantara hingga era kemerdekaan. Ada Kerajaan Singasari yang dibuat Ken Arok pada tahun 1222, dan Kerajaan Majapahit dengan patung Maha Patih Gajah Mada.



Tugu Monumen Nasional dari jarak dekat dengan bokor beton besar berhias relief Garuda Wisnu. Fondasi Tugu Monas selesai bulan Maret 1962. Dinding museum selesai Oktober, dan tugu Lingga selesai pada Agustus 1963. Konsep Lingga Yoni gagasan Presiden Soekarno ini lebih membumi ketimbang gagasan Monumen Simpang Lima Gumul. Tugu Monas juga lambang Alu - Lesung.



Salah satu dari empat jalan lebar yang menuju ke arah Tugu Monumen Nasional yang disebut Jalan Silang Monas Tenggara. Di sebelah kanan jalan ini adalah Stasiun Gambir.



Jika sekarang dilihat dengan citra satelit, di tengah Jalan Silang Monas Tenggara ini ada median yang ditanami dengan rumput, dan demikian pula dengan jalan silang Monas di tiga pojok lainnya. Lebar jalan ini tak kurang dari 50 meter.



Meski agak sedikit kasar, namun Jalan Silang Monas ini masih cukup nyaman dan aman bagi anak-anak untuk bermain sepeda atao skuter.



Ini adalah jalan dengan paving blok yang berada di sekeliling Tugu Monas dan disebut sebagai Jalan Lingkar Monas. Sisi tenggara ini tak begitu ramai dibandingkan dengan Jalan Silang Monas Barat Daya, oleh sebab banyak pengunjuk yang parkir kendaraan di Lapangan Parkir IRTI dan berjalan masuk ke Tugu Monas lewat jalan itu.



Tugu Monumen Nasional yang menjulang tinggi dengan cawan besar di bawahnya, mengambil konsep Lingga Yoni, meski tak mirip bentuknya.



Bokor beton berukuran besar dengan hiasan Garuda dan suluran dedaunan berwarna keemasan yang indah. Sayang, ada sangat banyak relief Garuda elok itu yang kepalanya sudah hilang, yang saya kira dipotek oleh orang yang tak bernalar dan tak berbudi.



Prasasti peresmian Taman Ruang Agung Medan Merdeka, tempat dimana bokor-bokor beton elok berada, oleh Gubernur DKI Sutiyoso pada 12 September 2007, dengan dana berasal dari PT Gudang Garam Tbk.



Kereta Wisata Monas dengan tiga gerbong yang kapasitas totalnya 36 orang sekali jalan. Kereta ini disediakan secara gratis bagi pengunjung Monas, dengan rute Jalan Silang Monas Barat Daya dekat area parkir IRTI atau Lenggang Jakarta hingga sampai ke dekat pintu masuk lorong bawah tanah untuk menuju ke Tugu Monas.



Tenda merah itu berada di dekat pintu masuk lorong bawah tanah yang harus dilewati jika pengunjung ingin ke area di sekitar cawan Monas, atau hendak naik ke puncak Monas dengan menggunakan lift. Tampak di latar belakang adalah Patung Pangeran Diponegoro.



Kereta Wisata berhenti di dekat tenda merah itu untuk menurunkan penumpang, dan tenda putih yang tampak hanya sebagian di sebelah kanan adalah tempat dimana pengunjung antri untuk naik kereta wisata Monas yang akan membawa mereka ke area dekat Lenggang Jakarta.



Tengara nama Tugu Monumen Nasional di dekat mulut turunan jalan masuk ke arah lorong bawah tanah, dengan Patung Pangeran Diponegoro di belakangnya.



Sepotong pemandangan di awal lorong bawah tanah dimana pengunjung membeli tiket masuk ke Tugu Monas.



Papan yang berisi harga tiket masuk ke kawasan Tugu Monumen Nasional, untuk umum ke cawan Rp5.000 dan naik ke puncak Monas Rp15.000, Mahasiswa Rp3.000 & Rp8.000, anak-anak/pelajar Rp2.000 & Rp4.000.



Suasana di dalam lorong bawah tanah menuju ke area cawan Tugu Monumen Nasional. Lorong ini diberi pendingin ruangan sehingga cukup menyenangkan bagi pengunjung yang lewat.



Relief dan patung menghiasi tembok di sekeliling pelataran dalam di bawah cawan Tugu Monumen Nasional. Di ujung kanan terlihat patung Gajah Mada dengan keris di tangan mengacung ke atas, saat mengucapkan Sumpah Palapa.



Relief Tugu Monas dengan latar Masjid Istiqlal di belakang sana.



