Foto Monumen Pembebasan Irian Barat

Wajah baru di area sekitar Monumen Pembebasan Irian Barat dengan danau buatan di sisi sebelah kanan dan tempat duduk melingkar di tepiannya seperti bentuk amphitheater. Monumennya sendiri tidak berubah. Sayang kami tak bisa melihat atraksi cahaya laser dan air mancur oleh sebab hanya dinyalakan pada Sabtu dan Minggu malam pada jam 18.30, 19.30 dan 20.15, masing-masing selama 15 menit.



Monumen Pembebasan Irian Barat ketika hari beranjak mulai sore, dengan lampu-lampu amphitheater dan taman mulai menyala yang menambah cantik dan semarak pemandangan. Berat Monumen Pembebasan Irian Barat Jakarta ini mencapai 8 ton, berdiri di atas landasan setinggi 20 meter dari jembatan, atau 25 meter dari landasan bawah. Karena tingginya, monumen ini menjadi semacam tugu selamat datang ketika bandar udara masih berada di Kemayoran.



Di dekat tempat saya parkir mobil, yang berada di seberang jalan dari Hotel Borobudur, ada bundaran air mancur dengan patung di tengahnya, yang tak jelas benar berupa patung apa, namun bagian puncaknya sepertinya adalah empat kepala kuda dengan penutup mata yang menghadap ke arah empat penjuru angin. Di dekat bundaran ini ada sejumlah bangku tempat duduk yang cukup nyaman.



Seorang pengunjung bersama dengan temannya tampak tengah melangkah cepat di area taman Monumen Pembebasan Irian Barat yang terlihat sudah sangat cantik. Banyak orang berolah raga di area taman Lapangan Banteng yang memang sangat representatif sebagai tempat olah raga ini. Di sebelah kiri dan kanan terlihat ada papan keterangan, serta bangku-bangku tempat duduk cukup banyak dan nyaman untuk diduduki di pagi dan sore hari.



Tengara itu menyebutkan bahwa di Taman Lapangan Banteng terdapat Monumen Pembebasan Irian Barat, Kolam Air Mancur, Amphiteater, Area Bermain Anak, Mushola, Pos Keamanan, Plaza Utara, Plaza Barat, Kantor Pengelola, Toilet Pria dan Wanita, dan ada Area Bermain Anak lagi di sekitar Plaza Selatan. Semua fasilitas itu masih terlihat baru dan bersih.



Tengara di sebelah kiri berupa simbol larangan selama berada di area Taman Lapangan Banteng, yaitu Buang Sampah Pada, Anak (Harus) Dalam Pengawasan, Dilarang Menginjak Rumput, Dilarang Membawa (Hewan) Peliharaan, Kendaraan Bermotor Dilarang Masuk, Dilarang Berjualan (namun ada banyak pedagang keliling di sana), Dilarang Membawa Minuman Keras, dan Dilarang Membuat Kegaduhan.



Air mancur dengan patung abstrak di bagian tengahnya itu dan jalanan lebar di dalam taman yang bisa digunakan untuk jogging atau latihan baris berbaris sepasukan tentara. Di belakang sana adalah gedung Pertamina.



Pohon-pohon pakis terlihat masih muda, dan mestinya terus setinggi itu saja agar tidak mengganggu pemandangan ke arah Monumen Pembebasan Irian Barat yang menjadi instalasi utama di kawasan Taman Lapangan Banteng ini.



Jalan lebar yang memutari amphiteater dengan pilar-pilar bulat penyangga tempat duduk bertingkatnya. Keberadaan tanaman rambat pada dinding atas amphiteater memberi kesan sejuk karena hijau daunnya. Sekelompom pengunjung tampak tengah duduk di lantai di antara pilar bangunan.



Bisa dikatakan bahwa kontraktor yang mengerjakan proyek revitalisasi Lapangan Banteng ini telah bekerja dengan sangat baik, tentunya mengikuti desain yang telah dibuat sebelumnya oleh biro arsiteknya yang dilakukan dengan sangat baik pula.



Beginilah penampakan area yang berada di bawah tempat duduk amphiteater dengan pilar-pilar silindris dan lantai yang cukup baik dan bersih, sehingga nyaman untuk duduk-duduk seperti yang dilakukan oleh orang-orang di sana itu. Di ujung lorong terdapat toilet wanita, dan di sayap seberangnya ada toilet pria yang bersih terawat.



