Foto Museum Macan

Di dekat lift, di samping eskalator, di pojok kanan depan area Museum Macan Jakarta Barat, terdapat ruangan yang disebut Children's Art Space (Ruang Seni Anak). Adalah gadis berkacamata tebal namun cantik dan murah senyum yang mengajak kami datang ke tempat itu untuk mengisi waktu tunggu.



Salah satu karya seni yang menarik adalah lukisan karya Raden Saleh (1811-1880) yang dibuat tahun 1849 berjudul "Singa Menyerang Seorang Penunggang yang Memegang Tombak di Atas Kuda yang Berderap", menggambarkan seekor singa yang tengah menyerang pria bersorban yang mengangkat tombak di atas kuda hitam yang sedang berderap kencang, mata tombaknya mengincar kepala singa. Lukisan cat minyak di atas kanvas itu berukuran 30x40 cm.



Lukisan di Museum Macan karya Miguel Covarrubias (1904-1957) berjudul "Map of Bali with the Rose of the Winds (Peta Bali dengan Mata Angin)" tahun 1930, dibuat dengan cat air dan gouache di atas kertas 34x37,5 cm. Peta indah ini menggambarkan Pulau Bali dari pengamatan pembuatnya.



Lukisan karya Dullah (1919-1996) di di Museum Macan Jakarta berjudul "Bung Karno di Tengah Perang Revolusi", dibuat tahun 1966 dengan cat minyak pada kanvas 200 x 300 cm, mirip suasana ketika Bung Karno berpidato di Lapangan IKADA pada tanggal 19 September 1945.



Berdiri di samping sebuah lukisan berukuran raksasa dari sebuah mahluk imajiner bermata empat dengan tetes-tetes darah dan seorang mahluk perempuan kecil telanjang di dahinya, duduk bertekuk lutut menghadap sebuah panci yang tak jelas berisi apa. Lukisan karya Entang Wiharso (lahir 1967) itu terdiri dari tiga bagian, dibuat dengan akrilik, cat semprot, cat mobil, kolase detil foto dan cat minyak di atas kanvas 300 x 600 cm (trptych).



Lukisan di area umum Museum Macan lainnya berupa tangan-tangan yang seperti berebut dollar, mungkin mengekspresikan kegelisahan seniman pada pemujaan terhadap harta benda duniawi. Karya Keith Haring (1958-1990), pelukis kelahiran AS, dibuat pada 1985 dengan cat minyak dan akrilik di atas kanvas dan terpal 302 x 295 cm.



Seorang anak muda tengah difoto oleh temannya di depan lukisan karya Entang Wiharso itu, sebuah lukisan berukuran raksasa yang terdiri dari tiga bagian, diletakkan di ruang umum yang bisa dinikmati pengunjung saat menunggu antrian masuk.



Berfoto dengan latar instalasi boneka udara dengan sosok menyerupai Hulk namun dengan wajah jenaka, yang tengah mendorong gerobak beroda tunggal berisi setumpuk bunga elok. Di ujung sana adalah antrian Infinity Room.



Pandangan lainnya pada patung plastik "Hulk" yang diletakkan di ruang umum, dan pengunjung yang rela menunggu antrian Infinity Room di ujung sana.



Instalasi sebuah mobil VW kodok asli yang dilipat membentuk bola bundar besar. Instalasi seperti ini saya pernah lihat di sebuah mal di Jakarta, namun lupa dimana, mungkin disekitaran Casablanca. Masih antrian Infinity Room di ujung sana.



Pemandangan saat kami baru masuk ke dalam Ruang Seni Anak-Anak yang cukup dipadati pengunjung sambil menunggu antrian masuk ke museum. Pada dinding menempel bulatan-bulatan akrilik dengan berbagai lukisan yang kebanyakan abstrak, hanya beberapa terlihat ada bunga, mahluk manusia dan binatang. Pada pilar menempel lukisan hitam putih semacam vignet hingga ke langit ruangan.



