Foto Museum Joang ’45

Tampak muka gedung Museum Joang '45 Jakarta Pusat, dengan patung Soekarno - Hatta di kiri kanan pintu masuk. Museum ini menyimpan koleksi foto yang mendokumentasikan peristiwa bersejarah di Indonesia antara tahun 1944-1949. Di dalam museum juga disimpan patung beberapa pahlawan, koleksi lukisan, mobil yang pernah dipakai Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, serta Mobil yang dipakai Bung Karno pada Peristiwa Pemboman di Cikini.



Sebuah diorama Museum Joang ’45 menggambarkan suasana di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta, atau Lapangan Gambir, yang letaknya kira-kira di depan PLN Gambir), saat Soekarno memberikan pidato singkat yang bersejarah pada 19 September, 1945.



Diorama lainnya di Museum Joang ’45 yang menggambarkan situasi di Gedung Menteng 31 antara bulan Agustus - September 1945, dimana kurir-kurir para pejuang dari seluruh Jakarta berkumpul di gedung Museum Joang ’45 untuk mendapatkan informasi terbaru tentang bagaimana berjuang melawan Belanda yang berencana untuk datang kembali ke Indonesia.



Di belakang gedung Museum Joang '45 terdapat ruangan terbuka. Di bagian kanan ada bangunan yang menyimpan kendaraan kepresidenan dengan nomor REP-1 dan REP-2 yang digunakan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, serta sebuah mobil lainnya. Ada dua patung dada di depan gedung itu.



Patung dada Bung Karno yang diletakkan di beranda Museum Joang '45 Jakarta, dengan tengara peresmian gedung di Jl Menteng 31 ini oleh Presiden Soeharto pada 19 Agustus 1974.



Patung dada Bung Hatta yang juga berada di serambi Gedung Museum Joang '45 dengan tengara pemugaran yang mulai dilakukan pada 9 September 1973 dan selesai pada 17 Agustus 1974 semasa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.



Di sisi sebelah kiri terdapat ruangan dimana berjajar beberapa buah patung dada tokoh-tokoh nasional berwarna kuning keemasan dan sejumlah salinan foto serta kisah perjuangan beberapa tokoh Pemoeda Menteng 31.



Poster-poster yang menceritakan kisah seputar tokoh yang tergabung dalam Kelompok Menteng 31 dan riwayat beberapa orang diantara mereka, seperti Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Sukarni, dan Adam Malik.



Masuk ke dalam ruangan Museum Joang ’45 akan terlihat sebuah area dengan beberapa baris kursi menghadap layar yang memutar pertunjukan film tentang peristiwa bersejarah di sekitar hari-hari proklamasi kemerdekaan, dan peran yang dimainkan oleh kelompok Pemoeda Menteng 31. Salinan videonya bisa dibeli oleh pengunjung.



Foto Tan Malaka saat sedang membuka buku GERPOLEK (Gerilya, Politik, dan Ekonomi) pada bulan Oktober 1948 di Yogyakarta. Gerpolek ditulis Tan Malaka ketika ia meringkuk di penjara Madiun pada 1948 dengan hanya mengandalkan pengetahuan, ingatan, dan semangat, tanpa dukungan informasi kepustakaan.



Foto Tan Malaka bersama tokoh proklamasi Soekarni dan Ibu Mangunsarkoro. Tak ada keterangan waktu dan tempat kapan foto ini diambil. Adalah Sukarni yang mengusulkan agar Bung Karno dan Bung Hatta saja yang menandatangani teks Proklamasi, atas nama bangsa Indonesia.



Foto Tan Malaka lainnya yang diambil pada bulan Oktober 1948 di Yogyakarta. Gerpolek dan Madilog (Materialisem, Dialektika, Logika) merupakan karya penting Tan Malaka semasa hidupnya. Pada Februari 1949, Tan Malaka hilang mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangannya bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri. Belakangan diketahui bahwa Tan Malaka ditembak mati pasukan TNI di lereng Gunung Wilis pada 21 Februari 1949. Pada 28 Maret 1963 Presiden Soekarno menetapkan Tan Malaka sebagai pahlawan kemerdekaan Nasional.



