Foto Museum Wayang Jakarta

Prasasti yang menandai kubur Jan Pieterszoon Coen, penakluk Batavia pada 1619, yang bisa dijumpai di lantai dasar, beberapa meter dari pintu masuk Museum Wayang Jakarta. Kondisi museum saat saya berkunjung beberapa bulan lalu sudah jauh lebih baik ketimbang ketika pertama kali saya datang, menjadikannya museum yang mengesankan bahkan bagi pengunjung luar negeri sekalipun.



Saat itu beberapa remaja tampak tengah duduk di depan tengara kubur berukuran besar yang menempel pada dinding Museum Wayang Jakarta. Tengara kubur di sebelah mereka adalah milik Maraia Garan, sedangkan yang ditengah adalah milik Cornelis Ceser yang meninggal pada 1657, dan di sebelahnya lagi yang reliefnya sudah rusak sehingga ditulis dengan cat adalah tengara kubur Maria Lievens.



Lorong di Museum Wayang Jakarta yang tsmpsk lebih berkelas, jauh lebih baik dibanding ketika saya datang ke sana sebelumnya. Penempatan koleksi wayang dan pengaturan cahaya sudah berselera lumayan tinggi. Lantainya parket atau bilah kayu, dan pemakaian akrilik memberi kesan keren.



Wayang Kulit Tejokusuman Pandawa dari kulit dan tanduk kerbau di Museum Wayang Jakarta, dibuat pada tahun 1946. Wayang kulit Tejokusuman biasanya berwarna krem, dan pembuatannya dilakukan pada bulan dan hari yang tertentu mengikuti hitungan dalam tradisi Jawa.



Boneka Sigale-gale dari Sumatera Utara ini dimainkan dalam upacara kematian bagi seseorang yang meninggal dalam usia muda tanpa memiliki keturunan., dan ada pula Gundala-gundala yang juga berasal dari daerah Sumatera Utara yang biasa dimainkan dalam upacara untuk mendatangkan hujan di musim kemarau berkepanjangan. Ritual ini dimaksudkan agar arwah mendiang bisa mudah naik ke Surga. Boneka ini merupakan sumbangan Gubernur Sumatera Utara Marah Halim Harahap pada tahun 1975.



Bima dalam versi Wayang Golek Sunda. Dalam cerita pewayangan, Bima mempunyai pakaian kebesaran berupa Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga, juga Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem. Selain pintar memainkan gada, Bima juga mempunyai senjata andalan berupa kuku Pancanaka.



Jejeran wayang golek yang menggambarkan penggalan kisah Ramayana dalam adegan di Negara Ayodya dimana Prabu Dasarata menerima kedatangan Rama, anaknya dari Dewi Kosalya, yang sudah memboyong Dewi Sinta. Di saat itu Dewi Kekayi, isteri keduanya yang melahirkan Sang Bharata, menagih janji Prabu Dasarata bahwa kelak anakanya akan dijadikan raja di Ayodya. Rama akhirnya terusir bersama Sinta dan Lesmana, anak Dasarata dari isteri ketiga yang bernama Sumitra.



Kumbakarna dalam versi wayang golek Bogor yang berukuran besar dan digunakan sebagai pajangan. Kumbakarna merupakan saudara kandung Wibisana, Surpanaka, dan Rahwana, raja Alengka. Meskipun ia seorang raksasa dengan wajah mengerikan, namun Kumbakarna memiliki sifat perwira dan sering meluruskan perbuatan Rahwana yang keliru.



Pemandangan pada lorong pamer yang di dalam Museum Wayang Jakarta. Lantai tegel yang tua tampaknya tetap dipertahankan sebagaimana aslinya. Lemari-lemari pamer dengan kaca lebar tampak cukup bagus, meski akan terlihat lebih elegan jika kayunya diplitur.



Anak-anak sekolah terlihat duduk-duduk di depan prasasti kubur berukuran besar. Yang paling kiri adalah kepunyaan Gustaaff Willem Baron van Imhoff yang menjadi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda pada periode 1743 – 1750. Pada masanya Pangeran Mangkubumi memberontak melawan PB II yang berujung pada pecahnya Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.



