Foto Museum Pos

Tampak muka gedung Museum Pos Indonesia Bandung, dengan undakan menuju ke teras museum. Di samping anak tangga ini terdapat bis surat kuno yang masih ditulis dengan bahasa Belanda. Untuk masuk ke Museum Pos Indonesia, setelah meniti anak tangga kami kemudian menyusur lorong menuju ke arah sebelah kiri. Pada lorong teras Museum Pos Indonesia terdapat Patung dada Mas Soeharto, Kepala Jawatan PTT (Pos Telegrap dan Telepon) Indonesia pertama. Patung ini dibuat pada 1983 oleh Abdul Djalil Pirous.



Instalasi ukuran utuh di Museum Pos Indonesia Bandung yang memperlihatkan petugas Pos Keliling Desa, lengkap dengan seragam, helm, motor dan kota suratnya, tengah berada di kantor Desa Sukawenang, Ciwidey, Bandung Selatan. Ada pula koleksi berupa gerobak pos dengan roda kayu yang besar, dan bis-bis surat dari jaman kolonial sampai jaman republik.



Lemari-lemari tarik di sebelah kiri tempat penyimpanan koleksi prangko yang jumlahnya mencapai puluhan ribu di Museum Pos Indonesia Bandung. Saya sempat berpikir tentang keamanan koleksi prangko yang sangat berharga ini. Saat itu hanya ada petugas kebersihan yang terlihat, dan saya tak memperhatikan apakah sudah dipasang CCTV di sana.



Patung dada Mas Soeharto, Kepala Jawatan PTT (Pos Telegrap dan Telepon) seluruh Indonesia yang pertama, pada tepi lorong yang menuju ke ruang museum. Patung ini dibuat pada 1983 oleh seniman lukis dan grafis terkenal Abdul Djalil Pirous.



Pigura yang berisi tulisan tentang riwayat Museum Pos Indonesia, yang bermula sejak bernama Museum PTT (Pos Telegrap dan Telepon) di jaman kolonial Belanda, hingga sampai diresmikannya nama Museum Pos Indonesia pada 20 Junu 1995.



Bis-bis surat dari jaman kolonial sampai jaman republik. Koleksi Museum Pos Indonesia terdiri dari peralatan pos, visualisasi dan diorama kegiatan layanan pos, serta koleksi perangko dari berbagai negara.



Koleksi sepeda pos pengangkut roda dua dengan beberapa merk. Ada yang kebanyakan dipakai untuk mengangkut dokumen dan surat, ada pula yang lebih banyak dipakai untuk mengirimkan paket sehingga dibuat kotak khusus di atas roda sebagai wadahnya.



Gerobak pos dengan roda kayu yang besar menjadi salah satu koleksi barang antik di Museum Pos Indonesia. Tak jelas apakah ditarik dengan kuda atau binatang lainnya. Akan sangat merepotkan jika ditarik dengan sepeda ontel atau ditarik oleh manusia.



Perangko terbitan pertama di Hindia Belanda dengan foto Raja Wilem ke-3 yang diterbitkan pada 1864. Ada cap Poerwor(ejo) dan nomor-nomor yang entah maksudnya apa. Nilai perangkonya 10 sen.



Beginilah yang akan dilihat oleh pengunjung ketika koleksi perangko dikeluarkan dari dalam papan gesernya. Agak merepotkan memang, karena tidak bisa melihat dengan cukup jelas lantaran jauh, atau harus memiringkan badan untuk melihat dengan lebih dekat.



Koleksi perangko dari Kerajaan Monaco dengan foto ratu dan raja, dan gambar-gambar lainnya. Ada yang berbentuk segitiga, ada yang segiempat mendatar dan tegak, dan ada pula yang berbentuk wajik atau intan.



Koleksi foto perangko The Penny Black, dengan lukisan Ratu Victoria, yang merupakan perangko pertama di dunia, diterbitkan oleh Pemerintah Inggris pada tanggal 16 Mei 1840.



Sir Rowland Hill, pencetus gagasan pemakaian prangko untuk pengganti pelunasan biaya pengiriman surat dengan uang tunai yang biasanya dibayar penerima. Ia dilahirkan di Inggris pada 3 Desember 1795.



Sebuah poster pameran reproduksi foto Surat Emas Raja-Raja dan Naskah Nusantara yang diambil dari koleksi the British Library. Yang paling penting dalam pameran ini adalah surat kepada pejabat tinggi dan raja Inggris dari para raja dan bangsawan berbagai daerah Nusantara, seperti dari Aceh, Ambon, Bandung, Banjarmasin, Banten, Bone, Buleleng, Cirebon, Karangasem, Lingga, Palembang, Pontianak, Riau, Sambas, Siak, Sumenep, Surakarta, Ternate, Tidore, dan Yogyakarta.



Surat Emas Pontianak. Kesultanan Pontianak didirikan sekitar tahun 1772. Sultan kedua, Syarif Kasim, memiliki hubungan baik dengan Inggris, dan surat-suratnya kepada Raffles bernada bersahabat. Kalimat pertama surat dari Pontianak biasanya situlis dengan kaligrafi yang indah.



Naskah yang dipamerkan berupa prasasti, naskah keagamaan, naskah hukum, perjanjian, surat dan pawukon, karya kesusateraan, dan sejarah dinasti atau babad. Naska asli yang tertua masih berupa prasastu perunggu, batu, atau logam mulia. Tradisi naskah Jawa termasuk yang tertua dan terkaya di Indonesia.



Naskah Jawa yang dibuat atas perintah para bangsawan seringkali bergambar atau bersungging. Sunggingan terdapat pada tanda pemisah bait pada tembang, pada halaman depan, atau pada judul bab. Seni sungging naskah mencapai kejayaannya di Keraton Yogyakarta.



Sebuah koleksi Museum Pos Indonesia berupa timbangan untuk paket yang kelihatan sudah kuno. Timbangan seperti ini mungkin sangat jarang atau tak lagi bisa ditemukan di kantor-kantor pos, diganti dengan model yang lebih baru.



Koleksi sepeda pos yang terlihat sangat unik dan antik. Sepeda pos ini digunakan sekitar tahun 1950-an, merk Falter buatan Jerman Barat tahun 1947, yang di Indonesia jumlahnya diperkirakan kurang dari 100 buah.



Tugu Peringatan Pahlawan PTT 1945 – 1949 yang dibuat persis di tempat dimana bendera merah putih dikibarkan saat Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon merebut Gedung Kantor Pusat PTT ini pada 27 September 1945.



Terukir pada batu adalah nama-nama para pahlawan Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon, diantaranya Goenawan, Imang, Maskat, Mohammad Rapik, Paimin, Sangadan, Satmoko, Soemardjono, Soepa’at, Soepojo, Soeprapto, Soetojo, dll.



Bangunan di ujuang sana dengan spanduk menempel pada dinding adalah Museum Pos Indonesia. Tempat parkir museum bercampur dengan kendaraan para pegawai kantor Pos dan pegawai kantor pemerintah provinsi Jawa Barat.



©2021 Ikuti