Not balok dan syair lengkap lagu Indonesia Raya gubahan WR Supratman yang diperdengarkan pada 1929 di Gedung Kenari. Pada saat itu, lagu ini dimainkan secara lengkap oleh orkes namun tanpa vokal.



Foto dokumentasi di Museum Joang '45 Jakarta saat Soekarno dan Tan Malaka berjalan beriringan dalam peristiwa rapat raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945.



Ada sebuah ruangan kecil dimana disimpan dokumentasi terkait Bung Hatta berupa sebuah kursi rotan, meja kerja, dan foto-foto. Museum Joang ’45 juga memiliki perpustakaan yang berada di sebuah ruang kecil di sebelah kiri ruang utama museum.



Museum Joang ’45 juga memiliki perpustakaan yang berada di sebuah ruang kecil di sebelah kiri ruang utama museum.



Sebuah poster tampak dipajang di sebuah dinding museum yang berisi foto Panglima Besar Jenderal Sudirman saat ditandu semasa memimpin perang gerilya melawan Belanda karena sakit pada paru-parunya. Ada pula dokumentasi foto Jenderal Sudirman disambut masyarakat desa saat akan kembali ke Yogyakarta, serta ia berfoto bersama stafnya di Yogyakarta setelah penghentian tembak menembak.



Tiga diantara diorama di Museum Joang 45 Jakarta yang menggambarkan peristiwa di seputar revolusi kemerdekaan, termasuk rapat raksasa di Ikada pada diorama paling kiri. Diorama paling kanan menggambarkan anggota Lasykar Wanita Indonesia yang tengah berlatih dan ada pula yang bertuga menolong korban perang di pihak pejuang.



Teks Pidato Bung Karno pada 19 September 1945 di Lapangan Ikada "Soedara-soedara, kami tidak akan mengingkari proklamasi kemerdekaan dan akan membela republik sampai titik darah penghabisan", (sorak sorai beberapa menit). "Saja tahoe bahwa soedara datang kemari agar bisa bertemu dengan presiden soedara, dan oentoek mendengarkan perintahnja. Apakah mempertjajai presiden soedara?", (teriakan beroelang oelang: lami pertjaja..! kami pertjaja..!). "Nah kalaoe begitoe poelanglah dengan tenang dan toenggoelah perintah kami, apakah soedara akan menoenggoe perintah kami?", (kami toenggoe perintah). "Kalau bagitoe poelanglah sekarang .... Dengan tenang". (giebels, 2001:38.1).



Patung Soekarno - Hatta, serta sebuah ruangan di museum Joang '45 Jakarta yang menyimpan benda-benda bersejarah serta dokumentasi foto serta lukisan.



Ruang kecil yang digunakan sebagai perpustakaan Museum Joang '45 dengan satu stel meja kursi Betawi berisi koleksi beberapa buah buku, majalah, dan tulisan seputar peristiwa dan tokoh yang beperan dalam perjuangan kemerdekaan RI.



Di samping kanan gedung utama, pada emperan belakang, ada deretan patung dada sejumlah tokoh pergerakan nasional berukuran cukup besar. Tampaknya mereka tidak mendapatkan tempat di ruangan utama museum sehingga terpaksa harus diletakkan di emperan gedung.



Mobil yang digunakan oleh Presiden Soekarno saat terjadi peristiwa pemboman terhadap diri dan anak-anaknya di Perguruan Cikini, Jakarta, 30 November 1957. Pada peristiwa itu korban meninggal dunia ada 9 orang dan sekitar 100 orang lainnya luka berat, terbanyak adalah murid-murid sekolah itu. Presiden Soekarno dan keluarganya, diantaranya Megawati, selamat. Mobil Chrysler Imperial 38 bernomor polisi B 9105 ini merupakan hadiah dari Raja Arab Saudi. Di spatbor kiri mobil dan kaca belakangnya terdapat cacat akibat ledakan itu, yang dipertahankan sebagai bukti sejarah. Mobil ini berada di dalam ruangan yang sama dengan Mobil Rep.1 dan Rep.2.



