Foto Pura Tirta Bhuana

Gapura candi bentar ini berada di sisi Jalan Jatiluhur I dengan tulisan selamat datang dan om suastiastu yang berhenti hanya sebatas tulisan, oleh sebab pintu ini terkunci, dan meski saya beberapa kali mencoba menarik perhatian orang yang ada di dalam pura, tak ada satu pun orang yang keluar mendekati saya untuk menyapa, malah gonggong anjing-anjing galak yang terus terdengar dan berusaha menghalau saya dari pintu pura.



Area jaba jero ini saya ambil fotonya dari undakan yang ada di pintu tambahan di sebelah kanan kori agung, mentaati permintaan petugas untuk tidak melangkahkan kaki masuk ke dalam area yang dianggap paling sakral ini. Di tempat ini penganut agama Hindu bersembahyang dan melakukan ritual keagamaan menghadap candi utama dan stana yang ada di sampingnya.



Pandangan tegak pada gapura candi bentar Pura Agung Tirta Bhuana yang memisahkan area nista mandala (jaba pisan, halaman luar) dengan madya mandala (jaba tengah, halaman tengah). Candi bentar adalah gapura yang bagian atasnya terpisah, sedangkan gapura paduraksa bagian atasnya bertaut.



Pandangan mendatar pada gapura candi bentar yang berada di sisi Jalan Jatiluhur I dimana terdapat area memanjang untuk parkir mobil. Ram-raman besi pada bagian bawah sepasang arca Dwarapala adalah digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesaji.



Sebuah stana, tempat pemujaan dimana di dalamnya biasanya ada arca dewa, yang berada di dekat gapura candi bentar kedua yang ada di bagian depan. Gapura ini letaknya setelah gerbang paduraksa depan yang sepertinya memang hanya berfungsi sebagai gerbang, bukan sebagai bagian dari bangunan pura.



Bangunan di sebelah kiri sepertinya berfungsi sebagai kelir atau penutup pandangan mata orang lalu lalang dari area nista mandala di luar pura ke ara madya mandala di bagian tengah pura. Jalur kotak di latar depan menuju ke kanan adalah jalan menuju ke kori agung Pura Tirta Bhuana.



Sebuah arca Ganesha dengan meja sesaji diletakkan di bagian depannya. Patung adalah menjadi semacam penghubung antara si pemuja dengan yang dipuja yang bisa membantu memberi suasana khusuk dan memudahkan pemusatan pikiran. Ganesha adalah Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan, Dewa Pelindung dan Penolak Bala serta Dewa Kebijaksanaan yang dipuja oleh umat Hindu. Karenya Ganesha digunakan sebagai lambang sebuah institut terkenal di Kota Bandung.



Sudut pandang lain pada Arca Ganesha di Pura Agung Tirta Bhuana, Bekasi. Tempat patung yang dibiarkan terbuka tanpa penutup membuat kain yang menghias bagian bawah patung, serta payung poleng di atasnya, sudah terlihat mulai pudar warnanya, meski mungkin belum lama diganti dengan yang baru.



Pepohonan yang daunnya hijau rimbun serta berbunga kuning merah membuat suasana pura menjadi lebih sejuk dan segar. Ini sangat membantu pengunjung oleh sebab lingkungan pura sebagian besar memang dibuat terbuka, terkecuali di beberapa tempat yang didirikan bale untuk keperluan tertentu.



Kori agung di bagian tengah yang berbentuk gapura paduraksa dengan pintu tambahan di sebelah kiri dan kanannya. Kori agung hanya dibuka jika sedang ada perayaan ritual dan tak sembarangan orang pula yang boleh melewatinya. Sepasang arca dwarapala, kadang naga, pintu berukir indah berwarna keemasan, ukiran Kala di atas pintu adalah ciri dari kori agung di sebuah pura. Kadang ornamen Kala dibuat pada setiap tingkatan di atas kori. Dari atas undakan di atas pintu samping kiri kanan itulah saya bisa melongok untuk melihat isi dari jaba jero atau utama mandala.



