Foto Pulau Cangkir

Beberapa ibu-ibu tampak tengah menunggu anaknya bermain di tempat dengan fasilitas yang sangat terbatas dan sederhana. Sementara di latar belakang sana adalah jembatan bambu dengan saung di beberapa titik yang digunakan orang untuk memancing ikan laut. Ada dua jembatan bambu seperti ini, satu di sisi utara yang panjang dan satu lagi di sisi sebelah barat yang lebih pendek.



Ini adalah bangunan makam kedua di Pulau Cangkir Kronjo Tangerang, untuk kubur orang yang sama, yaitu Pangeran Jaga Lautan. Bangunan makam ini terlihat lebih besar dan lebih baik ketimbang bangunan makam yang pertama. Untuk masuk ke dalam area ini orang harus menjinjing alas kaki karena akan keluar di tempat yang berbeda. Area ini dijaga oleh beberapa orang berpakaian agamis. Entah bagaimana kisahnya sehingga di pulau ini sampai ada dua makam untuk orang sama yang terpisah hanya beberapa puluh langkah.



Beberapa langkah dari tempat kami parkir terlihat bangunan bertulis "Peziarahan Maqom Waliyullah Pangeran Jaga Lautan". Saat masuk ke dalam bangunan bertiang bambu besar dan beratap rumbia tampak sekumpulan pria, wanita dan anak-anak, tengah menghadap ke arah cungkup makam dengan lubang lengkung rendah bertulis aksara Arab gundul di atasnya. Sebagian peziarah tengah duduk membaca tahlil, dan sebagian lagi tengah berdiri menunggu sesuatu.



Pantai Pulau Cangkir yang berbatu dan air yang keruh tak menghalangi anak-anak untuk mencebur dengan pakaian seadanya dan bermain air laut yang ombaknya tenang. Adanya tempat penyewaan ban memberi kesenangan tambahan bagi anak yang orang tuanya mau merogoh kocek untuk kesenangan anaknya. Sejumlah perahu nelayan tampak terlihat di cakrawala sana.



Beberapa langkah dari tempat kami parkir terlihat bangunan pada foto di atas bertulis "Peziarahan Maqom Waliyullah Pangeran Jaga Lautan". Saat masuk ke dalam bangunan bertiang bambu besar dan beratap rumbia ini tampak sekumpulan pria, wanita dan anak-anak, tengah menghadap ke arah cungkup makam dengan lubang lengkung rendah bertulis aksara Arab gundul di atasnya. Sebagian peziarah tengah duduk membaca tahlil, dan sebagian lagi tengah berdiri menunggu sesuatu.



Lorong di dalam Pulau Cangkir yang terbentuk dari deretan lapak pedagang aneka rupa yang sama sekali tak teratur dengan tenda-tenda plastik yang semakin menambah keruwetan.



Salah satu titik di pinggiran Pulau Cangkir dengan dermaga bambu sederhana dan saung-saung serta rumah setengah kumuh di tepian pulau yang tak berpantai.



Salah satu saung di pinggiran laut yang bisa dipakai untuk bersantai, namun tak ada selera saya untuk mampir ke sana.



Seorang bapak tengah menumbukkan alunya ke dalam lumpang untuk membuat adonan untuk dijual. Sayang saya lupa apa nama makanan atau bumbu yang seperti terasi itu.



Spanduk yang memberi ucapan selamat datang kepada para peziarah. Jika bukan untuk berziarah, maka orang datang ke Pulau Cangkir untuk memancing di joran.



Lorong yang terkesan ruwet karena tanpa penataan yang baik, dengan papan arah ke makam kedua di Pulau Cangkir, untuk orang yang sama dengan yang ada di makam pertama. Ada yang menyebut bahwa yang kedua itulah yang asli.



Sebuah gentong dengan ornamen keemasan di area makam. Ada air keramat yang bisa diperoleh di tempat itu, namun saya tak tertarik untuk mencobanya.



Tua muda berzikir di depan makam. Yang tua mungkin mengharapakna rizki lancar, yang muda mungkin berharap lulus sekolah atau mendapat kerja yang bagus. Selalu ada alasan jika orang pergi ke makam.



Serombongan ibu-ibu dengan para bapaknya terlihat tengah membaca tahlil di depan makam mbah Jaga Laut. Masing-masing orang tentu datang dengan masalahnya sendiri dan mungkin berharap berkah, namun tentu ada juga yang semata berziarah tanpa berharap ada imbal balik.



Makam pendiri, pemelihara dan yang melestarikan Pulau Cangkir, bernama Waslim bin Suryadi. Sudah selayaknya ia mendapat penghormatan atas apa yang telah dilakukan semasa hidupnya.



Di ruangan ini ada beberapa orang yang duduk berjaga mengawasi para peziarah. Selain menjaga kotak sumbangan, mungkin mereka mengutip bayaran pada peziarah yang mengambil botol air mineral yang ada di sana.



Ini adalah tempat dan suasana yang akan terlihat saat peziarah keluar dari area makam. Kesan sederhana dan apa adanya, setengah kumuh, terasa di sini. Ada sejumlah mainan anak-anak di ujung area ini.



Serangkaian foto yang memperlihatkan saat anak-anak bermain di air laut, yang meski terlihat keruh ternyata tak mengurangi kegembiraan mereka. Kebanyakan laut utara Jawa memang keruh, pengaruh kerusakan lingkungan di daratan yang dibawa sungai ke laut.



Wajah anak-anak meski diblur pun masih tertangkap ekspresi gembiranya. Bermain di laut asiknya memang jika ada teman bermain, makin banyak lebih asik.



Kembali asik bermain setelah sempat menyadari bahwa ada yang memotret keceriaan mereka di air laut Pulau Cangkir Kronjo. Ketika melihat ke arah kamera mereka biasanya menunjukkan wajah yang lebih riang. Menangkap ekspresi anak-anak menjadi momen yang menyenangkan saat berada di pantai. Tanpa mereka, laut mati.



Tetap tertawa riang ketika difoto saat bermain air, meski mungkin tak akan pernah melihat hasil fotonya. Boleh jadi mereka baru melihatnya saat sudah besar nanti ... Tak apa, yang penting mereka menikmati kebersamaan meski bermain di air laut yang keruh.



Wajah-wajah anak-anak yang riang saat bermain di air laut Pulau Cangkir Kronjo. Adanya sewaan ban membuat anak kecil pun bisa ikutan bermain di air, dengan ditemani anak-anak yang lebih besar. Apalagi pantainya relatif dangkal dan tak ada ombak besar yang perlu dikhawatirkan.



Bermain bersama memang mengasyikkan, entah berdua apalagi jika berempat bersama-sama berbagi sepetak tempat di atas ban karet yang cukup besar. Air laut yang keruh pun tak jadi soal, yang penting air laut, begitu mungkin yang terpikir.



Salah satu joran yang menjadi tujuan para penggila memancing ikan di Pulau Cangkir. Jembatan bambunya menjorok sangat jauh ke tengah laut. Lautu utara Jawa relatif tenang sehingga orang mungkin merasa nyaman saja meski berada di joran sederhana di atas laut yang jauh dari daratan.



©2021 Ikuti