Mobil DeSoto keluaran 1942 ini dulu dipakai Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta, hadiah dari pengusaha Djohan Djohor, yang digunakan oleh Wapres Hatta di Jakarta dan di Yogyakarta. Mobil yang sempat menjadi oplet ini dibeli kembali oleh Hatta dan direstorasi dengan bantuan Hasyim Ning. Mesin Mobil sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi.



Mobil Buick-8 tipe Limited-8 5247 cc keluaran 1939 ini dipakai sebagai kendaraan Dinas Presiden Soekarno antara 1945-1949. Mobil ditemukan di belakang kantor Departemen Perhubungan Masa Pendudukan Jepang oleh Sudiro, Ketua Barisan Banteng, yang meminta kunci mobil dari supirnya setelah membujuknya pulang ke kampungnya di Kebumen, dan menyerahkan mobil ke Presiden Soekarno sebagai kendaraan yang dirasa pantas untuk Presiden dengan nomor polisi Rep-1.



Tampak depan bangunan berdinding depan kaca yang digunakan sebagai tempat penyimpanan 3 mobil kepresidenan jaman dahulu, diapit patung dada dua orang tokoh di kiri kanannya.



Di belakang gedung utama Museum Joang ’45 terdapat ruangan terbuka cukup luas, dimana di sebelah kanannya ada bangunan terpisah yang khusus digunakan untuk menyimpan kendaraan kepresidenan dengan nomor REP-1 dan REP-2 yang pernah digunakan oleh Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, serta sebuah mobil lainnya. Ada pula dua patung dada di depan gedung itu.



Seorang pengunjung tampak tengah membaca keterangan pada patung dada yang berada di bagian depan bangunan tempat penyimpanan mobil kepresidenan pertama dan bersejarah itu.



Teras depan Museum Joang '45 Jakarta yang memperlihatkan tempat duduk dan meja petugas yang terasa kurang pas karena memunggungi patung Bung Karno serta merusak pemandangan. Semoga sudah ada pengaturan yang lebih elegan bagi tempat petugas itu.



Di sebelah kiri ada relief lambang bintang dan angka 1945-1949, serta tulisan "Kita meninggalkan museum ini tetapi sebenarnya tidak. Karena sejarah itu berlangsung terus sejalan dengan penghidupan dan kehidupan manusia, khususnya bagi kita generasi pejuang '45, Bangsa Indonesia dan Bangsa-Bangsa di Dunia pada umumnya". Di tengah ada relief yang menggambarkan semangat berkorban dari para pejuang kemerdekaan.



Sajak karya Trisnoyuwono dalam Pagar Kawat Berduri "Peluru-peluru menembus tubuhnya, satu-satu muncu yang akrab baginya, lalu berhamburan dan tinggal warna putih, putih yang paling putih, dan sebelum nyawanya pergi, sepersekian detik ia mendengar, Lagu Indonesia Raya".



Semboyan "Merdeka atau Mati" merupakan salah satu semboyan hebat yang mampu membakar semangat para pejuang untuk bertempur melawan pasukan penjajah meski hanya berbekal senjata rampasan dan peralatan tempur seadanya.



Setelah berkeliling melihat koleksi Museum Joang ’45, pengunjung bisa beristirahat sejenak sambil menikmati minuman dan makanan ringan di Kantin Joang yang berada di samping kanan museum.



Selain minuman dingin dan minuman panas tersedia pula makanan ringan yang bisa dipakai untuk mengganjal perut jika sudah kelaparan.



©2021 Ikuti