Pemandangan elok pada amphiteater dengan danau buatan dimana di dalamnya terdapat titik-titik pancar air mancur dan pangkalan sinar laser yang sayangnya dimainkan hanya pada Sabtu dan Minggu malam.



Monumen Pembebasan Irian Barat dilihat dari puncak pelataran ujung area amphiteater. Jika saja di sepanjang tepian danau ada tanaman perdu pendek yang sepanjang waktu berbunga tentu akan terlihat lebih cantik lagi.



Menara Masjid Istiqlal tampak di ujung sebelah kiri sana. Di depan dua buah mobil yang tengah parkir adalah pos keamanan. Saya sempat berpikir hendak parkir di tempat itu namun ragu apakah diperbolehkan. Sebelah kanan adalah area bermain anak yang lumayan luas dengan beragam permainan bagus, serta ada dua buah lapangan sepak bola ukuran penuh.



Seorang pria berkaos merah tampak sedang melintas di depan tugu prasasti yang berisi informasi tentang Monumen Pembebasan Irian Barat. Di ujung sana yang dibatasi dengan pagar kawat agak tinggi adalah area bermain anak yang bersebelahan dengan lapangan sepak bola.



Pada foto, di sebelah kiri tugu Monumen Pembebasan Irian Barat, di bawah deretan tiang-tiang bendera yang saat itu hanya satu tiang yang dipasang bendera Merah Putih, menempel pada dinding deretan prasasti yang menyalin teks proklamasi, isi pidato atau pernyataan tokoh-tokoh nasional.



Lorong ini terdapat pada bagian paling atas dari amphiteater, cukup lebar, dan di tepiannya diberi tempat duduk beton yang melingkar sepanjang dan mengikuti garis lengkung amphiteater. Adanya pepohonan, meski tak begitu membantu pada siang hari namun memberi pandangan yang sejuk di pagi dan sore hari.



Tiga orang gadis tampak tengah berfoto selfi di depan pagar ram besi yang membatasi lubang untuk ruangan bagi tumbuhnya pohon. Pemakaian amphiteater ini bisa sangat luas dan beragam, seluas imajinasi manusia yang kreatif.



Suatu saat nanti mungkin akan dipasang penutup kolam tebal yang digerakkan dengan tenaga listrik yang memungkinkan bagian atas kolam digunakan untuk sebuah acara.



Peta dan gambar ilustrasi ini menempel pada dinding ujung kanan undakan amphiteater. Ada ilustrasi suasana Lapangan Banteng di jaman kolonial dimana orang-orang bule naik kuda atau kereta kuda. Ada pula petikan pernyataan Bung Karno bahwa “Sebelum Matahari terbit 1-1-1951 Irian Harus DItangan Kita!”. Kemudian ada ilustrasi proses pembuatan patung dan Monumen Pembebasan Irian Barat.

Peta menunjukkan nama-nama jalan yang mengelilingi Taman Lapangan Banteng, yaitu Jl Lapangan Banteng Timur, Jl Lapangan Banteng Utara, Jl Katedral, dan Jl Lapangan Banteng Selatan, serta jalan-jalan yang terhubung ke keempat jalan itu, seperti Jl Taman Pejambon, Jl Abdul Rahman Saleh, Jl Senen Raya, Jl Dr Wahidin Raya, Jl Budi Utomo, dan Jl Gedung Kesenian.

Disebutkan pula Jalur Transportasi Umum untuk menuju ke Monumen Pembebasan Irian Barat, yaitu dengan Layanan Sistem BRT TransJakarta Koridor 5 Kampung Melayu - Ancol, 2A Kalideres Pulogadung, 5C PGC 1 - Harmoni, dan 6H Lebak Bulus - Senen. Jika menggunakan Kereta Commuter Indonesia bisa naik rute Jakarta Kota - Bogor dan Jakarta Kota - Bekasi.



Ini adalah poster dari akrilik yang dipasang di sebelah poster pada foto sebelumnya, yang juga berisi ilustrasi Sejarah Pembebasan Irian Barat, memperlihatkan saat Bung Karno berpidato berlatar lambang negara Garuda Pancasila, dan Kapal Perang KRI AL dengan nomor lambung 602. Di sebelah kanan adalah ringkasan sejarah Monumen Pembebasan Irian Barat, yang idenya muncul pada tahun 1963 ole Ir. Soekarno, dan sketsa batung dibuat oleh Henk Ngantung.

