Foto Museum Cheng Ho

Patung Laksamana Cheng Ho dengan jubah berkibar yang terbuat dari beton atau semen putih bertekstur halus tampak berdiri di seberang Museum Cheng Ho menghadap ke arah danau, tanpa ada ruang cukup di depan atau samping kiri-kanannya untuk bisa memotret wajah patung. Pengunjung hanya bisa memotretnya dari seberang danau menggunakan lensa tele atau dengan drone.



Di bagian depan Museum Cheng Ho TMII Jakarta terdapat tengara papan nama dipasang tepat di atas pintu masuk, dalam dua bahasa. Pada tembok sebelah kanan adalah tengara Museum Peranakan Indonesia, sedangkan plakat di sebelah kiri berisi keterangan nama penyumbang gedung ini yaitu HM Yos Soetomo, keturunan Tionghoa yang masuk Islam pada tahun 1972 dan disebut sebagai orang terkaya di Kalimantan Timur yang tetap rendah hati.



Lukisan wajah Laksamana Cheng Ho dengan jubah dan topi bersusun serta kisah kehidupannya. Ia lahir di Distrik Kunyang, Provinsi Yunan, Tiongkok, yang kebanyakan Suku Hui beragama Islam.

Cheng Ho adalah anak kedua dari lima anak Haji Ma (Ma Hazhi). Ketika Kaisar Ming mempersatukan Tiongkok setelah runtuhnya Dinasti Yuan (Mongol, 1297-1368), Provinsi Yunnan ditaklukkan oleh pasukan Ming dan ayahnya tewas.



Bagian tengah Museum Cheng Ho dengan atap tembus pandang sehingga cahaya bebas masuk ke dalam ruangan. Batu-batu putih dan kelabu ditebar untuk memberi kesan bersih dan lapang. Sejumlah pot dengan tanaman perdu tampak belum begitu dipelihara dan ditata dengan baik.



Cioksay jantan di teras depan Museum Cheng Ho, ditengarai dengan adanya bola di kakinya. Singa penjaga betina biasanya bermain dengan anaknya, dan diletakkan pada sisi yang berseberangan.



Meja kursi antik meski sudah kelihatan tua namun tidak ada larangan untuk diduduki. Di sebelah kiri ada foto dan riwayat singkat Haji Muhammad Yos Soetomo, penyumbang Gedung Museum Cheng Ho pada tahun 2008. Di sebelah kanan adalah poster berisi lukisan foto Cheng Ho dan riwayatnya.



Foto dan riwayat Cheng Ho yang cukup rinci. Disebutkan bahwa tujuan utama ekspedisi Cheng Ho adalah bukan untuk menyebarkan agama Islam, namun untuk menyebarkan keluhuran kebudayaan Tiongkok dan kebesaran kekaisaran Ming. Namun karena memang banyak pengikut Cheng Ho yang beragama Islam, maka ekspedisinya secara langsung maupun tidak ikut membantu penyebaran agama Islam di tempat-tempat dimana ia berhenti.



Peta pelayaran Laksamana Cheng Ho yang selama 27 tahun (1405 - 1433) memimpin 7 ekspedisi, 5 diantaranya singgah di beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Jawa.



Foto jenis kapal yang digunakan oleh armada Cheng Ho, yang di buku The Year China Discovered the World karya Gavin Menzies disebut telah lebih dulu digunakan untuk menjelajahi Eropa dan Amerika, hingga ke kutub utara dan selatan. Paulo Rozario menyebut bahwa pada pelayaran perdana Cheng Ho membawa 317 kapal dengan jumlah awak 27.870.



Sejumlah foto yang dikaitkan dengan benda-benda peninggalan Cheng Ho di Nusantara, setidaknya pada gaya bangunan yang dipengaruhi oleh arsitektur dari Tiongkok, seperti Masjid Raya Baiturrahman di Aceh, Masjid Lawang Kidul di Palembang, Masjid Kebon Jeruk di Jakarta, Masjid Agung Demak, dan Masjid Sendang di Tuban.



Sepasang Liong yang digunakan dalam pertunjukan barongsai diletakkan di bagian depan museum, dekat dengan pintu masuk.



Bagian tengah Museum Cheng Ho dengan ruang terbuka yang diberi kerikil putih dan kelabu, sebagai sumber cahaya ruangan dan udara. Di ujung sana terlihat lukisan Laksamana Cheng Ho dalam ukuran besar.



Ringkasan riwayat Cheng Ho lainnya, yang disebut memiliki nama muslim Haji Muhammada Syam.



Pemandangan pada danau cukup luas yang berada tepat di bagian depan gedung Museum Cheng Ho. Jika akhir pekan sepertinya pengunjung bisa naik perahu naga untuk berpesiar di sekeliling danau.



Pandangan tanpa penghalang pada danau yang airnya terlihat tenang dan jernih, dengan sebuah gazebo di ujung sana, dan sebuah perahu yang tengah sandar di tepian sebelah kanan.



Sosok patung Cheng Ho dilihat dari jarak yang lebih dekat, dengan tengara nama dan tahun kehidupannya ditoreh di bawah patung.



©2021 Ikuti