Galeri Museum Hakka

Tampak muka bangunan bundar Museum Hakka Indonesia dengan sejumlah undakan dan ornamen yang sederhana. Bentuk bangunannya meniru Tulou (rumah tanah) terkenal, yaitu Zencheng Lou di Yongding, Fujian, China Selatan. Pelat yang menempel pada dinding menyebutkan jam buka museum setiap harinya, yaitu 09.00 – 16.00, kecuali Senin dan hari libur tutup.



Pada dinding lantai satu Museum Hakka Indonesia TMII Jakarta, di kiri dan kanan meja penjaga tempat kami mengisi buku tamu, dihias dengan kaca pateri kotak sejumlah masing-masing 16 buah, diukir nama-nama marga dalam huruf Tionghoa. Pada dinding sebelah kanan berisi penjelasan dalam dua bahasa. Di depan masing-masing dinding disediakan tempat duduk tanpa sandaran. Nama marga orang Tionghoa itu berjumlah total 438 kata, terdiri dari 408 kata berhuruf tunggal dan 30 kata berhuruf ganda.



Ruang pamer Museum Hakka Indonesia TMII Jakarta berupa ruang keluarga Hakka. Menempel di dinding tiga poster besar, dan di atas bufet ada patung Fu Lu Shou, tiga dewa yang melambangkan Keberuntungan (Fu), Kekayaan (Lu), dan Umur Panjang (Shou).



Penampakan pada bagian awal Museum Hakka Yongding Indonesia, dengan pajangan keramik yang biasa dipakai di toko obat, di belakangnya adalah contoh-contoh bagian tumbuhan yang dijadikan sebagai bahan jamu tradisional Tionghoa, dan di belakang sana ada poster tokoh Hakka Yongding seperti Hendra Joewono pendiri pabrik farmasi Henson Farma dan Hendra B. Sjarifudin pendiri PT Kenari Djaja.



Plakat yang menempel pada dinding keramik di seberang meja penjaga / penerima tamu lantai satu Museum Hakka Indonesia TMII, memberi penjelasan tentang tiga karakter besar yang menempel pada dinding itu.



Piktograf yang terdiri dari tiga karakter itu, dibaca "Ngai" yang berarti "Aku". Di bawahnya adalah prasasti peresmian yang ditandatangani oleh SBY. Di belakang dinding ini adalah aula bundar di lantai satu.



Sebagian dari nama-nama marga Tionghoa pada dinding sebelah kiri yang disusun sedemikan rupa dalam bentuk syair sehingga enak dibaca dan mudah diingat. Sebelah kiri adalah meja penerima tamu dimana pengunjung mengisi buku tamu dan menuliskan kesan pesannya.



Poster besar berisi tulisan, dengan latar suasana jaman dahulu, tentang alasan mengapa dibangun Museum Hakka Indonesia, yang ditulis dalam tiga bahasa. Adalah karena bencana alam dan perang yang ratusan tahun lalu menyebabkan nenek moyang orang Hakka bermigrasi ke Nusantara. Mereka bekerja sebagai kuli tambang, buruh perkebunan, petani dan pedagang kecil. Diantara mereka banyak yang kemudian berhasil, dan melalui museum ini diharapkan generasi muda mendapat inspirasi dan mempelajari pengalaman sukses mereka. Museum ini juga menampilkan kontribusi etnik Tionghoa dalam pergerakan kemerdekaan dan di berbagai bidang sesudahnya yang diharapkan menjadi perekat untuk memperkuat proses pembangunan bangsa.



Di sebelah kiri ada pajangan yang menampilkan produk-produk Sinde Budi Sentosa, yang dimiliki oleh keturunan Hakka. Mulai dari produk balsem, Liang Tea cap Pistol hingga Larutan Penyegar Kaki Tiga cap Badak yang terkenal itu.



Poster berisi foto bangunan Tulou di pegunungan Fujian, penjelasan mengenai Tulou, foto Zhenceng Lou yang terlihat antik dan elok, serta foto bangunan Museum Hakka dengan foto bangunan asli di atas dan bawahnya.