Si mbak cantik berkacamata tebal yang ramah tengah meletakkan kertas-kertas untuk digambar dan dipotong tempel, yang kemudian bisa dipakai untuk ikat kepala. Semuanya gratis.



Pelat-pelat dengan lukisan relief itu sepertinya karya Entang Wiharsa yang bisa digunakan oleh anak-anak untuk membuat lukisan, dengan menempelkan kertas kosong di atasnya dan lalu menggeseknya memakai pensil warna sesuai selera.



Sebuah karya seni dengan detail elok menempel pada dinding yang berada di ujung ruangan. Pada karya cor itu ada sejumlah hewan hutan seperti harimau dan burung hantu, serta dua sosok manusia dengan gestur tubuh yang berbeda.



Karya Entang Wiharsa lainnya yang menggambarkan seorang penyelam dengan karang dan satwa dasar laut.



Pandangan mengarah pada pojok ruangan dengan instalasi karya seni pada tembok ruangan dengan penataan yang sangat baik.



Pandangan pada pilar dengan lukisan yang kebanyakan berupa torehan figuratif hitam putih yang memenuhi seluruh permukaan pilar hingga ke langit ruangan.



Pandangan pada pilar lainnya di Chldren's Art Space Museum Macan dengan pengunjung yang asik melihat hasil jepretannya, serta ada pula yang masih asik memotret.



Karya Entang Wiharsa lainnya dalam tema Floating Garden yang tampaknya menggambarkan kehidupan dasar laut.



Saat anak-anak asik menggambar, pengunjung lainnya asik saling memotret dengan latar dinding yang dipenuhi karya seni indah.



Anak-anak tampak masih asik dengan pensil dan kertas yang telah ada gambarnya, tinggal memberi warna sesuai kreasi. Orang tuanya pun bisa ikut pula membantu, atau menggambar sendiri.



Pandangan pada pintu masuk ke Children's Art Space Museum Macan. Akronim Macan tampaknya sengaja dibuat agar lebih mudah diingat dan dibicarakan di sosial media.



Di pojok area terbuka terdapat sebuah coffee shop kecil yang menjadi salah satu tempat untuk menunggu bagi pengunjung Museum Macan.



Pengunjung masih terus berdatangan karena museum memang baru tutup pada jam 7 malam, meski antrian pembelian tiket bisa ditutup lebih awal, jika pengunjung membludak.



Tiket masuk dengan barcode, satu diambil saat masuk, satu lagi saat keluar. Pengunjung bisa masuk lagi dengan cap di tangan jika hendak keluar sebentar dari area museum.



Kami keluar dari Children's Space Art tepat waktu dan langsung mengantri klopeng jam 16.00, hingga berada di antrian masuk agak di depan. Di sebelah kanan adalah antrian di belakang kami.



Bidang hitam di sebelah kiri adalah ruang pemutaran video kecil yang sempat kami masuki sebentar, namun tak melihat film yang diputar hingga tuntas. Tulisan pada dinding ini menceritakan isi pameran Lini Masa Sejarah Pameran dari tahun 1900 hingga 1965, yang berada di bagian awal museum, di sebelah kiri ruangan.



Kotak-kotak kaca yang berisi riwayat lini masa pameran seni itu.



Isi salah satu kotak kaca pada bagian Kelahiran (1914-1941) dan Konsolidasi (1942-1945). Sebelumnya ada era Pra-lembaga (1900-1913) dimana pameran dalam periode ini terselenggara menyusul penerapan Politik Etis, utamanya untuk menyebarkan kebudayaan Belanda di tanah jajahan.



Bumi, Kampung Halaman, Manusia, di bagian sebelah kanan Museum Macan dengan pameran berbagai karya lukis, lengkap dengan penjelasannya.



Potret Diri, karya Raden Saleh (1811-1880) tahun 1835 dengan cat minyak di atas kayu mahogani berukuran 37 x 31 cm.



Baguio Market Place (1934) karya pelukis asal Filipina bernama Fernando C Amorsolo (1892 - 1972), cat minyak di atas kardus 47,5 x 64,5 cm



Seorang Ibu dari Bali Menggendong Bayi di Pinggulnya (Balinese Mother Carrying Baby on Her Hip), karya Miguel Covarrubias (1904-1957) yang tak diketahui tahun pembuatannya, dibuat dengan cat air dan gouche di atas kertas 52,5 x 36,5 cm.