Ada sejumlah nama lain yang disebut dalam prasasti di sebelah kiri dan kanan prasasti kubur Pieterszoon Coen. Yang terbaca diantaranya adalah tulisan Carel Reyniersz 1653, Cornelis Jansz Speelman 1684, Willem van Outhoorn 1720, dan Dirk van Cloon 1735.



Boneka Si Manis Jembatan Ancol. Ada yang menyebut nama asli Si Manis adalah Mariyam, Siti Ariah, atau Halimah. Ia seorang gadis manis yang mati diperkosa di sekitaran Jembatan Ancol dan arwahnya bergentayangan di sana. Seorang pelukis di Ancol dikabarkan telah melukis wanita yang dipercayai sebagai Si Manis pada 1995. Ada sejumlah kisah misteri lainnya yang dikaitkan dengan sosok Si Manis.



Seorang pengunjung tengah mengamati Wayang Golek Bandung yang indah di dalam Ruang Masterpiece. Wayang Tejokusuman pada foto sebelumnya juga di simpan di ruangan ini, yang tampaknya dimaksudkan untuk menampilkan karya terbaik dari para seniman perwayangan. Wayang Golek Bandung itu merupakan karya Anang Permana dari Bandung. Ia adalah pensiunan Guru Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Bandung. Wayang golek yang menggambarkan Raksasa Harimba dan Hanoman itu dihibahkan ke Museum Wayang pada 2012.



Suasana di Ruang Masterpiece dengan Wayang Tejokusuman ada di lemari pajang paling kiri. Pada lemari pajang paling kanan menggambarkan tokoh wayang dalam Pandawa Lima. Sedangkan yang di tengah adalah Petruk, Gareng, Semar, Gatotkaca dan Kresna.



Boneka Betawi itu tingginya mencapai 2,5 meter dengan garis tengah 80 cm, dibuat dari bahan bambu yang dipikul dari dalam. Ondel-ondel laki-laki wajahnya biasanya dicat merah namun ada juga yang dicat kuning, dan yang perempuan warna dicat putih.



Sebuah lorong di Museum Wayang Jakarta yang terlihat telah ditata dengan apik serta berpendingin ruangan yang cukup memadai. Seorang wanita dengan teman prianya tengah mengamati penjelasan pada papan pamer Werkudara dan sebuah gunungan.



Pada dinding terdapat kotak-kotak yang merupakan penjelasan secara rinci tentang silsilah Wayang Purwa. Dimulai dari Hyang Nurcahya berputra Hyang Nurrasa berputra Hyang Darmajaka dan Hyang Wenang. Hyang Wenang berputra Hyang Tunggal dan Hyang Dewijati. Hyang Tunggal menurunkan Batara Ismaya dan Batara Guru, dan seterusnya. Namun rupanya ada banyak versi tentang silsilah wayang Purwa yang menarik untuk dikaji.



Penataan ruangan di Museum Wayang Jakarta ini memang sudah sangat baik. Bukan hanya penempatan koleksi, pencahayaan yang menerangi koleksi, namun bagian atas ruangan juga tak lupa diperhatikan. Suhu ruangan yang dingin juga membuat orang betah untuk melihat satu per satu koleksi yang ada.



Sebuah wayang kulit berukuran raksasa dipajang di belakang seperangkat alat musik gamelan seperti, gender, saron, bonang, kendang dan gong.



Wayang Golek Canton Tiongkok yang dibuat pada 2001 oleh Tizar Purbaya meniru koleksi Masrsekal Madya TNI H. Budiarjo. Aslinya pernah dititipkan di Museum Wayang, namun sekarang berada di Museum Budiarjo di Tingal, Magelang. Usia wayang golek yang asli diperkirakan lebih dari 350 tahun yang sebelumnya pernah dimiliki oleh keluarga Lie Sea dari Semarang.