Pajangan yang memperlihatkan sejumlah bahan yang digunakan dalam peracikan obat jamu tradisional Tionghoa. Sayang sekali keterangan bahan-bahannya semua ditulis dalam bahasa Tionghoa. Rupanya bukan hanya bagian tumbuhan dari mulai akar hingga buah yang dipakai, namun ada juga binatang dan sejumlah batuan.



Miniatur rumah tradisional orang Hakka yang terlihat antik dan unik. Bencana dan ancaman musuh membuat mereka membuat hunian yang mempertimbangkan keamanan sebagai faktor utama, dengan membatasi pintu masuk dan membuat jarak bangunan yang dibuat secara rapat.



Foto dan poster yang berisikan sejarah panjang migrasi kaum Hakka ke wilayah Nusantara. Ada foto kuli Tionghoa yang tengah berdiri bergerombol di sebuah pelabuhan, lalu foto kuli Tionghoa di perkebunan tembakau Deli Sumatera, dan sejumlah foto lawas lainnya.



Gambar denah dan keterangan tentang rumah orang Hakka, yang rupanya tidak hanya berbentuk bulat (Tulou), namun ada juga yang berbentuk segi empat, lima sudut, dan rumah berlingkar. Arsitekturnya umumnya simetris, rapi, anggun, megah, kokoh, kuat dan tahan lama, mampu mencegah pencurian dan perampokan serta serangan binatang buas. Ukurannya biasanya besar, luas, dan mudah dihuni keluarga besar hingga beberapa generasi.



Di sebelah kiri adalah poster yang memperlihatkan ciri semangat Hakka, sedangkan di sebelah kanan disajikan foto-foto Kuliner Hakka yang menggugah selera. Tentu akan sangat menarik jika sesekali diselenggarakan festival kuliner Hakka di lantai satu museum ini.



Pajangan yang menampilkan sejumlah alat-alat pertanian yang dibuat oleh orang Hakka. Ada luku atau bajak, garu untuk membuat garis penanaman padi, tungku pengering, penggilingan, dan beberapa alat lagi yang tak jelas benar fungsinya lantaran tak tersedia keterangannya. Pada dinding di belakangnya adalah foto-foto dan penjelasan singkat sejumlah tokoh Hakka.



Sudut pandang lain yang memperlihatkan pajangan alat-alat pertanian dengan deretan foto para tokoh Hakka terkemuka di berbagai bidang, di sejumlah negara, termasuk yang ada di Tiongkok.



Pada poster ini terlihat ada Thaksin Chinnawat yang leluhurnya berasal dari Fengshun, Guangdong, dan menjadi Perdana Menteri ke-23 Kerajaan Thailand, satu-satunya yang menjabat tuntas selama 4 tahun, dan orang pertama yang terpilih melalui pemilihan umum. Ia digulingkan pada 19 September 2006 oleh kudeta militer dan tinggal di luar negeri hingga kini. Di sebelahnya adalah Yingluk Chinnawat, adik kandung Thaksin yang menjadi Perdana Menteri Thailand ke-28.



Poster yang memperlihatkan foto keluarga Letjen (Pur) Sugiono yang beristerikan Sri Hartati dari keluarga Hakka bermarga Phang asal Pontianak. Jabatan terakhirnya adalah Sekjen Dephan tahun 1999-2000.



Foto keluarga Brigjen TNI (Pur) Tedy Jusuf. Ayahnya adalah Him Ie Nyan, seorang Hakka asal Moiyan Kwangdong, China, sedangkan ibunya bernama Maritje Brugman dari suku Hokian asal Tangerang.



Sebelah kanan adalah pajangan berupa koper-koper dari jaman dahulu, baik yang dibuat dari kulit binatang maupun dari kayu kamper. Di ujung sana adalah alat-alat rumah tangga tradisional kaum Hakka. Pada dinding adalah ucapan terima kasih kepada para sponsor pembangunan museum ini.



Pajangan yang menampilkan kamar pengantin kaum Hakka dengan perabotan yang semuanya dibuat dari kayu yang diberi ornamen warna keemasan.



