Jika saja tembok-tembok itu dicat dengan warna putih bersih, bukan warna biru seperti pada foto, akan memberi nuansa yang jauh lebih baik. Akan lebih baik jika temboknya dilapis dengan tatanan batu kali tipis untuk memberi kesan alami.
Seorang pria tampak melintas di jalur pedestrian di bagian bawah patung, tanpa menengokkan kepala ke arah kanan atas. Jika saja ada prasasti berisi riwayat singkat di tepi jalan itu akan lebih mungkin untuk orang sejenak berhenti, membaca, dan mengapresiasi orang yang patungnya dibuat di atas sana itu.
Pengemis, tembok yang mulai kotor, pagar, dan taman serta patung di atas sana. Ada cerita yang tak sambung, karena cita-cita kemerdekaan belum tercapai.
Pandangan ke arah Taman Monumen Bung Hatta yang diambil dari tepian jalan aspal. Warna biru pada tembok memang terlihat sangat mengganggu pemandangan, meski taman dan rerumputan terlihat bersih terawat.
Beberapa orang gadis tampak berjalan memintas, dan saya perhatikan mereka pun tidak menyempatkan menengok ke arah taman. Boleh jadi mereka memang tiap hari lewat di sana, dan patung Bung Hatta sudah menjadi pemandangan biasa, yang tak lagi menarik untuk dilihat.
Selama beberapa saat saya berdiri di seberang jalan mengamati orang lalu lalang, memang hampir tak ada yang memberi perhatian pada taman dan patung di atas sana. Patung dan monumen dibuat dengan biaya mahal bukan hanya sebagai bentuk penghormatan bagi sang tokoh, namun mestinya juga sebagai pengingat bagi generasi muda untuk mengapresiasi jasa sang tokoh dan menjadikannya sebagai sosok teladan dan sumber inspirasi. Namun sering patung dibuat untuk dilupakan, untuk hanya sesekali diingat jika ada peringatan pada tanggal tertentu.
Sponsored Link