Lukisan berjudul Njoman Pegug (1938) karya pelukis asal Belanda bernama Willem Gerard Hofker, menggunakan cat minyak di atas kanvas di atas papan 33 x 27 cm.



Lukisan berjudul Penenun Bali (1941) karya pelukis asa China, Lee Man Fong (1913 - 1988), dengan cat minyak di atas Masonite 61 x 83 cm.



Karya I Gusti Nyoman Lempad (1862 - 1978) dibuat tahun 1960 namun judulnya tak diketahui dibuat dengan tinta di atas kertas 34 x 39,5 cm.



Keluarga Bahagia (1979) dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 248,5 x 138,5 cm karya Hendra Gunawan (1918 - 1983).



Gaya khas coretannya tak akan membuat orang salah menebak bah itu adalah lukisan Affandi (1907 - 1990), berjudul Andong dibuat tahun 1968 menggunakan cat minyak di atas kanvas 99 x 142,5 cm.



Pasar (1958) dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 137 x 135 cm karya Hendra Gunawan (1918 - 1983).



Lukisan berjudul Pasar Burung dibuat tahun 1969 dengan cat minyak di atas kanvas 129 x 114,5 yang merupakan karya pelukis Soetopo.



Karya Djoko Pekik (1937) berjudul WTS Dandan dibuat tahun 1996 dengan cat minyak di atas kanvas 74 x 80,5 cm.



Birth Record (1984) karya Luo Zhongli, pelukis kelahiran China 1948, dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 77,5 x 103 cm.



Pandangan pada lorong msueum dengan karya lukis yang kebanyakan berukuran besar. Pencahayaan bagus dan pendingin ruangan di museum juga bekerja sangat baik.



Menonton Sepak Bola (1981) karya H Widayat (1919 - 2002) dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 128,5 x 109 cm.



Catatan tentang Pergulatan Bentuk dan Isi.



Lelehan Emas Pada Relief Gunungan, dibuat tahun 1973 dengan media campuran di atas kanvas 100 x 100 cm, karya Ahmad Sadali (1918 - 1983).



Karya Yukinori Yanagi (lahir di Jepang 1959) berjudul ASEAN +3 dibuat tahun 2017 khusus untuk Museum Macan, dengan menggunakan pasir berwarna, kotak plastik, dan koloni yang terdiri dari lima ribu semut yang dimasukkan ke dalam kotak-kotak bendera, berukuran 128 x 310 cm.



The Inventor of Mirrors dibuat tahun 1999 oleh Juan Munoz (Spanyol, 1953 - 2001) dengan menggunakan resin poliester di atas kanvas, kayu dan logam, berukuran 250,2 x 128,3 x 92,7 cm.



Massacre (pembantaian) dibuat tahun 2016 dengan menggunakan pensil dan cinnabar di atas kertas 188 x 114,5 cm, karya Zai Kuning (lahir di Singapore 1964).



My Monologue (2008) karya Ay Tjoe Christine (lahir di Indonesia 1973) dibuat dengan akrilik di atas kanvas 135 x 135 cm.



Ascending (Menaiki) dibuat tahun 2002 oleh Cai Guo-Qiang (lahir di China 1957) dengan menggunakan bubuk mesiu dan tinta di atas kertas 400 x 600 cm.



Lukisan berjudul 2001.9.23 yang dibuat pada tahun 2001 oleh Fang Lijun (lahir di China 1963) dengan menggunakan cat minyak di atas kanvas 270 x 120 cm.



Patung seekor babi gemuk yang tengah menggeletak tiduran sambil menyusui anak-anaknya. Yang membuat patung babi itu menjelma menjadi sebuah pesan politik adalah karena pada kulitnya bergambar bendera sebuah negara adikuasa, dan pada kulit anak-anak babi yang tengah menyusu itu juga digambari bendera negara-negara berkuasa lainnya, semua menyusu pada induk yang sama.



