Sumur Pasucen yang konon airnya keluar setelah Panembahan Kalibening menancapkan pusakanya itu. Airnya terus melimpah dari bibir sumur yang bentuknya bundar ini. Air sumur yang luar biasa bening ini terasa sejuk di tangan dan muka. Ki Ardja Semita menyebutkan bahwa ada dua mata air di sumur yang kedalamannya sekitar empat meter ini.
Pendopo tradisional cantik yang berada tepat di depan Museum Kalibening, dengan empat soko guru dan pilar-pilar penunjang. Pada blandar terdapat torehan aksara berbunyi “Keblat papat gapuraning praja”, kiblat empat gapuranya negri.
Jalanan yang diperkeras dengan tatanan batu agar tidak berlumpur dan licin diwaktu hujan. Jalanan yang cukup rapi ini sudah berada di perbukitan Makam Panembahan Kalibening setelah melewati undakan pertama yang berawal di pertigaan Desa Dawuhan itu.
Di ujung sana adalah Ki Ardja Semita yang menyusul dengan berjalan pelan. Agak was-was juga melihat kakek yang sudah sepuh itu menaiki undakan menggunakan tongkat. Ketika ia sampai di tempat saya menunggu, nafasnya sudah sedikit memburu dan pendek-pendek. Beriringan kami pun meneruskan langkah kaki dengan pelan menapaki undakan yang ternyata masih lumayan jauh.
Sponsored Link