Pandangan tegak pada gapura paduraksa Kori Agung yang menjadi jalan masuk ke area jaba jero bagi para pendeta dan petinggi, sementara umat kebanyakan akan melewati pintu samping di sebelah kiri, dan pintu samping sebelah kanan digunakan sebagai pintu kelluar. Arca Dwarapala yang menjaga pintu juga merupakan bayangan cermin dengan gada berada pada tangan yang ada di bagian luar. Tempat sesaji dipasang di depan kaki arca.



Pandangan lebih dekat lagi pada kori agung dengan trap-trapan keemasan di atasnya yang berujung pada kepala Kala. Ukiran pada pintu terlihat sangat indah dan teliti, dengan sosok dewa di sebelah kiri dan sosok Hanoman atau Sugriwa di sebelah kanan, serta ukiran kepala Kala di bawahnya. Ukiran lainnya berupa dedaunan dan bebungaan serta bentuk geometris yang menyajikan lambang swastika.



Di belakang kori agung juga ada tembok kelir yang menjadi penghalang pandang dari area madya mandala ke utama mandala. Di belakang tembok kelir ada bale beratap ijuk tanpa dinding dengan sejumlah benda di dalamnya. Deretan keramik yang diseling rumput adalah menjadi tempat duduk umat ketika mereka mengikuti acara ritual keagamaan.



Sebuah bale terlihat berada di sisi sebelah kiri depan area utama mandala Pura Agung Tirta Bhuana yang dibiarkan kosong tanpa ada satu pun benda di dalamnya. Di ujung sana adalah stana berbalut kain poleng yang di bagian atas biasanya berisi patung salah satu patung dewa utama yang dipuja di pura.



Bale yang ada di sisi sebelah kanan, dengan sejumlah benda diletakkan pada rak yang menutup sisi sebelah kanan bangunan ini. Di ujung sana ada stana lainnya yang tidak begitu besar dan tidak begitu tinggi bangunannya dibandingkan dengan stana yang ada di sisi sebelah kiri area. Hari masih pagi dan tak terlihat ada seorang pun yang tengah bersembahyang di sana.



Pandangan tegak pada meru yang merupakan bangunan utama di area jaba jero. Seperti tampak pada foto, di bagian atas ada patung berwarna keemasan yang terlihat dari sela dedaunan, yang kemungkinan adalah patung Dewa Indra. Dalam ajaran agama Hindu, Indra merupakan dewa cuaca dan raja kahyangan, yang diberi gelar dewa petir, dewa hujan, dewa perang, raja surga, pemimpin para dewa, dan banyak lagi sebutan lainnya.



Ujung bagian depan air parkir yang berada di sisi sebelah kanan kompleks Pura Agung Tirta Bhuana, dengan sebuah pohon beringin cukup tua yang menjadi tempat berteduh ojek pangkalan. Umur pohon ini saya sama mudanya dengan umur pura.



Gerbang depan pura dengan sepasang singa penjaga di kiri dan kanannya, yang mengingatkan saya pada cioksay yang biasa berjaga di depan kelenteng Tao. Halaman depan pura ini hanya bisa dipakai untuk parkir sepeda motor, namun mungkin dipakai untuk parkir kendaraan petinggi pura saat berlangsungnya sebuah acara ritual.



Pandangan lebih dekat pada pohon beringin yang dibagian bawahnya diikat dengan lembaran kain sederhana untuk menempelkan akar gantung pada batang pohon. Akar gantung yang agak jauh dari batang pohon sepertinya selalu dipotong agar tak mengganggu orang yang mangkal atau lewat di bawahnya.



Area parkir kendaraan roda empat yang memanjang di sisi sebelah kanan pura. Adanya pepohonan di samping dinding pura membantu memberi keteduhan bagi kendaraan yang parkir di sana selain membuat pandangan mata menjadi lebih sejuk. Halaman ini terlihat bersih, pertanda sampah dedaunannya telah disapu oleh petugas.



©2021 Ikuti