Masih merupakan bagian dari Wayang Golek Canton yang disimpan pada sisi kotak kaca yang bersebelahan dengan kotak kaca sebelumnya. Selain warna dan ornamen pakaian yang berwarna-warni, semua boneka ini memakai tutup kepala dengan hiasan yang beragam.



Wayang Poo The Hie ini berasal dari daratan Tiongkok, dan sudah dikenal sejak jaman Dinasti Siong Theng sekitar 3000 tahun lalu. Kata Poo berarti kain, The (Tay) kantong, dan Hie wayang. Sedangkan boneka kayu telah dikenal di daratan Tiongkok sejak jaman Dinasti Song (960 - 1278). Wayang Poo The Hie pertama kali masuk ke Indonesia lewat Kota Semarang pada 1883.



Lorong sempit namun tinggi ini menuju ke pintu keluar dimana di dekatnya terdapat toko suvenir serta ruang untuk pertunjukan wayang. Di sisi kanan lorong ini juga disimpan sejumlah koleksi wayang berbagai jenis.



Sejumlah lukisan berukuran besar terkait dunia perwayangan dipajang di dinding sebelah kanan di lorong keluar ini, dan di ujungnya terdapat sepasang ondel-ondel atau boneka Betawi yang berukuran besar. Di sebelah kiri ada pintu masuk ke ruangan yang biasa digunakan untuk pementasan wayang.



Toko suvenir itu lokasinya sangat strategis dan akan menarik siapa pun yang lewat untuk mendekat, entah hanya sekadar melihat-lihat atau memang ingin membeli untuk dijadikan kenangan atau oleh-oleh. Di area inilah terdapat ruang bagi pertunjukan wayang yang jadwalnya bisa dilihat pada dinding.



Seorang penjaga toko suvenir tengah menjelaskan filosofi wayang kepada sepasang turis asing dengan menggunakan bahasa Inggris yang fasih. Selain wayang kulit dan boneka, ada pula gantungan kunci, kaos, dan buku-buku pewayangan.



Sebuah koleksi lukisan Museum Wayang Jakarta yang menggambarkan sosok kera berbulu putih Hanoman, dengan satu kera lagi yang bulunya berwarna kemerahan. Hanoman berperan besar dalam operasi pembebasan Sinta dari kungkungan Rahwana di Alengka.



Lukisan wayang beber yang bercerita tentang kisah Joko Kembang Kuning (Panji Asmoro Bangun) dengan Dewi Sekartaji. Wayang beber pertama ali dibuat pada 1283 di era Kerajaan Majapahit. Salah satu Wayang Beber tertua ada di Donorojo, Pacitan.



Di sebelah kiri adalah prasasti kubur Gustaaff Willem Baron van Imhoff, lalu di tengah merupakan prasasti kubur Abraham Patras Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke 24 yang memerintah antara tahun 1735 – 1737, dan di sebelah kanan prasasti kubur Elisabet van Heyningen.



Sejumlah koleksi topeng dengan beragam warna dan ekspresi. Foto ini diambil sebelum renovasi yang terakhir dilakukan, sehingga penempatannya sekarang sudah berubah.



Koleksi Wayang Boneka Punch Judy dari Inggris yang dibuat pada tahun 1971 oleh Raden Bagelen. Ekspresi boneka ini cukup menyeramkan, apalagi dengan adanya sosok tengkorak, meskipun ada juga badutnya.



Boneka Rusia yang digerakkan dengan tali untuk membuat mereka bisa bergerak dengan hidup ketika dimainkan. Pada boneka ini ada juga badutnya, serta seorang koki.



Koleksi Boneka atau Wayang Guignol yang berasal dari Perancis. Tak diketahui siapa pembuatnya, namun boneka ini dibuat dari bahan kayu.



Wayang golek dari India dengan karakter yang khas, terutama pada orang yang meniup seruling yang membuat ular kobra bisa menari di depannya. Pada wanitanya juga memakai titik merah pada keningnynya.



Gundala-gundala yang juga berasal dari daerah Sumatera Utara yang biasa dimainkan dalam upacara untuk mendatangkan hujan di musim kemarau berkepanjangan.