Potongan relief Tugu Monas lainnya yang menggambarkan penggalan sejaran nasional di jaman kerajaan.



Relief-relief itu dikerjakan dengan sangat baik, terlihat cantik dan hidup dengan detail indah. Hanya saja orang harus menduga-duga cerita yang dicoba digambarkannya.



Jika tak salah, lambang di sebelah kiri adalah Surya Majapahit, dan relief ini tampaknya mencoba menggambarkan sejarah di masa kerajaan yang dibangun oleh Raden Wijaya itu.



Pemandangan dari area di samping cawan Monumen Nasional yang letaknya memang lebih tinggi dari Jalan Silang Monas dan Taman Medan Merdeka.



Pemandangan lainnya dari area di bawah cawan Tugu Monumen Nasional. Jika malas mengantri untuk naik lift ke puncak Monas, berada di sekitar cawan Monas juga sudah cukup menyenangkan.



Sudut pandang lainnya pada pelataran bawah cawan Tugu Monas. Jika matahari tak sedang terik sinarnya, cukup menyenangkan untuk berkeliling melihat relif dan patung-patung yang indah, sambil mencoba berimajinasi tentang kisah sejarahnya.



Ujung sebelah kiri tengah adalah area dimana pengunjung baru saja keluar dari lorong bawah tanah. Di ujung sana dimana terdapat tenda merah dua buah adalah jalan masuk ke dalam lorong bawah tanag. Dua tenda putih adalah tempat antrian Kereta Wisata Monas.



Mungkin memang di sengaja bahwa di depan tembok relief ada cekungan cukup dalam yang menampung genangan air. Barangkali itu adalah simbol bahwa air dan air laut, yang merupakan penghubung kepulauan Nusantara.



Berfoto dengan latar relief sejarah perjalanan bangsa yang elok.



Relief yang sepertinya menggambarkan keadaan masyarakat di jaman penjajahan.



Seorang tuan di atas tandu, dengan topi dan sepatu, sementara pengusungnya mengenakan ikat kepala, bertelanjang dada, dan mungkin tak memakai alas kaki.



Sebelah kiri atas mungkin pembagunan rel kereta api, dan kanan atas telrihat lori yang membawa hasil tambang, mungkin batubara.



Relief yang menggambarkan pembangunan rel kereta api di jaman penjajahan.



Relief berikutnya di area bawah cawan Tugu Monas.



Penggambaran kondisi rakyat di jaman penjajahan Jepang.



Relief ketika sejumlah pekerja mencoba menggerakkan tuas pompa air raksasa.



Melihat senjata yang dipegang orang di bagian belakang, yaitu rencong, mungkin itu menggambarkan sosok Teuku Umar, sementara ada sosok orang Belanda di bagian depannya.



Logo VOC yang tengah diberdirikan oleh sejumlah orang, menandai era penjajahan oleh orang Belanda di wilayah Nusantara.



Tentara dan pertempuran, menandai era perjuangan semasa revolusi kemerdekaan dalam melawan penjajah.




Sebuah relief yang bagus, namun sulit memahami peristiwa apa yang hendak digambarkan.



Jika saja ada judul pada setiap blok relief suah akan sangat membantu pengunjung dalam mencoba memahami peristiwa sejarah yang hendak digambarkan. Segmen ini sepertinya di masa sebelum kemerdekaan.



Penggambaran tentang Pangeran Diponegoro yang tengah mengendarai kuda, menandai episode perang Jawa pada kurun waktu 1825-1830. Siapa pun yang membuat relief ini sangatlah patut dipuji kepiawaiannya.



Yang berdiri di sebelah kanan tentulah Ki Hajar Dewantara, namun tak jelas sedang berbicara dengan siapa, dam relief pada tembok tentulah Kartini.



Sebelah kiri tampaknya adalah Pahlawan Nasional Pattimura, sayang pedangnya telah patah. Memang ada banyak bagian patung dan relief yang telah rusak dimakan waktu dan telah memerlukan perbaikan. Di sebelah kanan mungkin adalah Pahlawan Aceh Cut Nyak Dien.



Pandangan dari samping tembok relief ke arah cawan Tugu Monumen Nasional dengan undakan yang menghubungkan keduanya.



Fragmen relief lainnya, dengan sebuah pesawat terbang jenis capung melayang di angkasa, menandai era di masa perang Pasifik dan perang Kemerdekaan.



Deret patung dengan pakaian dari berbagai daerah, mungkin melambangkan peristiwa bersejarah berlangsungnya Sumpah Pemuda.



