Foto Museum Seni Rupa

Tengara Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta dengan sebuah pohon beringin rindang teduh di halaman depan Museum Seni Rupa dan Keramik, memberi pemandangan hijau sejuk di jalan masuk ke museum. Sepasang meriam tua dengan moncong garang dipasang di kiri kanan pohon beringin.



Keramik Cina dari abad X s/d XIV di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berasal dari kargo kapal karam di perairan Indonesia yang isinya berhasil diangkat. Keramik tertua yang disimpan di museum berasal dari jaman Dinasti Tang (618 - 969 M) berbentuk guci. Ada pula keramik dari jaman Dinasti Ming (1369 - 1644 M), Qing (1645 - 1912 M), Song (960 - 1279 M), dan Dinasti Yuan (1280 - 1368 M).



Lukisan karya Antonio Blanco berjudul "Dancing in the Cloud" dibuat pada 1991, berukuran 52x36 cm menggunakan cat air di atas kertas. Ini adalah salah satu dari sekian koleksi lukisan berharga yang dipajang di sayap kiri dan kanan Museum Seni Rupa dan Keramik.



Lukisan karya Dullah yang diberi judul "Ibu Menyusui". Dullah dikenal sebagai pelukis realis yang kebanyakan berupa wajah dan kelompok orang. Meski Dullah belajar dari S. Sudjojono dan Affandi, namun corak lukisan mereka selalu berbeda.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta yang disimpan dalam lemari kaca, diantaranya adalah Kamiri (candle nuts), pecahan gading gajah, dan potongan kayu harum cendana.



Sebuah dokumentasi tulisan yang menceritakan tentang sejarah keramik di Indonesia. Ada pula dokumentasi tentang sejarah keramik di Indonesia yang letaknya berdekatan.



Di lemari kaca di ruangan sayap kiri Museum Seni Rupa dan Keramik ada koleksi tanah liat tanpa hiasan, dengan tepian membalik keluar, dasar datar, dan memiliki empat buah pegangan. Ada pula guci dengan kupingan, guci tanpa hiasan, dan guci hiasan lundang-lundang.



Lukisan karya Gung Wayan Cidera berjudul "Wayang Bali" dibuat pada 1999 berukuran 80x70 cm menggunakan cat air di atas kanvas, koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta yang memperlihatkan guci dan beberapa benda lainnya yang diperoleh dari kapal karam di perairan Indonesia yang menjadi bukti adanya jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan para pedagang dari negara asing.



Tangga besi melingkar elok dengan landasan kaki berlubang-lubang sarang lebah yang membawa saya ke lantai dua Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berupa sebuah piring hias besar bermotif bungan dengan warna biru putih yang berasal dari Cina, dibuat di jaman Dinasti Ming.



Lantai dua Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berlantai kayu tebal yang menyimpan koleksi piring-piring keramik kuno dalam lemari-lemari kaca.



Sebuah pajangan keramik yang berasal dari kapal karam, serta narasi yang memberi informasi besarnya nilai peninggalan yang tersimpan di lebih dari tiga juta kapal tenggelam di seluruh dunia.



Di tengah bangunan Museum Seni Rupa dan Keramik terdapat ruang terbuka yang ditanami pohon dan rumput, serta bangku-bangku yang bisa dipakai para pengunjung untuk beristirahat sejenak.



Sebuah patung kayu semi abstrak yang berjudul "Perahu Roh" koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Lukisan karya I Made Sukadana berjudul Barong yang dibuat pada 2001. Pelukis ini lahir di Karangasem Bali pada 1966.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berupa beberapa buah guci kuno berbagai warna yang berukuran cukup besar.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berupa tempayan dengan ornamen sederhana, dan tembikar dengan motif bunga serta dedaunan.



Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta yang diletakkan di sebuah pojok ruangan berupa vas bunga bermotif burung dan ornamen warna-warni serta sebuah patung dalam posisi duduk dan tangan melipat di atas kaki.



Sebuah patung yang menyerupai kuda namun dengan bentuk unik berwarna kehijauan, koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Tampak muka Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta memperlihatkan bangunan bergaya kolonial dengan pilar-pilar besar di bagian depan gedung.