Pelaksanaan dilakukan pada tahun 1963 dengan arsitek monumen Friedrich Silaban, pematung Edhi Sunarso, dan pelaksana PT Hutama Karya dibawah pimpinan Ir Sutami. Revitalisasi Lapangan Banteng dilakukan tahun 2017 - 2018 di lahan seluas 89.809 m2 dengan penggagas Pemprov DKI Jakarta, ground breaking oleh Dr. Soni Sumarsono MDM, dan peresmian oleh Anies Baswedan. Selanjutnya disebutkan pula pihak-pihak yang terlibat dalam proyek revitalisasi.



Bola Matahari terlihat berpendar merah diantara sela dahan pohon menandakan tak lama lagi senja akan jatuh di wilayah Jakarta. Lapangan rumput ini terpelihara oleh sebab tak ada orang yang melintas di atasnya, yang semestinya memang begitu. Menara Masjid Istiqlal tampak berdiri megah di sebelah kiri sana.



Pandangan dekat pada tulisan yang ada pada tugu prasasti yang berdiri cukup jauh dari Monumen Pembebasan Irian Barat.



Tugu prasasti yang isi tulisannya bisa dibaca pada foto sebelumnya. Karena ukurannya yang kecil, orang bisa terlewat untuk tidak berhenti mampir dan membacanya.



Pandangan pada Monumen Pembebasan Irian Barat dengan memunggungi prasasti pada foto sebelumnya. Tepat di bawah atap cawan monumen tidak terdapat apa-apa, hanya pengunjung bisa melihat ke arah kolam air mancur pada posisi yang sedikit lebih tinggi, demikian pula ke arah area dimana terdapat deretan tiang bendera.



Pandangan lebih dekat pada patung yang berada di puncak tugu Monumen Pembebasan Irian Barat. Belenggu hanyalah simbol fisik karena kebebasan harus dimulai dari pikiran yang merdeka terlebih dahulu.



Salinan teks Proklamasi yang dipasang pada dinding di bawah deretan tiang-tiang bendera di sisi kanan monumen.



Piagam Penyerahan Kedaulatan sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949 dimana "Kerajaan Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat lagi dan tidak dapat dicabut. Maka status quo dari keresidenan Irian Barat tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia".



Penggalan kalimat yang disampaikan oleh Muhammad Yamin di Gedung Pemuda pada tanggal 12 Agustus 1955, "Di Pantai Pasifik di ujung Nusantara, membujur Irian meringkuk dijajah, menjadi koloni Belanda serakah, melanggar janji azas manusia, Irian Pusaka Indonesia, rekyat berjuang menyatukan bangsa, rakyat bertempur menggabungkan nusa, tujuh Mandala bebas Merdeka, demi amanat Proklamasi bahagia Irian daulat Indonesia."



Penggalan kalimat yang diucapkan oleh Zainal Abidin Syah, Gubernur Irian Barat pada tanggal 10 November 1956, “Kita semuanya mengetahui kemerdekaan tanah air kita belum sempurna. Irian Barat sebagian wilayah dari tanah air kita masih dijajah. Di sana masih menetap penjajah imperialisme Belanda, sehingga sebagian dari saudara-saudara bangsa kita di sana masih berada dalam ranta belenggu penjajah.”



Salinan Deklarasi Djuanda yang dibuat pada 13 Desember 1957, yang berbunyi “Segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian dari perairan pedalam atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia.”



Penggalan kalimat yang diucapkan oleh Jenderal AH Nasution yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, di Cibogo, Bogor, pada tanggal 13 April 1961, “Kita sudah berada di titik yang tidak akan kembali lagi, “point of no return”. Kita maju terus pantang mundur sampai Irian Barat kembali ke tangan kita.”



Penggalan Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961, “Pemerintah Indonesia tidak mau bicara lagi dengan Pemerintah Belanda mengenai Irian Barat, dan kita menjalankan politik konfrontasi di segala bidang. Kita hanya mau berunding dengan Belanda atas dasar penyerahan Irian Barat kepada wilayah kekuasaan Republik Indonesia.”



Amanat Presiden / Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia Sukarno di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961, “… dan kini karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat dengan memecah belah bangsa dan tanah air Indonesia, maka kami perintahkan kepada Rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando Rakyat”. Tri Komando Rakyat itu kemudian lebih dikenal dengan sebutan Trikora.