Seorang pengunjung wanita tengah mengamati lukisan kartun yang memuat sejumlah pesan, seperti "No Nukes! Love and Peace", "No Fun".



Karya Ai Weiwei (lahir di China 1957) berjudul Graphic Work for Baby Formula yang dibuat pada tahun 2013 dibuat dengan c-print di atas alumunium 120 x 300 cm.



Masih karya Ai Weiwei dengan judul yang sama dibuat dengan c-print di atas panel alumunium.



Karya James Resenquist (1933 - 2017) berjudul The Xenophobic Movie Director or Our Foreign Policy yang dibuat pada 2004 dengan cat minyak di atas kanvas 152,4 x 411,48 cm.



Instalasi bola dunia yang sebagian tampak seperti terbenam di dalam lantai Museum Macan.



Lukisan bernama Global Hunter, karya Jules de Balincourt (lahir di Perancis 1972), dibuat pada tahun 2007 dengan cat minyak di atas papan 43,2 x 34,3 x 3 cm.



Karya Heri Dono, pelukis Indonesia kelahiran 1960, berjudul Pejalan Kaki yang Bermain Wayang, dibuat pada tahun 1988 dengan cat minyak di atas kanvas 99 x 99 cm.



Lingga-Yoni, karya Arahmaini (Indonesia, 1966) yang dibuat pada tahun 1994 dengan akrilik di atas kanvas 182 x 140 cm, menggambarkan simbol penciptaan dan regenerasi dalam agama Hindu, namun dengan visualisasi yang tak lazim.



Karya Jean-Michel Basquiat (1960 - 1988, kelahiran AS) dengan judul LF yang dibuat pada tahun 1984 dengan akrilik dan kolase di atas kanvas 218,5 x 172,5 cm.



Suasana di lorong Museum Macan. Banyaknya orang yang antri di Infinity Room membuat ruang museum yang luas ini masih terasa lega.



Karya Robert Rauschenberg (AS, 1925 - 2008) berjudul Rush 20 (Cloister) yang dibuat pada 1980 dengan solventr transfer, kain, kertas dan kayu dalam kotak plexiglass 248,9 x 182,9 cm.



Karya Kaboel Suadi (1935 - 2010), Tanpa Judul dibuat tahun 1963 dengan cat minyak di atas kanvas 33 x 43 cm.



Karya Andy Warhol (AS, 1928 - 1987) berjudul Portrait of Madame Smith dibuat pada tahun 1974 dengan cat polimer sintetis dan sablon di atas kanvas 101,8 x 101,8 cm.



Masih karya Andy Warhol (AS, 1928 - 1987) berjudul Portrait of Madame Smith dibuat pada tahun 1974 dengan cat polimer sintetis dan sablon di atas kanvas 101,8 x 101,8 cm.



Lukisan karya Walter Spies (1895 - 1942) berjudul Sawahlandschaft mit Gunung Agung yang dibuat pada 1939 dengan cat minyak di atas kanvas 62 x 91 cm.



Indische Lanschaap karya Raden Saleh (1811 - 1880) yang dibuat pada tahun 1853 dengan cat minyak di atas kanvas 58 x 47 cm.



Karya Raden Saleh lainnya yang berjudul Javanese Mail Station, dibuat pada tahun 1879 dengan cat minyak di atas kanvas 51 x 72,5 cm. Kedua lukisan ini dibuat setelah Raden Saleh pulang kembali ke Jawa pada tahun 1852.



Goresan khas lukisan karya S. Sudjojono (1913 - 1985) berjudul Pertemuan di Tjikampek jg Bersedjarah, dibuat pada tahun 1964 dengan cat minyak di atas kanvas 153,5 x 106 cm.



Masih karya S. Sudjojono yang berjudul Ngaso, dibuat pada 1964 dengan cat minyak di atas kanvas 140 x 100 cm.



Lukisan karya Henk Ngantung (1921 - 1991) berjudul Rumah Affandi yang dibuat pada tahun 1938 dengan cat minyak di atas papan.