Tampak samping Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta memperlihatkan jendela-jendela tinggi yang dahulu dimaksudkan sebagai akses cahaya dan sirkulasi udara dan sekarang fungsinya telah digantikan oleh lampu listrik dan AC.



Pandangan sisi kanan Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta yang merupakan cermin sempurna dari sisi lainnya. Meskipun area parkir yang disediakan museum ini boleh dikatakan cukup luas, namun akan lebih baik jika berkunjung ke kawasan Kota Tua ini dengan menumpang Bus TransJakarta.



Salah satu dari meriam kuno yang di pajang di halaman depan Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Sebuah poster yang dipasang tak jauh dari gerbang masuk ke Museum Seni Rupa dan Keramik memberi perspektif sejarah. Gedung ini dibangun pada 1870 berdasarkan rancangn WHFH van Raders, dan awalnya menjadi kantor lembaga peradilan tertinggi di jaman Hindia Belanda, Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia. Pada 20 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikannya menjadi Gedung Balai Seni Rupa, dan pada 10 Juni 1977 Gubernur Ali Sadikin meresmikan Museum Keramik di tempat itu. Pada 1990 resmi menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.



Dua buah kereta antik di halaman depan gedung Museum Seni Rupa dan Keramik itu merupakan kereta yang digunakan oleh Jokowi pada saat kirab budaya dari Bunderan HI ke Istana Merdeka setelah ia disumpah sebagai Presiden RI pada 20 Oktober lalu.



Ruang bagian depan yang berisi informasi perjalanan waktu Gedung Raad van Justitie, dari mulai 1865 saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Mjer mengeluarkan keputusan untuk membangun gedung Raad van Justitie atas rekomendasi Raja Willem III, hingga tahun 1990 saat gedung diresmikan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.



Ruangan kedua dengan layar LCD yang memutar film tentang sejarah seni lukis di sisi kiri, dan sejarah keramik di sisi kanan. Poster berukuran besar dalam dua bahasa juga dibuat di kedua dinding yang berdekatan. Hanya saja sejarah seni lukis yang dibuat di museum ini sama sekali tidak menyinggung seni lukis pribumi sebelum masuknya seni lukis modern seiring dengan kedatangan Belanda yang kemudian menjajah negeri ini. Sedangkan keramik sudah dikenal di Indonesia sejak jaman Neolithikum (2500 SM - 1000 SM). Teknologi keramik mulai berkembang dengan berdirinya Laboratorium Keramik di Bandung pada 1922.



Di ruangan ini dipamerkan alat lukis seperti kuas dengan ukuran dan bulu kuas berbeda, yang digunakan sesuai keperluan dan gaya pelukis yang memakainya. Dipamerkan pula cat yang biasa digunakan untuk melukis, terutama cat minyak dan cat akrilik. Selain itu ada pula pengencer cat, palet, pisau palet, standing (easel) dan alat bantu peralatan melukis lainnya.



Kendi tanah liat dengan bentuk bagian atas unik yang merupakan peninggalan seni keramik dari jaman Majapahit.



Patung Perujudan Dewi dengan tinggi 38 cm dan diameter 20 cm, terakota terbuat dari tanah liat dari jaman Majapahit.



Dua buah kendi tanah liat dari jaman Majapahit dengan bentuk yang hampir sama, hanya saja kendi yang di sebelah kanan moncongnya sudah patah.



Tiga buah figurine terakota tanah liat dari jaman Majaphit. Di sebelah kiri adalah figurine kepala wanita dengan tinggi 10 cm diameter 7,5 cm, tengah figurine kepala pria dengan tinggi dan diameter 8 cm, dan sebelah kanan figurine kepala wanita dengan tinggi 11 cm dan diameter 7,5 cm.



Koleksi jaman Majapahit berupa guci, piring, tepat sirih / cepuk bertutup, lonceng genta, dan gelang, yang semuanya terbuat dari bahan perunggu.



Relief wanita terakota tanah liat dari jaman Majapahit berukuran tinggi 20 cm dan diameter 12 cm.