Lorong yang berada di bawah deretan tiang bendera ini digunakan sebagai toilet untuk pria, sedangkan toilet untuk wanita ada pada deretan yang sama namun terpisah lorongnya. Kondisi toilet dalam keadaan bersih dan terawat dengan baik.



Relief pada dinding di bawah deretan tiang bendera di sebelah kanan Monumen Pembebasan Irian Barat yang memperlihatkan suasana saat pembacaan Teks Proklamasi, sebuah upacara bendera, dan Konferensi Meja Bundar.



Ruangan yang berada di bawah tugu Monumen Pembebasan Irian Barat yang hanya bisa saya potret dari balik pintu kaca oleh karena saat itu tutup, mungkin karena hari Senin. Poster di sana itu berisikan foto lawas dan teks yang menceritakan perjalanan bangsa Indonesia dari mulai jaman penjajahan Belanda dan Jepang, hingga jaman kemerdekaan.



Pandangan pada ruangan di bawah tugu Monumen Pembebasan Irian Barat, dilihat dari belakang pilar-pilar beton penyangganya.



Relief satu lagi, masih pada dinding di bawah deretan tiang bendera, menggambarkan suasana saat Presiden Soekarno berpidato, mungkin pidato Trikora, dengan latar lambang negara Garuda Pancasila, peta Irian Barat (sekarang Papua) dan kapal-kapal perang RI.



Teks Trikora yang merupakan amanat Presiden / Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia Ir Soekarno pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta, yaitu. “1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda kolonial; 2. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia; 3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.”



Kutipan kalimat Mayor TNI Johannes Abraham di Mara tahun 1962, “Laksanakan Tri Komando Rakyat dan mulai sekarang siap memegang semboyan “Tiga S” yaitu “Siap”, “Sedia”, dan “Serbu”. Lalu ada kalimat kutipan dari Laksamana Madya TNI Yosaphat Sudarso (Yos Sudarso) di Laut Arafuru pada tanggal 15 Januari 1962, “Kobarkan Semangat Pertempuran”.



Kutipan kalimat yang diucapkan oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto sebagai Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat pada tahun a962, “Bayangkan mereka telah menyediakan diri dengan dilemparkan di tengah malam buta, di tengah hutan yang tidak mereka kenal, dan entah apakah mereka akan jatuh di rawa atau tersangkut di pohon. Mereka begitu taat kepada komando yang sebenarnya mereka taat kepada kepatriotan, mereka membela kejayaan negara, membela kebulatan negara, mereka cinta kepada negara dan bangsa."



Kalimat yang diucapkan oleh H Dr Subandrio di New York pada 15 Agustus 1962, “Now that this agreement has been signed, now that the Indonesian unity is reaching its completion, I sincerely hope that the traditional friendship between Indonesia and Netherlands could be restored.”



Potongan pidato Presiden Sukarno di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1962, “Irian Barat harus dibebaskan dari kolonialisme Belanda sebelum ayam jantan berkokok pada tanggal 1 Januari 1963.”



Kutipan Piagam Kotabaru, 3 Februari 1963, “Bahwa kami putera-putera Irian Barat juga mengakui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Rakyat dan Wilayah Irian Barat dari tangan penjajah, mendukung cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan mengakui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai Sumpah Rakyat Irian Barat.”



Petikan kalimat yang diucapkan Presiden Sukarno di Kotabaru pada tanggal 4 Mei 1963, “… dan syukur alhamdulillah 1 Mei.., 1 Mei tepat, bendera UNTEA sudah turun, Bendera Sang Merah Putih yang kita cintai telah dinaikkan sebagai bendera tunggal di Irian Barat. Republik Indonesia sudah utuh kembali, yaitu saya ulangi kekuasaan antara Sabang dan Merauke.”



Petikan kalimat Presiden Sukarno pada saat peresmian Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta, pada 18 Agustus 1963, “Satu monumen yang perkasa, namanya Monumen Irian Barat. Bisa juga diartikan sebagai monumen perjuangan kita untuk membebaskan seluruh tanah air kita Indonesia dari cengkeraman imperialisme, jadi bukan saja Irian Barat tetapi seluruh tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Monumen ini adalah juga monumen menggambarkan jiwa kita, semangat kita, cita-cita kita, yaitu menjadi satu bangsa yang besar.”



Monumen Pembebasan Irian Barat di latar belakang saat beberapa orang pemuda berseragam warna orange, yang saya duga adalah dari sebuah kesatuan militer, tengah berlatih fisik dengan berlari di seputar Taman Lapangan Banteng.