Karya Henk Ngantung lainnya yang berjudul Pemandangan Batavia, dibuat pada tahun 1939 dengan cat minyak di atas papan 45 x 58,5 cm.



Karya Sudjana Kerton (1922 - 1994) yang berjudul Akibat Pemboman di Lengkong Besar bandung, 1945. Lukisan ini dibuat pada tahun 1979 dengan cat minyak di atas kanvas 198 x 298 cm.



Potret Diri, lukisan tahun 1965 oleh S. Sudjojono yang dibuat dengan cat minyak di atas papan 62 x 47 cm.



Potret Diri, lukisan Trubus Soedarsono (1926 - 1966)yang dibuat pada tahun 1961 dengan cat minyak di atas kanvas 22,5 x 17 cm.



Lukisan karya Hendra Gunawan (1918 - 1983) yang berjudul Aku, dibuatnya pada tahun 1968 dengan cat minyak di atas kanvas 55 x 46,5 cm.



Le Visage (1963) karya Karel Appel (Belanda, 1921 - 2006) dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 130 x 97 cm.



Potret Diri (1964) oleh AD Pirous (lahir 1932) dibuat dengan cat minyak di atas kanvas 30 x 50 cm.



Run Until You Burn (2010) karya I Nyoman Masriadi (1973) dengan akrilik di atas kanvas 150 x 200 cm.



Karya I nyoman Masriadi lainnya yang berjudul Sofa, dibuat pada tahun 2005 dengan akrilik di atas kanvas 129 x 200 cm.



Karya I Nyoman Masriadi berjudul Juling, dibuat pada tahun 2005 dengan media campuran di atas kanvas 150 x 200 cm.



Wipe Out #1 karya FX Harsono (kelahiran 1949) dibuat pada tahun 2011 dengan akrilik di atas kanvas 160 x 200 cm.



Karya Zhang Xiaogang (lahir di China 1958) berjudul Amnesia and Memory, Book and Pen, yang dibuat pada tahun 2003 dengan cat minyak di atas kanvas 40 x 50 cm.



A Father is Trying to Collect the Memories of His Family, karya I Dewa Ngakan Made Ardana (lahir 1980), dibuat pada tahun 2016 dengan cat minyak di atas kanvas 200 x 300 cm.



Untitled (Jokes Painting) dibuat tahun 2009 karya Richard Prince (Republic of Panama, 1949) dengan akrilik di atas kanvas 307,5 x 200 cm.



Sepasang pengunjung tengah melihat lukisan karya Andy Warhol.



Karya Takashi Murakami (lahir 1962) berjudul Do Not Rule My Dreams. My Dreams Rule Me. Dibuat pada 2010 dengan akrilik di atas kanva 141 x 120 cm.



Karya Damien Hirst (UK, 1965) berjudul Beautiful Magnificent Heaven Never Fails for Surprise painting (with Butterflies and Diamonds. Dibuat pada 2007 dengan kupu-kupu, kubik zirkonia, dan gloss rumahan di atas kanvas 121,9 x 121,9 cm.



Suasana di ujung ruangan Museum Macan. Pengaturan jumlah pengunjung membuat suasana di dalam museum menjadi nyaman karena ada cukup ruang untuk bergerak dan cukup waktu untuk melihat lukisan sepuasnya.



Karya Hadniwirman Saputra (kelahiran 1975) berjudul Tutur Karena Merem. Dibuat pada tahun 2008 dengan akrilik di atas kanvas 195 x 220 cm.



Sebuah boneka lucu, salah satu dari sedikit karya seni yang bisa disukai oleh anak-anak di Museum Macan. Jika membawa anak-anak mungkin perlu datang dua kali ke tempat ini, lantaran konsentrasi sedikit banyak akan terbagi untuk mengawasi anak.



Suasana saat kami keluar dari Museum Macan. Masih ramai. Ambien di museum memang bisa membuat orang betah, jika saja sedang tak ada keperluan lain. Jika lapar dan haus ada kafe.



©2021 Ikuti