Patung wanita dari jaman Majaphit terbuat dari tanah liat terakota dengan bagian bawah sudah rusak. Pada telinganya menggantung hiasan giwang dalam ukuran besar, dan ada hiasan pada tutup kepalanya.



Lukisan wayang Bali bergaya kamasan yang dibuat pada 2009, pelukisnya anonim, dilukis dengan cat minyak pada kanvas berukuran 150 x 120 cm. Seni lukis wayang kamasan merupakan seni lukis klasik yang lahir di abad ke-17 pada jaman Kerajaan Gelgel dibawah Raja Waturenggong di Kamasan, Klungkung, Bali. Beberapa lukisan dikerjakan oleh beberapa seniman ahli dalam melakukan pendasaran, penebalan, dan pewarnaan, sehingga lukisannya tanpa nama, atau anonim.



Halaman dalam gedung Museum Seni Rupa dan Keramik yang merupakan ruang terbuka dan diberi panel-panel untuk rambatan tanaman vertikal.



Repro lukisan Raden Saleh yang berjudul Johannes van Den Bosch, dibuat pada 1836.



Repro lukisan Raden Saleh yang berjudul "Berburu Rusa", dibuat pada 1846.



Repro lukisan Raden Saleh berjudul "Singa dan Ular", dibuat pada 1839. Raden Saleh Syarif Bustaman lahir tahun 1807 di Desa Terbaya dekat Semarang. Raden Saleh adalah perintis seni lukis modern Indonesia. Pada 1822 ia menjadi pelukis pribumi pertama yang mendapat pendidikan melukis dari AAJ Payen, pelukis keturunan Belgia berkebangsaan Belanda. Setelah berkelana ke Belanda, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya untuk memperdalam ilmunya, Raden Saleh kembali ke Batavia pada 1852 dan terus melukis sampai ia wafat pada 1880. Makam Raden Saleh ada di Bogor.



Lukisan cat minyak pada kaca berjudul "Gunungan Kaligrafi" karya Hardyono berukuran 74 x 60 cm.



Lukisan cat minyak pada kaca karya Sumbar P. Sunu berjudul "Babat alas Martani", berukuran 66 x 97 cm. Lukisan kaca tradisional berkembang sejak abad ke-17 pada masa pemerintahan Panembahan Ratu di Cirebon. Selain tema pewayangan, banyak tema Islam dipakai dalam lukisan kaca.



Lukisan cat minyak pada kaca berjudul "Begawan Ciptaning" karya Rastika yang dibuat pada 2008, berukuran 70 x 120 cm.



Ruang pamer lukisan di Museum Seni Rupa dan Keramik, memajang lukisan tua karya para pelukis senior Indonesia.



Lukisan karya S. Sudjojono berjudul "Istriku", dilukis pada 1956 menggunakan cat minyak pada kanvas berukuran 100 x 80 cm.



Lukisan karya S. Sudjojono berjudul "Pak Karso", dilukis pada 1959 menggunakan cat minyak pada kanvas berukuran 120 x 81 cm. S. Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada 14 Desember 1917. Ia belajar melukis secara otodidak.



Lukisan berjudul "Maka lahirlah Angkatan 66" karya S. Sudjojono, dilukis pada 1966 dengan menggunakan cat minyak pada kanvas berukuran 100 x 85 cm.



Lukisan berjudul "Perahu" karya R.G.A. Sukirno yang dibuat pada 1975 menggunakan cat minyak pada kanvas berukuran 64 x 84 cm.



Lukisan S. Sudjojono berjudul "Ketoprak" yang dibuat pada 1970 memakai cat minyak pada kanvas 78 x 118 cm.



Lukisan S. Sudjojono berjudul "Ada Orkes" yang dibuat pada 1970 memakai cat minyak pada kanvas 80 x 120 cm.



Lukisan berjudul "Rapat Ikada" karya Otto Djaya, dibuat pada 1946 - 1947 memakai cat minyak pada kanvas 120 x 137 cm.



Lukisan karya Lee Man Fong berjudul "Wanita", dibuat tahun 1950 memakai cat minyak pada kanvas 54 x 52 cm.