Ada kelompok lain, yang ini saya duga adalah orang sipil, yang juga tengah berolah raga secara bersama-sama di area yang terletak di ujung sebelah kiri amphiteater. Taman Lapangan Banteng tampaknya telah menjadi pilihan yang disukai untuk melakukan kegiatan olah raga di sore hari, dan pastinya juga di pagi hari.



Monumen Pembebasan Irian Barat dilihat dari arah belakang, dengan gestur tangan dan kaki yang sangat ekspresif menyuarakan lepasnya jiwa dan raga dari belenggu penjajahan kolonial.



Tanjakan atau turunan di bagian belakang dan di sisi depan tugu Monumen Pembebasan Irian Barat menjadi tempat yang disukai pengunjung untuk berfoto. Luasnya area ini memungkinkan rombongan dalam jumlah besar untuk berfoto bersama di sana.



Pandangan ke arah area yang berada di sisi belakang patung Monumen Pembebasan Irian Barat, diambil dari ruangan terbuka yang lokasinya berada tepat di bawah tugu.



Pandangan ke arah area yang tepat berada di pusat kolam air mancur. Empat kotak segi empat yang terlihat di lantai di tengah area boleh jadi merupakan sumber keluarnya sinar lampu sorot laser saat atraksi berlangsung.



Masih dari area yang berada tepat di bawah tugu Monumen Pembebasan Irian Barat dengan pandangan mengarah ke sisi sebelah kanan amphiteater.



Masih di posisi yang sama, kini pandangan mengarah ke sisi sebelah kiri amphiteater. Seperti terlihat pada foto ada dua akses masuk ke area amphiteater di sisi ini, sehingga semuanya ada 5 akses masuk termasuk dari bagian tengah yang paling lebar lorongnya.



Masih dari area di bawah tugu Monumen Pembebasan Irian Barat dengan pandangan mengarah ke Masjid Istiqlal yang terlihat kubah serta menaranya, dan Gereja Katedral dengan menara kembarnya.



Pandangan lainnya pada sisi sebelah kanan amphiteater. Gedung tinggi di latar belakang sebelah kiri adalah Hotel Borobudur yang restorannya dulu merupakan salah satu tempat favorit untuk menikmati sop buntut dan sop buntut goreng.



Sudut pandang lainnya yang mengarah ke gedung Pertamina dengan tugu prasasti terlihat di sebelah kiri depan. Jauh di ujung sana adalah lidah api bersaput emas dari Tugu Monumen Nasional.



Rombongan kecil pemuda berambut cepak dan berbadan atletis itu melintas lagi. Cukup lama mereka berolah raga lari hingga senja mulai jatuh di kawasan Lapangan Banteng. Di sebelah kiri adalah tembok dimana terdapat deretan prasasti yang berisi cuplikan sejarah.



Lapangan sepak bola ini berada di sisi kiri luar Monumen Pembebasan Irian Barat. Seringnya lapangan rumput itu dipakai dan perawatan yang kurang sigap membuatnya mulai gundul di bagian yang sering digunakan untuk menggiring bola.



Sisi sebelah kiri area Taman Lapangan Banteng yang digunakan untuk area bermain anak, dengan sejumlah permainan luncuran serta ayunan. Penjual makanan dan minuman keliling bisa ditemui di sini, yang cukup membantu bagi pengunjung yang merasa haus dan lapar, meskipun di beberapa tempat telah disediakan kran dengan air siap minum.



Di latar depan adalah dagangan yang berisi minuman dingin dan minuman panas, serta pop mie dan makanan kecil lainnya. Fasilitas di area bermain anak boleh dikatakan memiliki kualitas yang sangat baik, dengan jumlah dan ragam permainan yang cukup memadai.



Pandangan dekat pada salah satu jenis permainan anak berupa luncuran ulir. Sisi keamanan juga bisa dikatakan cukup baik, dengan alas pasir atau pun alas karet yang jika anak jatuh tidak akan menimbulkan luka serius.



Lapangan bola di sisi sebelah kiri juga sudah terlihat mulai gundul rumputnya. Diperlukan pengaturan jadwal bermain dan pemeliharaan yang baik agar lapangan itu bisa tetap hijau dan enak untuk bermain bola.



Pandangan ke arah Monumen Pembebasan Irian Barat dari area bermain anak yang dibatasi dengan pagar kawat cukup tinggi dengan satu akses masuk selalu terbuka di bagian tengahnya.