Wayang Kulit Purwa Bali merupakan bentuk wayang tertua di Indonesia, mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Wayang Bali biasanya digelar pada hari Raya agama Hindu dan di festival. Setidaknya ada enam jenis Wayang kulit Bali, yaitu Wayang Kulit Purwa, Wayang Kulit Wong Purwa, Wayang Kulit Sapu Legel. Wayang Kulit Lemah, Wayang Kulit Calon Arang, dan Wayang Wong Purwa.



Wayang Kulit Purwa Banjar ini dibuat dari bahan kulit kerbau dan tanduk kerbau. Wayang Banjar diperkirakan berasal dari masa Kesultanan Demak abad ke-16 Masehi, dan dikenal oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan, Tengah, dan Timur. Tangkai wayangnya terbuat dari bambu.



Wayang Kulit Sasak berasal Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dahulu Wayang Sasak digunakan untuk berdakwah agama Islam di pulau Lombok, namun kini dipertunjukkan pada upacara adat. Koleksi wayang kulit Sasak ini dibuat tahun 1925. Cerita wayang Sasak mengisahkan Amir Hamzah (paman Nabi Muhammad SAW) namanya diganti sesuai dengan nama Jawa yaitu Wong Agung Menak Jayengrana.



Ini adalah peletakan koleksi Wayang Golek Canton Tiongkok pada saat sebelum sebelum dilakukannya renovasi meuseum yang terakhir. Posisi bonekanya sekarang terbagi dua pada posisi menyudut 90 derajat.



Wayang Kulit Sumatera ini dibuat oleh para petani Jawa yang dibawa ke Deli oleh Pemerintahan Kolonial Belanda. Wayang ini dibuat oleh dua orang yaitu Mbah Ngadi dan Mbah Suratman pada tahun 1932 dengan bahan dan peralatan yang sederhana.



Sebuah koleksi wayang purwa di Museum Wayang Jakarta yang diantaranya adalah Baladewa, Kresna dan Satyaki. Kresna merupakan satu-satunya sekutu Pandawa yang masih hidup setelah perang Bharatayuda, selain Satyaki.



Wayang Kulit Kidang Kencana dibuat pertama kali oleh Sultan Demak Trenggana. Wayang Kulit Kidang Kencana di Museum Wayang bergaya Surakarta dan dibuat pada 1981. Wayang ini sering dibawakan dalang wanita dan dalang anak-anak karena ukurannya kecil dan lebih ringan dari wayang kulit pada umumnya.



Wayang Golek Lenong Betawi ini dibuat dari kayu karya Tizar Purbaya pada tahun 2001. Wayang Golek Lenong Betawi menggambarkan keadaa masyarakat Betawi pada masa tempo dulu dan pernah dipertontonkan di sejumlah tempat. Selain pengrajin wayang, Tizar Purbaya juga menjadi Dalang Wayang Golek Sunda.



Wayang golek yang berukuran besar itu adalah Gatotkaca, ksatria dari Pringgadani anak Bima, yang sering disebut memiliki otot kawat tulang besi. Dalam perang Bharatayudha, Gatotkaca tewas oleh panah Karna yang bernam Konta.



Wayang Revolusi menggunakan karakter orang-orang Indonesia yang berperan semasa revolusi kemerdekaan RI, dan juga orang-orang Belanda dan Jepang yang ikut berperan pada masa itu. Wayang Revolusi dibuat oleh Raden Mas Sayid di akhir tahun 50-an.



Sebuah lukisan wayang kulit yang dilengkapi dengan keterangan rinci nama-nama setiap bagian dan perhiasan yang dikenakan oleh sang wayang. Bisa dilihat pada lukisan itu begitu kaya nama-nama pernak-pernik untuk memberi bentuk lengkap pada sebuah wayang.



Sebuah prasasti yang memanjang tinggi, berada di dekat pintu masuk lama Museum Wayang.



Pintu masuk Museum Wayang yang masih mempertahankan bentuk bangunan dan ornamen aslinya, diambil sebelum renovasi terakhir dilakukan.



©2021 Ikuti