Lukisan karya Sapto Hudoyo berjudul "Menghadang Konvoi" yang tak diketahui tahun pembuatannya, dilukis memakai cat minyak pada kanvas 135 x 337 cm.



Keramik dari jaman Majaphit berujud nandi dan patung, semuanya dibuat dari tanah liat yang dibakar.



Tiga buah keramik dari Jaman Majapahit berupa celengan berbentuk babi terbuat dari tanah liat yang dibakar. Disebut celengan tampaknya karena bentuk babi / celeng sudah banyak dipakai sejak jaman dahulu.



Lukisan Basoeki Abdullah berjudul "Kapal" yang dibuatnya pada 1976 memakai cat minyak paa kanvas 98 x 148 cm.



Lukisan Hendra Gunawan berjudul "Kenangan 45" dibuat pada 1956 memakai cat minyak pada kanvas 135 x 295 cm.



Lukisan Itji Tarmizi berjudul "Kerja Paksa" tanpa tahun pembuatan, memakai cat minyak pada kanvas 135 x 192 cm.



Lukisan karya Affandi berjudul "Potret Diri", dibuat 1975 memakai cat minyak pada kanvas 113 x 88 cm.



Lukisan Affandi berjudul "Potret Diri & Topeng Bali" yang dibuat tahun 1960 memakai cat minyak pada kanvas 102 x 88 cm.



Lukisan karya Dullah, dibuat tahun 1972, berjudul "Menyusui" memakai cat minyak pada kanvas 125 x 80 cm.



Lukisan Amrus Natalsya berjudul "Rumah-rumah China di Jatinegara" dibuat tahun 2000 memakai cat minyak pada kayu berukuran 63,5 x 70 cm.



Lukisan Hendra Gunawan berjudul "Permainan Ular" dibuat tahun 1974 memakai cat minyak pada kanvas 193 x 70 cm.



Lukisan Djoko Pekik berjudul "Lelaki Duduk" yang dibuat tahun 1999 memakai cat minya pada kanvas 75 x 65 cm.



Lukisan karya Abas Alibasyah berjudul "Klenteng" dibuat tahun 1961 memakai cat minyak pada kanvas 116 x 89 cm.



Lukisan karya Ahmad Sadali berjudul "Perahu di Pulau Bali" dibuat tahun 1975 memakai cat minyak pada kanvas 65 x 85 cm.



Lukisan karya Abdul Djalil Pirous berjudul "Ayat di Atas Putih" dibuat tahun 1971 memakai cat minya pada kanvas 100 x 140 cm. AD Pirous lahir di Meulaboh, Aceh, pada 11 Maret 1933. Ia lulus dari Jurusan Senirupa ITB pada 1964, dan pada 1972 mendirikan kelompok "Decenta" di bidang desain dan seni di Bandung.



Lukisan kain batik berukuran 120 x 80 cm karya Amri Yahya berjudul "Lebak Merah" dibuat tahun 1976. Amri Yahya lahir di Palembang pada 29 September 1939. Ia lulus dari Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta pada 1963 dan pernah belajar membuat seni keramik di Belanda. Pada 1968 ia mulai mengajar di IKIP dan beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta.



Lukisan Popo Iskandar berjudul "Kucing" dibuat pada 1975 memakai cat minyak pada kanvas 120 x 145 cm. Popo Iskandar lahir di Garut pada 17 Desember 1927. Ia masuk Jurusan Senirupa ITB tahun 1954 hingga lulus. Pada 1979 ia membuka Museum Popo Iskandar di Bandung.



Lukisan Nyoman Gunarsa berjudul "Tumpengan" dibuat pada 1974 memakai cat minyak pada kanvas 138 x 140 cm. Nyoman Gunarsa lahir di Klungkung, Bali, pada 15 April 1944. Ia lulus tahun 1976 dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta.



Meru empat tingkat terbuat dari tanah liat bakar dari jaman Majapahit, dengan relief seorang wanita pada tingkat kedua.