Sudut pandang lainnya pada pajangan kamar pengantin kaum Hakka. Pada poster sponsor di belakangnya ada nama-nama Usin Sumbadji, Jeanne Laksana, Nio Yantony, Lay Jin You, Stanley Soeseno, dan Tjipta Fujiarta.



Sebelah kiri bawah adalah contoh Barongsai Hakka, lengkap dengan tambur, kenong dan kecreknya. Di sebelahnya adalah tandu orang Hakka yang lazimnya digunakan oleh kaum berada. Ornamen ukirnya semuanya diberi warna keemasan.



Sejumlah peralatan musik Tionghoa dipajang di sudut ruangan ini. Ada yang berupa sitar namun dengan bentuk yang lebih mewah dan anggun, ada pula alat musik tiup dan alat musik petik semacam gitar atau sejenis banjo.



Sudut pandang lain pada area dimana terdapat tandu orang Hakka, memperlihatkkan beberapa topeng di sisi sebelah kanan, peralatan musik di ujung sana, dan foto-foto para sponsor.



Pandangan pada serambi lantai tiga dengan kubah penutup di atasnya, serta di ujung sana adalah pintu masuk ke Museum Hakka Indonesia. Tepat di bawahnya adalah Museum Tionghoa Indonesia. Deretan lampion merah terlihat ditata rapi di sana.



Sebuah leaflet yang menawarkan paket Museum Hakka Wedding Hall seharga Rp 105.300.000, lengkap dengan detail fasilitas pemakaian selama 4 jam, full AC, listrik 10.000 watt, 2 ruang rias, 2 set meja penerima tamu, 100 kursi futura, jasa security & cleaning service, ijin kepolisian, 250 free tiket masuk TMII (kendaraan saja Rp 10.000). Catering buffet 500 pax dengan menu tetap Nasi putih, nasi goreng, pilihan sayur, pilihan ayam, pilihan daging, pilihan ikan, pilihan salad, pilihan sup, kerupuk, buah segar, aneka snack, aneka puding, soft drink & air mineral, dekorasi buffet, dekorasi meja VIP, 1 set ice carving inisial nama pengantin. Food stall 100 porsi soto/siomay, 1 box es puter, 25 porsi buffet keluarga.

Dekorasi 1 set pelaminan adat/modifikasi + bunga segar, 3 standing bunga segar di pelaminan, mini garden bunga segar depan pelaminan, backdrop kain belakang pelaminan, 3 pasang standing bunga segar sepanjang karpet, janur 1 pasang, karpet merah, 4 kotak angpau, dekorasi backdrop meja penerima tamu, dekorasi backdrop panggung entertainment dan mini garden, gazebo pintu masuk, pagar pembatas VIP.

Untuk foto dan video disediakan 2 buah album foto eksklusif edited, all master foto dan video, mini studio, 1 set DVD (Video liputan), 1 buah foto kanvas 40x50 cm. MC & entertainment: MC resepsi, solo keyboard, 1 wedding singer. Ada compliment 4 buku tamu dan alat tulis, penulisan nama di janur, 5 orang wedding organizer di hari resepsi, serta bonus tambahan 1 malam menginap di hotel berbintang.



Di sekeliling ruangan lantai satu ini terdapat foto-foto pasangan pengantin seukuran manusia dengan wajah berlubang untuk pengunjung memasukkan wajahnya dan berfoto di sana. Cukup menyenangkan.



Toko cindera mata ini ada di lantai satu Museum Hakka Indonesia, yang juga menyediakan makanan kecil serta minuman dingin yang akan terasa sangat membantu setelah lelah berjalan berkeliling.



Poster yang memberi penjelasan mengenai Bangunan Tulou yang rancangannya digunakan oleh Museum Hakka Indonesia. UNESCO menyebut bangunan Zencheng Lou di Yongding, Fujian, China Selatan, sebagai "contoh yang luar biasa dari sebuah tradisi dan fungsi bangunan yang menunjukkan tipe khusus untuk hidup komunal dan defensif dalam hubungan harmonis dengan lingkungan mereka".



©2021 Ikuti