Seekor kucing yang tengah tertidur dengan cara yang menggelikan di sekitar area bermain anak sempat menarik perhatian saya.



Ada baiknya di area sekitar taman bermain anak itu ditanami lebih banyak lagi pepohonan, yang nantinya bisa menjadi hutan kota kecil, terutama pohon-pohon dari jenis yang langka dan eksotis.



Sebagai pengembangan, bisa dipertimbangkan ada area dimana anak-anak bisa berkumpul untuk mendengarkan cerita hikayat atau legenda, baik oleh komunitas maupun relawan, dan tempat mereka mengasah kreativitas di tempat terbuka, seperti menggambar atau membuat craft.



Dengan kualitas lapangan seperti ini akan lebih sulit untuk melahirkan pemain hebat yang tumbuh dari bawah, oleh sebab mereka tidak terbiasa bermain di atas lapangan rumput standar.



Monumen Pembebasan Irian Barat dilihat dari awal undakan yang menuju ke area terbuka dimana terdapat deretan tiang bendera, yang di bawahnya terdapat toilet dan ruangan lainnya, serta tulisan bersejarah yang menempel pada tembok.



Sudut pandang lainnya pada Monumen Pembebasan Irian Barat dari bawah undakan menuju ke dereta tiang bendera. Lampu-lampu di kiri kanan undakan terlihat sudah menyala menandakan hari sudah mulai sore.


Pandangan pada lorong terbuka yang menjadi tempat berdirinya tiang-tiang bendera yang akan terlihat cantik jika sedang ada banyak bendera berkibar di sana.



Pandangan dari lorong bendera ke arah deretan pepohonan yang sudah lama ada sebelum revitalisasi Lapangan Banteng dilakukan.



Monumen Pembebasan Irian Barat dan amphiteater dilihat dari area tiang bendera yang ditanami dengan bebungaan di tepiannya, mempercantik pemandangan di sana.



Pandangan dari area tiang bendera mengarah ke Hotel Borobudur di belakang sana, dengan area air mancur dan amphiteater di bagian tengah.



Berfoto dengan meniru gaya patung yang berada di puncak tugu Monumen Pembebasan Irian Barat.



Pandangan dengan memunggungi Monumen Pembebasan Irian Barat dengan tugu prasasti di tepian lapangan rumput, serta Tugu Monas serta menara Masjid Istiqlal di latar belakang sana.



Saat lampu sudah menyala, sekelompok orang yang saya lihat ketika baru saja tiba di Lapangan Banteng itu terlihat masih asik bergerombol di sana.



Jam pada foto menunjukkan angka 5.48 PM namun langit Jakarta masih cukup terang meski lampu amphiteater dan lampu taman, yang mungkin memakai sensor cahaya, sudah mulai menyala.



Lampu-lampu taman ada yang dipasang pada dahan pohon yang memberi bias cukup artistik ketika sinarnya jatuh pada lorong pedestrian.



Lampu-lampu taman dan lampu amphiteater yang telah menyala memberi ambien yang berbeda, lebih indah, dibandingkan ketika sore hari, meski lampu pada tugu Monumen Pembebasan Irian Barat belum lagi dihidupkan. Peletakan lampu taman di atas pohon memberi nuansa yang berbeda.



Sudut pandang yang berbeda ke arah area pepohonan. Menikmati senja di Taman Lapangan Banteng, setelah sebelumnya berjalan-jalan mengelilinginya, merupakan kegiatan yang cukup menyenangkan.



Sudut pandang lain yang tak kalah cantiknya. Ketika malam telah benar-benar jatuh suasananya tentu akan berbeda lagi, yang saya kira juga akan sama eloknya.



Suasana yang terekam saat langit semakin redup, namun lampu pada tugu Monumen Pembebasan Irian Barat belum juga menyala.



Pemandangan pada area Taman Lapangan Banteng lainnya. Hingga malam hari tempat ini masih cukup ramai, dan pengunjung merasa aman berada di sana karena adanya pos jaga, serta cukupnya penerangan.



Pandangan ke arah tempat dimana kami parkir yang berada di jalan di seberang Hotel Borobudur. Saya perkirakan akan sulit mendapat tempat parkir di sana pada akhir pekan, karena banyaknya orang yang hendak melihat pertunjukan air mancur dan sinar laser.



©2021 Ikuti