Lukisan Dede Eri Supria berjudul "Urbanisasi" dibuat tahun 1977 memakai cat minyak pada kanvas 197 x 307 cm.



Lukisan Jeihan Sukmantoro berjudul "Wanita", dibuat tahun 1985 memakai cat minyak pada anvas 140 x 140 cm.



Keramik dari Jakarta yang memperlihatkan sebuah bus yang penuh penumpang bahkan sampai ke atapnya dan bergantungan di samping bus. Tulisan pada badan bus berbunyi "Transportasi negara berkembang".



Berbagai keramik buatan lokal dipamerkan di sayap bangunan Museum Seni Rupa dan Keramik, diantaranya dari Lombok, Bali, Singkawang, Manado, Jakarta, Klampok, dll. Dari Lombok ada peralatan masak di upam hitam yang hanya dipakai saat bulan puasa, piring segi empat berhias gores motif kupu-kupu dan pinggirnya dililit rotan, periuk dililit rotan, vas dililit kulit lamtoro, mangkuk oval dililit rotan, mangkuk bulat hiasan geomtris ukir, dan wadah berkaki bertutup dililit kepeng.



Klampok terkenal dengan industri tanah liat bakar yang berdiri pada 1957-an dan mengalami masa kejayaan pada tahun 1980-an. Produk keramik Klampok dikenal sampai luar negeri, seperti Prancis, Jerman, Belanda, Swiss, dan di beberapa negara Asia.



Patung Kuda buatan Anjun Pejaten, Jakarta, dan di sebelahnya adalah patung ular.



Terakota Majapahit yang berasal dari abad ke-12 s/d 14 berupa ukiran dua wanita yang digunakan sebagai penghias selubung tiang.



Terakota Majapahit dari abad ke-12 s/d 14 berupa patung tanah liat yang menggambarkan gunungan, lambang keadaan dunia beserta isinya.



Patung di latar depan tengara namanya sudah terkelupas , sedangkan di latar belakang merupakan prasasti berisi sejarah singkat gedung hingga diresmikan menjadi Balai Seni Rupa pada 20 Agustus 1976.



Patung Dada S. Sudjojono irawan honda yang dibuat tahun 1992 menggunakan bahan fiberglass, karya Irawan dan Honda.



Karya Timbul Raharjo berjudul "Mencari Kenikmatan" berukuran 50 x 60 x 50 cm, dibuat pada 2014 yang dipamerkan pada ruang pamer depan.



Karya Putut Praba berjudul "Digreetion Inception" berukuran 37 x 25 x 51 cm, dibuat pada 2013.



Pameran keramik berjudul "geliat tanah liat, antara ekspresi dan api" yang berlangsung pada Agustus s/d September 2014 lalu di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Prasasti peresmian Museum Keramik yang dilakukan dalam rangka HUT 450 Jakarta ole Gubernur DKI Ali Sadikin pada 10 Juni 1977.



Guci buatan Zhang-Zhou (Swatow), Provinsi Fujian, dari jaman Dinasti Ming abad ke-16 a/d 17 M.



Piring dan Mangkuk warna Sancai 3 warna hijau, kuning, coklat buatan Eropa dengan cap Madjapahit dari abad ke-19, yang meniru keramik dari Dinasti Qing abad ke-17.



Patung-patung warna putih dan kekuningan yang dikenal dengan sebutan Blanc De Chine dari Provinsi Fujian, jaman Dinasti Ming awal, abad ke-17 s/d 18 M.



Sejumlah keramik dan benda lainnya yang diperoleh dari kapal karam, yang mengungkap adanya jejaring diantara bangsa-bangsa di Asia pada abad ke 9-10 M.



Kelestarian Budaya Maritim keramik kapal karam telah diatur dalam UNESCO 2001 Convention on the Protection of the Underwater Cultural Heritage.



Museum Kontemporer Jakarta yang berada di ruang terbuka di tengah Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta.



Selasar Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta berisi sejumlah patung kayu berukuran besar dengan detail ukiran yang indah. Bentuk patungnya mengingatkan saya pada patung asmat, atau patung lainnya dari wilayah timur Indonesia.



©2021 Ikuti