Peristiwa pengibaran bendera, salah satu yang bersejarah adalah di Hotel Majapahit, dan di sebelah kiri ada orang bule dan orang Indonesia berjabat tangan, disaksikan seorang bule lainnya, mungkin menggambarkan Perundingan Linggarjati.



Patung para pejuang dan burung Garuda berukuran besar tengah mengembangkan sayapnya, dan di ujung sana adalah patung Soekarno - Hatta.




Patung Soekarno - Hatta dengan deretan patung serta relief yang melambangkan era revolusi kemerdekaan RI.



Jika saja dulu kolamnya diisi ikan lele mungkin sekarang sudah sangat besar, mengingatkan saya pada ikan lele di Lokawisata Baturraden.



Seorang petugas kebersihan tampak tengah bekerja di area di sekitar bokor beton raksasa yang dihiasi patung Garuda elok.



Pandangan lebih dekat pada patung Garuda berwarna keemasan yang sangat elok itu. Perhatikan bahwa patung garuda di sebelah kanan kepalanya sudah hilang, demikian pula dengan dua patung garuda di sebelah belakang sana. Sayang sekali.



Pinggiran kolam yang kering membuat anak-anak bisa duduk dan mendekati relief dan patung sejarah perjuangan bangsa.



Meski tidak jernih, namun genangan air di bawah patung itu tidak terlihat kotor. Hanya saja lumut telah tumbuh di dasar parit kolamnya.



Petani dengan padi di tangannya, ada pula hasil bumi yang dibawa di atas kepala, menandai era pertanian dan pembangunan nasional.



Rumah ibadah dan para agamawan, memperlihatkan rakyat Indonesia yang religius, serta pentingnya dibangun kerukunan antar umat beragama dengan saling melindungi dan saling menghormati.



Sudut pandang yang berbeda pada patung para agamawan serta rumah ibadah bagi umat agama dengan jumlah penganut besar di Indonesia.



Budaya dan pembangunan yang harus berjalan seiring yang memperkuat satu dengan yang lainnya. Tradisi melompat batu di Nias atau fahombo batu pada mulanya dilakukan para pemuda untuk menunjukan bahwa mereka sudah dewasa dan matang secara fisik.




Ada nelayan dengan jaring penuh berisi ikan, rumah Toraja, penari dengan kipasnya, sepasang ondel-ondel Betawi di pojok sana, dan sejumlah patung serta relief lainnya, serta pengunjung dengan ponselnya.



Kesenian Reog Ponorogo juga ditampilkan pada dinding relief sejarah perjalanan bangsa di area Tugu Monas ini.



Di sebelah deretan orang yang tengah duduk di atas bangku panjang itu saya kira adalah lambang perusahaan rokok Gudang Garam, mungkin penyumbang dana bagi pembuatan patung dan relief ini.



Sebuah kock berukuran besar, melambangkan kejayaan bulutangkis di Indonesia di kancah dunia. Meski tak selalu menjadi juara, namun Indonesia selalu memiliki pemain yang disegani di banyak pertandingan internasional.



Sejumlah patung orang, mungkin pahlawan nasional, relief sepasang pandu, dan burung serta stawa khas nusantara, seperti komodo dan orang utan.



Air yang cetek membuat anak-anak bisa berfoto dengan duduk di atas punggung komodo. Di sebelah kiri tampaknya adalah bunga bangkai.



Di sebelah kanan tampak relief sejumlah peralatan tempur seperti tank, kendaraan lapis baja dan pesawat tempur, serta patung petinggi militer. Sebuah patung kepala singa barong, atau Kala, tampak di kanan atas.



Pandangan pada puncak Tugu Monumen Nasional dengan lidah api yang dilapis emas. Dek pandang tampak berada di bawahnya.



Foto dokumentasi pada bagian cawan Tugu Monumen Nasional, sebelum renovasi yang terakhir kalinya dilakukan di sekeliling taman di bawahnya.



Pandangan yang lebih dekat pada bagian puncak Tugu Monumen Nasional. Seingat saya baru sekali pernah naik ke dek pandang di atas sana itu.



Pandangan penuh pada Tugu Monumen Nasional dari area di bawahnya. Sebuha cupu tampak di latar depan bawah.



Sudut pandang lainnya pada patung dan relief dari jaman Kerajaan Majapahit, dengan relief pura dan gunungan di sebelah kanan.



Pandangan lainnya pada patung dan relief di sekeliling area cawan Tugu Monumen Nasional, yang tampaknya merupakan bagian dari Museum Sejarah Nasional Indonesia, yang lokasinya tepat berada di bawah cawan Tugu Monas.



©2021 Ikuti